Di sekolah, siapa yang pernah disuruh jadi nge-paparazi'in temen sekelas ama kakel?
Contoh nya si Zara, anak pindahan dari desa ke kota untuk melanjuti sekolah menengah keatas nya selama 2 tahun menganggur.
Tapi yakali seorang Zara yang mata duitan...
Udah seminggu mengenal lingkungan sekolah, ternyata tidaklah mudah bagi Zara mencari teman banyak seperti halnya di sekolahnya yang dulu. Mungkin karena ini kota dan penampilannya yang masih norak, anak-anak kota ini gengsi berkomunikasi dengannya. Tapi tidak dengan si baik hati Astrid Daisy Queen--anak dari ayah seorang tentara ini yang menjadi teman sebangku selama seminggu. Dia begitu baik dan ramah.
Di dalam kelas, di meja tempat duduknya. Entah ke mana temannya itu pergi pamit untuk pergi ke kantin lagi, setelah ia dan bersamanya sudah pergi sebelumnya. Sehingga di sisa jam istirahat ini, ia memilih sendiri di dalam kelas. Dirinya berinisiatif untuk menyapa teman sekelasnya yang lalu-lalang di kelas.
Ketika ia ingin menyapa salah satu dari mereka yang ada di kelas, mereka malah membuang muka dengan acuh tak acuh.
"Dih, gitu amat liatnya. Gak bakal gw panggil juga, sih," sinusnya ketika teman yang membuang muka ke Zara telah pergi ke luar kelas.
"Gimana, Zar? Udah ketemu Ezra?" Tiba-tiba Astrid sudah ada di sampingnya dan membawa beberapa snack.
"Belum, Ra. Lu ketemu di kantin nggak? Ke mana ya??"
"Tunggu aja deh. Mungkin dia ada di kantor," terka Astrid sambil membuka snacknya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ngapain di kantor? Sok tau lu ...."
"Yeee ... biasa ketua kelas gimana sih? Lagian juga ini kita udah jadi temen duduk seminggu. Setiap Ketua Kelas bakal di panggil ke Kantor menuju ke Wali kelas untuk ngambil kertas HVS. Yang mana isinya data perubahan duduk kita," jelas Astrid panjang kali lebar.
"Ooo .... jadi gw bakal pisah dong ama lu?" ujar Zara sedikit murung.
"Yaelah, lebay banget sih. Gak pisah sekolah juga kali, Zar," kata Astrid dengan sedikit candaan. Teringat sesuatu, Astrid bertanya. "Ohh iya ... lu tau nggak, Zar?"
"Lu ngomong aja belum, lewat jalur apa gw tau anjir ...."
"Hehehe, gini-gini." Astrid mendekatkan dirinya ke Zara, niatnya untuk bisik-berbisik.
"Jadi, gw berdoa aja deh lu gak sebangku ama tu orang."
"Siapa?"
"Behhh ... dijamin dah kalok lu sebangku ama dia. PR dia bisa jadi PR lu juga, tugas dia jadi tugas lu juga. Gw udah pernah ngalamin, sumpah! Dalam seminggu yang adanya gw stress bareng dia," lanjutnya lagi dengan sedikit berapi-api
"Iya, iya. Tapi siapa???"
"Namanya--" Belum sempat Astrid melanjutkan kalimat terakhir, teman-teman kelasnya pada heboh masuk ke kelas, dan terdengar riuh seperti
"Wah, gilak. Gw seminggu ini bareng siapa ya?"
"Semoga aja, ama jeno ya gw. Sumpah puasa sehari deh kalok jadi."
"Huaaa, kita pisah."
Dan kata-kata heboh lainnya.
Zara melihat lelaki tinggi, yang terakhir kali memasuki kelas membawa kertas HVS dan duduk di bangku guru. Dia yakin jika itu Ezra