"Assalamualaikum mah, yah, aku pulang" Ucapku memasuki pintu rumah, tapi tak ada suara untuk sekedar menjawab salamku.
Hari ini adalah hari penerimaan raport semester akhir sekolah, aku tau mamah papahku sedang sibuk menghadiri acara di sekolah kakakku juga adikku, menanti bagaimana hasil dari perjuangan anak anak mereka selama 6 bulan terakhir ini, aku tersenyum kecut memikirkanya. Sejak adekku memasuki dunia pendidikan tak ada lagi yang datang ke sekolahku untuk mengambil raport hasil pencapaianku, bahkan ibuk kantinlah yang menjadi andalan yang selalu aku repotkan untuk mewakili mengambil, agar raport itu bisa sampai ketanganku. Aku tak pernah mengeluh tentang semua itu kepada kedua orang tuaku, karena aku tau mau dengan cara apapun aku mengeluh jawaban orang tuaku lagi dan lagi hanya meminta maaf saja.
Aku tertidur dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuh, hari ini sangat melelahkan, mataku menatap lurus keatas menghadap langit kamar.
"Lip" suara besar membuyarkan lamunanku, aku tersentak kaget mengangkat tubuh untuk segera bangkit dari posisi awal. Terlihat ayahku yang saat itu berada diambang pintu kamar dengan setelan jas kantornya lengkap dengan dasi kupu kupu yang melekat rapi.
"Astaga yah, ngagetin aja. Ada apa yah?" tanyaku disertai senyuman kecil dan dibalas senyuman juga oleh pria yang sejak tadi masih tidak bergerak dari posisinya. Aku sadar dengan plastik putih yang sedari tadi ditenteng oleh ayahku, aku meliriknya dan seakan beliau tau apa yang akan aku tanyakan,
"Es Taro, tadi kami mampir, adek coba coba tapi dia ga suka, maka nya suruh kasih ke kamu, siapa tau kamu suka" aku terkejut mendengarnya, tapi aku ingat kejadian ini sudah biasa aku alami.
"Iya yah, Olip mau, taruh situ aja" ucapku berusaha biasa saja padahal hati sudah berteriak menangis. Hal ini sudah biasa aku alami, tapi hatiku belum cukup kebal dan masih selalu menangis dalam diam ketika diperlakukan seperti ini.
Lagi lagi aku mendapat sisa dari saudaraku.
Tanpa kata lanjutan, ayahku berjalan pergi meninggalkan kamarku, aku menatap piala besar yang sudah aku jejerkan bersandingan dengan buku raport, aku tau ayah pasti sempat melihatnya tapi nyatannya tak ada kata selamat yang ia lontarkan untuk anaknya untuk sekedar apresiasi saja tak pernah dia ucapkan.
Aku berdiri menuju kamar mandi dalam kamar untuk melepas seragam sekolah dan menggantinya dengan baju biasa, tanpa melirik es taro sisa adekku yang ayahku berikah kepadaku, sebenarnya aku tidak suka minuman berbau Taro, bahkan aku berniat untuk membuangnya setelah ini, aku tak tega untuk sekedar menolak pemberian ayahku tadi, itu mengapa aku mengiyakan saja ucapannya.
(ू•ᴗ•ू❁)
"Olip makan sini" Ucapan mamahku ketika melihatku berjalan dengan setel an rapi lengkap dengan sneakers putih kesayanganku, aku hari ini berniat untuk makan malam di luar, bukan tanpa alasan tapi semata mata untuk memeberi apresiasi kepada diriku atas pencapaian yang sudah aku capai hari ini, karena kalau bukan aku yang bangga dengan diriku lantas siapa lagi?.
"Hehe Olip hari ini makan di luar ma, lain kali aja ya" Ucapku sambil menyodorkan tangan berniat untuk salaman kepada mamaku,
"Keluar mulu, keluar mulu, mau jadi apa kamu!" Suara kakakku yang datang dari arah belakang badanku, aku menoleh reflek, menatapnya dengan tatapan bingung seakan berkata, emang ada masalah?,
"Anak perempuan jangan dibiasain pergi malam deh, mau jadi apa kamu keluar malam, wanita malam?!", aku tersentak kaget mendengar ucapannya yang sudah terbilang melebihi batas. Aku tidak pernah berkata kasar kepadannya, mengomentari apa yang dia alami saja aku tidak pernah dan tidak akan pernah, bagaimana bisa dia berbicara semena - mena seperti itu kepada adiknya sendiri.
"Apa maksutmu?" Ucapku berusaha tenang.
"Apa maksut perkataanmu, kenapa bicara seperti itu? Aku bahkan tidak pernah mengusik kehidupanmu, lantas mengapa kamu berbi,,,"
"Alah ga usah banyak bacot deh, cewek mah kodratnya di rumah aja, kalo sering keluar malam apalagi kalo ga wanita malam namanya" Ucapnya memotong pembicaraanku.
Lihat di ruangan ini bahkan bukan hanya kami bertiga saja, ayah, mamah, adekku juga ikut serta menyimak pembicaraan kami yang semakin memanas.
"Mah, Yah kalian dengar kan apa yang kakak katakan kepadaku? Ini kasar, kenapa kalian tidak memarahinya?" Ucapku lantang kepada kedua orang tuaku, mereka terdiam, tak ada kata pembelaan sama sekali yang mereka berikan kepadaku. Aku menangis, aku sakit hati.
"Kamu mending di rumah aja Lip, benar kata kakakmu, cewek ga boleh keluar malam", lontar ayahku. Aku terbelalak mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya, dia tidak membelaku tapi membela kakakku yang baru saja mengumpatiku.
Aku berlari menuju pintu luar, tidak mengindahkan teriakan yang sudah menggema memenuhi ruang makan, aku muak dengan keadaan ini.
Mengendarai sepeda hitam yang nenekku berikan pas ulang tahunku bulan kemarin, melewati jalan kota yang sudah ramai dengan para pengendara yang berlalu lalang menikmati indahnya kota malam ini. Aku memang lebih suka mengenakan sepeda dari pada motor, motor akan cepat sampai ketujuan dan itu hal yang paling aku hindari.
Mataku menatap lurus mengarah ke tukang baso depan alun- alun, oke malam ini aku makan itu untuk mengisi perut kosong ini. " Mang,, Olip satu ya seperti biasa" Ucapku kepada mamang baso langgananku, aku memang bukan sekali dua kali datang ke sini.
Menikmati semangkuk baso lengkap dengan es jeruk favoritku, aku menatap jalanan kota yang semakin malam semakin ramai, jalan berdua bareng pasangan, bareng sahabat dan ada juga yang bareng keluarga, aku tersenyum sinis melihat 4 orang yang baru saja melintasiku, satu keluarga cemara yang lagi lagi membuatku iri karena ke harmonisannya. Melihat mereka aku jadi ingat terakhir kali aku pergi bersama keluarga, waktu itu aku baru saja menginjak kelas 2 sekolah dasar dan itu artinya sudah 7 tahun berlalu. Keluargaku suka berpergian, tapi bukan denganku, aku lebih suka menikmati keseharianku dengan buku ataupun gadget tipis yang selama ini menemani kesendirianku. Bukan tanpa alasan aku menolak ajakan mereka ketika ingin berpergian, tapi aku sadar nanti nya kalaupun aku ikut ditengah tengah mereka, dengan siapa aku harus berbicara? Mamahku pasti fokus dengan kakakku dan ayahku tak lain dan tak bukan dengan adekku.
Brakk...
Suara itu membuyarkan lamunanku, tepat di depan gerobak basolah suara itu berasal, aku segera bangkit menyingkirkan mangkuk basoku untuk mengetahui apa yang terjadi disana. Laki- laki dengan kaos hitam dibalut kemeja kotak kotak baru saja menabrak sepeda yang aku parkir disamping gerobak baso,
"Astagaaa sepedakuuu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Middle Child
Non-FictionMiddle child, Ketika anak pertama harus kuat dan anak terakhir harus menjadi penutup yang hebat lantas bagaimana kabar anak tengah ?