10. Rumah Sakit Bagaikan Tawuran

12 2 0
                                    

Setelah sarapan pagi, Vanara dibantu oleh Sean menuju taman rumah sakit. Vanara bosan di kamar terus, bahkan aplikasi yang biasa ia tonton sudah ia habiskan semua nya, walaupun beberapa ada yang dia lewati.

Sean mendorong kursi roda itu menuju sebuah tempat duduk dibawah pohon rindang. Cuaca kali ini cukup membuat kedua nya sama-sama menikmati angin yang bersahabat. Tak lupa es amerikano yang bertengger di tangan Sean. Laki-laki itu, jika tidak mengisi pagi nya atau harinya dengan es amerikano, akan terasa pahit baginya. Padahal kopi itu juga sudah pahit.

"Temen mu gak ada yang jenguk kah?"

Vanara terkekeh, "aku mana ada temen" gadis itu tidak sedih namun tersenyum.

"Loh, kamu dikelas sendirian?"

"Engga, banyak. Tapi yang bener-bener temen tuh belum ada maksudnya."

Sean menautkan alisnya, lantas siapa yang Dion bicarakan saat di room chat. Dion mendapatkan pesan dari seseorang dan isi foto tersebut ada Vanara bersama teman nya, seorang laki-laki.

"Bener?"

"Ada si, waktu pertama kali MPLS. Aku sama dia saling kenalan satu sama lain. Tapi ya–temen biasa aja, kayak biasa aja paham gak si?"

"Laki-laki?" Vanara melirik Sean dengan penuh arti.

"Kok tau? abang stalker ya????"

"Serius laki-laki???"

Vanara mengangguk, namun tidak melihat Sean. Ia hanya memandang lurus kedepan, hati nya sebenarnya deg-degan. Takut dimarahi oleh Sean, seperti Sabian kemarin.

"Gak papa si, berteman mah sama siapa aja, mau laki, mau perempuan. Asalkan menuju arah yang benar ya gak papa, lagian kamu juga baru kelas 10, nanti mah naik kelas pasti punya banyak temen."

Vanara tersenyum lega, ia benra-benar nyaman bercerita seperti ini kepada abangnya. Sean sebenarnya memang dekat dengan Vanara setelah Dika. Namun laki-laki ini sibuk mengisi beberapa lagu untuk diputarkan di berbagai film. Jadinya jarang ada dirumah.

"Abang punya banyak temen perempuan?"

"Banyak neng, diberbagai kota juga ada temen abang mah."

"Pernah suka gak sama salah satu temen perempuan abang?"

Sean tiba-tiba saja berhenti meminum amerikano nya itu. Ia tersenyum miris dan menghela nafasnya, "ketika kamu berada di lingkungan yang sama dengan seseorang, pasti adakala dimana kamu dan orang itu punya banyak persamaan, mulai dari hal kecil, hal besar, dan hal yang ngebuat diri kamu bahagia. Dan abang rasa, orang itu bener-bener tipenya abang. Sampai abang pernah ngungkapin perasaan abang yang udah lama abang pendem. Tapi nyatanya, orang itu nganggep abang sahabatnya, gak lebih. Abang nerima kok, tapi makin kesini, abang gak bisa. Karena semakin abang ngecoba buat try to move malah semakin penasaran sama kehidupan nya. Ya–berakhir gagal deh. Tapi tenang aja, abang udah gak suka sama orang itu. Soalnya abang mau menyibukkan diri dulu."

Vanara benar-benar tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Sean. Baru kali ini ia merasa kasihan kepada abangnya itu. Sebab, setiap dirumah laki-laki itu selalu menunjukkan kebahagiaan nya saja, padahal laki-laki itu juga menimbun luka terhadap percintaan nya.

"Tumben nanyakayak gini, kamu lagi ada something sama orang ya??"

Alis Vanara menaut, "engga, kata siapa. Jangan coba-coba ngumbar gosip yang gak bener ya bang" omel gadis itu.

"Kan aku nanya loh, kok marah? biasanya kalau marah bener tau..."

Vanara hanya mendecak kesal. Tiba-tiba ponsel nya berbunyi. Memperlihatkan mas Winan tertera di notifikasi tersebut.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang