18. Undangan Pernikahan

68 13 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Mulai detik ini aku harus mengubah do’a ku. Bukan lagi mengharapkan dia yang ku cintai dalam diam menjadi imam masa depan ku, tapi meminta jodoh terbaik menurut-Nya. Karena Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hidup ku dibanding diri ku sendiri.

—Wanita Akhir Zaman—
By : AzizahAnugrah3

***

Pagi ini aku berencana hendak ke toko buku untuk membeli novel keluaran terbaru yang sudah menjadi incaran ku sebulan yang lalu.

Ku lihat pantulan diri di cermin, tersenyum memandang penampilan sederhana ini. Gamis hitam dibalut khimar maroon panjang terpasang di tubuh ku. Polesan bedak tipis menyempurnakan penampilan.

Aku memang bukan tipekal wanita yang suka berhias glamor saat ke luar rumah. Cukup lah nanti aku berhias saat dihadapan suami ku kelak.

Bagi ku tidak perlu menarik perhatian lelaki dengan menampakkan kecantikan. Karena lelaki yang paham agama akan melihat wanita dari akhlaknya, bukan kecantikannya.

Setelah memastikan dompet dan ponsel sudah ku masukkan ke dalam sling bag yang biasa ku bawa, aku pun turun ke lantai bawah rumah ku.

Kening ku mengernyit saat tidak mendapati keberadaan Zidan di ruang keluarga. Biasanya ketika libur begini, jika dia tidak pergi maraton, maka anak itu akan duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati acara kesukaan. Tapi sekarang batang hidungnya tidak nampak. Padahal kemarin malam dia sudah janji akan menemani ku ke toko buku.

"Mau kemana, Kak?" Tanya Ayah yang tiba-tiba sudah duduk di sofa sambil membaca koran hariannya. Hari ini Ayah memang libur kerja.

"Ayah lihat Zidan, nggak?" Bukannya menjawab, aku malah melontarkan pertanyaan kepada Ayah.

"Masih di kamarnya. Memangnya mau kemana udah rapi begini?"

"Layla mau ke toko buku, Yah. Minta anterin sama Zidan."

Ayah hanya mengangguk-angguk. Kemudian beliau kembali melanjutkan aktivitas membacanya.

Tok! Tok! Tok!

Aku mengetuk pintu kamar Zidan yang letaknya ada di lantai satu. Cukup lama tidak ada balasan dari si pemilik kamar. Aku kembali mengetuk.

"Zidan, buka pintunya! Ayo kita pergi!"

"Nggak ada orang di kamar!"

Sahutannya malah membuat ku kesal. Yang benar saja, kalau tidak ada orang di kamar, lalu siapa yang nyahut? Hantu?

"Zidan, ayo lah, kamu sudah janji nemenin kakak ke toko buku kemarin!"

"Orang yang anda panggil sedang sibuk. Coba lah untuk beberapa saat lagi."

"Ish!"

Karena kesal, aku langsung saja membuka pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci. Ku lihat adik bungsu ku itu malah bersantai-santai di atas kasur dengan pandangan terus fokus pada ponsel.

"Zidan!"

"Yes?" Dia mengangkat alisnya sebelah. Responnya itu malah membuat ku semakin kesal.

Wanita Akhir Zaman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang