*****
"Lo jadi mau nganterin Rehan?" tanya Karina.
"Ya, jadi. Emangnya kenapa?"
"Gak apa-apa, sih. Ya, udah. Gue sama Bella balik duluan, ya."
Aranna mengangguk. Lantas Karina dan Bella pulang duluan meninggalkan Aranna yang masih merapihkan barang miliknya di kelas.
Aranna melihat Nathan yang jalan melewatinya begitu saja. Dalam hati Aranna berpikir. "Dih, kenapa, tuh, orang? tumben." Ia pun mengacuhkan bahu tak peduli dan segera menuju parkiran bertemu Rehan.
Sampai di parkiran, Aranna langsung melihat Rehan yang sudah duduk standby di motornya. Ia lantas menghampiri.
"Nunggu lama, ya?"
Rehan menggeleng. "Eh, enggak."
"Langsung berangkat?" tanyanya yang langsung di angguki oleh Aranna.
Cowok itu memberi Aranna helm. Aranna mengambilnya dan memakainya sendiri, setelah itu ia naik ke motor Rehan. Di perjalanan, masing-masing keduanya tidak banyak omong. Hingga tak terasa sudah sampai di Gramedia yang mereka tuju. Setelah memarkirkan motor, mereka berdua langsung masuk ke dalam gedung itu.
"Lo mau nyari buku apa, Han?" tanya Aranna.
"Buku latihan kimia, mungkin?"
Aranna mengangguk-angguk. Kemudian Aranna dan Rehan menyusuri pelan-pelan rak dan sekumpulan buku sambil melihat-lihat. Aranna sendiri sebenarnya sedikit tertarik dengan Novel keluaran terbaru saat ini. Apalagi salah satu best seller-nya membuat Aranna tergoda ingin membeli.
"Lo mau?" kata Rehan.
Dengan cepat Aranna menggeleng. "Enggak."
"Kalo mau ambil aja, gue yang bayar."
"Eh, eh, gak usah. Nanti kapan-kapan kalo gue ke sini juga masih bisa gue beli. Udah, yuk. Katanya mau nyari buku latihan soal kimia?"
Aranna meninggalkan Rehan menuju bagian buku pelajaran. Sedangkan, cowok itu tersenyum tipis dan mengambil satu Novel yang Aranna inginkan. Sedari tadi cowok itu memperhatikan gerak-gerik Aranna, mulai dari mengamati Novel hingga mengecek uang di dompetnya.
Setelah diam-diam mengambil, Rehan pun segera menyusul Aranna.
"Han, ini kayaknya lumayan deh, buat latihan soal." Aranna memberikan bukunya kepada Rehan.
Rehan menerima buku itu dari Aranna kemudian melihatnya sebentar dan mengangguk setuju. "Boleh juga. Belum punya nih gue yang ini," katanya.
"Nah. Ya, udah. Itu aja, harganya juga masih terjangkau."
"Kalo lo, Ran? katanya mau beli alat gambar."
"Oh, iya. Gue hampir lupa! padahalkan niat gue ke sini juga mau beli sketchbook."
Tak pikir panjang lagi, Aranna segera menuju ke bagian peralatan-peralatan lukis dan gambar. Sudah pasti di sini cukup lengkap, apalagi banyak pilihan hingga membuat Aranna bingung ingin membeli yang mana. Kemudian, Aranna beralih menghadap Rehan dengan kedua sketchbook di tangannya.
"Menurut lo, mendingan yang mana?" tanya Aranna.
Rehan berpikir sebentar sambil mengamati kedua sketchbook tersebut. "Kalo menurut gue lebih baik yang kanan, sih," ujarnya dengan tangan di dagu.
"Kenapa?"
"Ya, kalo diliat-liat, bahan kertasnya aja lebih tebel yang ini."
Mendengar alasan Rehan, Aranna menganggukkan kepalanya. Ia setuju dengan perkataan Rehan barusan dan memilih skethbook yang telah dipilih.
"Udah? atau masih ada yang mau dibeli?" tanya Rehan.
"Apalagi ya kira-kira?" Aranna diam sejenak, mencoba mengingat kebutuhannya yang sekiranya sudah habis atau perlu diganti.
Tak lama Ia pun menjentikkan jari. "Brush pen!" serunya.
Aranna kembali mengitari ruangan luas itu dengan Rehan yang masih setia mengikutinya dari belakang. Gadis itu melihat-lihat brush pen yang menjejer rapih dalam satu persatu warna. Ia pun mencoba salah satunya, apakah enak untuk dipakai atau tidak.
Aranna bergumam. "Hm, bagus, nih."
Lalu Aranna mengambil beberapa brush pen dengan warna yang berbeda. Kemudian setelah merasa cukup, Aranna mengajak Rehan untuk segera membayar ke kasir.
"Totalnya jadi tiga ratus delapan puluh sembilan, mba, mas," ujar karyawan kasir itu.
Rehan merogoh dompetnya di tas dan mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar. Aranna juga mengeluarkan uangnya dari dompetnya, tapi di tahan oleh cowok itu.
Aranna mengernyitkan dahi. "Kenapa?"
"Itu udah sekalian dibayar sama punya lo," kata Rehan.
"Oh ... Ya, udah. Nih." Aranna malah memberi uangnya pada Rehan. Cowok itu jelas menolak sambil berkata, "Gak, usah. Gue ikhlas."
"Loh, kok gitu?"
Rehan tak menjawab, ia hanya mengambil kedua paper bag yang telah disodorkan. Kemudian pergi duluan meninggalkan Aranna yang masih berdiam diri. Merasa ditinggalkan, gadis itu segera menyusul.
"Han, ini uangnya."
Yang dipanggil tetap diam fokus jalan.
"Rehan," panggilnya lagi.
"Ambil uang ini, atau gue marah?" tutur Aranna.
Rehan berhenti menghadapnya. "Kan, udah gue bilang Aranna. Gue ikhlas. Gak usah lo ganti juga gak apa-apa."
"Ya, tapi lo sendiri tau. Kalo gue gak suka dikasih gitu aja. Selagi gue masih punya uang, lo gak perlu bayarin. Lagian ini, kan, keperluan gue sendiri. Lo gak usah repot-repot."
Cowok itu menghela napas panjang. "Gini aja, lo traktir gue makan. Kalo gitu lo gak perlu bayar ke gue lagi. Gimana?" final Rehan.
"Oke, deal. Kalo gitu mau makan di mana?"
*****
©/jissaturnus.
1 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
ARANNATHAN
Teen FictionKisah cinta segitiga antar ketiga remaja yang sedikit rumit bagi mereka. Namun, bukan hanya kisah cinta yang ada di cerita ini, tetapi persahabatan mereka juga akan diuji dari sini. Aranna Putri Delia, seorang gadis cantik yang mempunyai rasa trauma...