Hari demi hari berlalu, hingga saat dimana hari kelulusan tiba. Gilang tak datang, remaja itu tak hadir di upacara perpisahan sekolah. Entah dimana ia sekarang, Sigit tak tau.
Suara teriakan dari arah belakang membuat Sigit menoleh seketika. Sosok pemuda bertubuh tinggi itu berlari mendekat kearahnya dengan senyuman lebar.
Itu Dava, cowok yang beberapa bulan lalu menjadi temannya.
"Git, gila banyak makanan disana! Ayok makan!" Ucap Dava antusias. Sigit menggelengkan kepalanya malas, membuat Dava mendengus kesal seketika.
"Lu kalo mau makan, ya makan sendiri sana!" Usirnya cepat. Dava cemberut, pemuda itu mendudukkan tubuhnya tepat di samping Sigit.
Hubungan mereka mungkin terlihat biasa saja seperti pertemanan pada umumnya, tapi tidak bagi Dava. Sigit itu sama seperti para berandal itu. Dia hobby menindas orang lain, dan Dava hanya berlindung. Jika tak ingin terusik ia harus pandai memilih tempat menetap kan?
"Gak kerasa ya bentar lagi SMA, lu mau masuk SMA mana?" Tanya Dava kepo, Sigit hanya terdiam. Sejujurnya kemanapun ia tak masalah sih.
"Mau ke SMA yang kemarin kita lewatin itu gak?" Sigit menoleh, ia mengerutkan keningnya bingung.
"Katanya disana banyak cewek cantiknya git!"
"Lu mau godain kakak kelas?"
Dava menyengir, yah apa salahnya? Masa mudanya kan berawal saat ia mulai mengenakan seragam putih abu.
"Disana juga tempatnya gak terlalu jauh dari sini git, terus juga banyak alumni sini masuk kesana!"
Sigit tersenyum, ia meluruskan kakinya. Jika ucapan Dava itu benar, itu artinya Gilang juga mungkin akan melanjutkan sekolahnya disana?
Sigit mengangguk pelan, membuat Dava menyengir lebar seketika. Remaja itu melompat kegirangan sambil berseru heboh. Entah apa yang membuat Dava begitu semangat, pemuda itu sama berisiknya seperti Gilang dulu.
Tapi mungkin, Gilang lebih keren.
"Yaudah ayok, kita liat-liat sekolahnya nanti."
"Ayok!"
***
Hari pertama masuk SMA, Sigit sama sekali tidak menemukan Gilang. Seluruh kelas satu ia kunjungi, tapi sosok Gilang sama sekali tidak ada di antara mereka.
Sigit kecewa, ia kembali kedalam kelasnya dengan raut kesal. Langkahnya berlabuh terburu-buru hingga tak sadar, ia menabrak seseorang di depannya.
"Aduh!" Gadis itu meringis, ia mengusap bagian kakinya yang sakit karena terjatuh. Sigit hanya terdiam, ia menatap dingin sosok gadis itu tanpa sedikitpun niatan membantu.
"Lu tuh, udah nabrak gak minta maaf lagi. Seenggaknya bantuin bangun kek!" Omel cewek itu sebal, ia menoleh kearah Sigit yang hanya menatapnya datar.
Jika di lihat-lihat Sigit itu lumayan tampan juga ya.
"Lu bisa bangun sendiri, kan masih punya kaki." Ucap Sigit ketus, cewek bermanik hitam pekat itu tersenyum. Ia berdiri dari tempatnya.
"Dingin banget, kayak es!"
"Bukan urusan gue.." Sigit melangkahkan kakinya, ia berjalan kembali kearah kelas. Tapi gadis itu mengikutinya, ia mengekori langkah Sigit membuat Sigit mendengus risih, semakin ia mengabaikannya, semakin gadis itu mendempetkan badan kearahnya.
"Lu mau apa!" Bentak Sigit kesal. Cewek cantik itu hanya terkekeh, ia mengulurkan tangannya kearah Sigit.
"Kenalan sini, namaku Sisilia.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonis [ON]
Teen FictionDunia bisa merebut segala hal dariku, tapi tidak denganmu. Hanya kamu yang aku miliki untuk saat ini, nanti, hingga seterusnya. Bahkan jika tuhan merebutmu paksa dariku, aku akan tetap mengikutimu. Karena hanya kamu, satu-satunya orang yang memahami...