OO

60 7 1
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

"Ayo sini, oper bolanya!"

Setelah bolanya di oper dari temannya, pemuda itu langsung menyundul dan berlari mengoper bola. Satu persatu tim lawan sudah ia lewati, kini di depannya sudah ada kiper yang sudah siap di depan gawangnya. Dengan segera, ia mengambil ancang-ancang kemudian menendang bolanya tepat ke arah gawang.

"Gol!!!!!!!"

Serunya saat bola yang ia oper masuk ke tim lawan. Ia pun berlarian seakan-akan menjadi anggota timnas yang telah mencetak gol.

"Gila kau, Nath. Makin jago aja kau," kata lelaki yang berlogat batak, Dodit namanya.

"Yoi, dong. Siapa dulu pelatihnya," ujar Gale yang memiliki kulit putih itu dengan percaya diri.

"Memangnya kau yang ngajarin, Le?"

Anak lelaki yang bernama Gale itu menyengir. Kemudian berkata, "Bukan, hehe."

"Yeuu, dasar kamu, Le!"

Nathan tertawa mendengar percakapan antara teman-temannya barusan. Mereka semua akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak. Saat sedang asyik beristirahat di tengah lapangan, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namanya.

"Nathan!"

Sang pemilik nama menengok, seketika ia menyunggingkan senyum setelah melihat siapa orang yang memanggilnya. "Aranna!" panggilnya sambil melambaikan tangan. Teman-teman yang sudah tau hubungan Nathan dengan Aranna sangat dekat, sudah tidak heran kalau Aranna akan datang.

Gadis itu mendekat. Di tangannya terdapat sekantung plastik yang berisikan air minum untuk Nathan dan juga teman-temannya. Ia meletakkan sekantung plastik di antara mereka semua, kemudian ikut duduk di samping Nathan.

"Alhamdulillah, rezeki. Makasih ya, Ran," ujar Jaya mewakili.

"Sama-sama."

Satu persatu dari mereka mengambil satu gelas air lalu meminumnya.

"Huh, seger. Main lagi, yuk!"

"Ayo-ayo!"

Semuanya kembali berdiri serta mengambil posisi di lapangan. Nathan menyuruh Aranna agar pindah ke pinggir lapangan. "Ra, ke pinggir, ya. Takut kena bola," katanya.

Namun, bukannya segera pergi ke pinggir perempuan itu malah menggeleng. "Aku pengen ikut main dong," pintanya.

Seketika mata Nathan mendelik. "Gak, gak boleh," tolaknya mentah-mentah.

"Ih, Nathan. Please-lah, aku bosen. Aku juga bisa kok mainnya. Tinggal nendang doang, ya, kan?"

Nathan menggeleng, "Kamu gak akan bisa, Ra. Main bola itu capek, mainnya lari-larian."

ARANNATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang