Tringgggggggggg, Suara dering hp ku berbunyi.
"Halo, siapa?" Ucapku bertanya sambil menempelkan gadget itu ke pipiku. Nomor tak dikenal baru saja menghubungiku, aku bingung, pasalnya aku tak pernah menyebarkan nomorku ke seseorang yang tidak ada kepentingan, bahkan teman sekolahku saja hanya beberapa yang aku simpan, itupun mereka memaksa untuk aku segera menyimpannya.
"Ini aku, yang tadi malam ngerusakin sepeda kamu" Suara bariton yang keluar dari lawan arah sana.
"Oh yang tadi malem, gua fikir ga bakal ada tanggung jawab dari lo" Jawabku, ya, insiden tadi malam yang memakan korban sebuah sepeda baruku, aku bingung bagaimana caranya dia menabrak sepedaku itu sampai roda depannya tergelinding dan akhirnya harus dibawa berobat ke bengkel dan aku harus memesan grab untuk balik pulang.
"Ga lah, gua tanggung jawab orang gua yang salah. Tapi gua mau ngomong, gua hari ini pindah kota" Ucapnya,
"Lah apa urusannya sama gua?" Sautku
"Bentar ege,, gua belum selesai ngomong" Ucapnya yang membuatku tertawa,
" Hahaha, ya udah sorry sorry, lanjutin" kataku.
"Soal sepeda lu, gua ga bisa nganterin ke rumah lu langsung. Tapi gua udah bayar kok ke bengkelnya, ntar lu nyuruh orang aja ntar kirim nomor rekening biar gua ganti uangnya" Jelasnya panjang lebar,
"O gitu, santai aja lah, ga usah ganti, lu tanggung jawab masukin sepeda gua ke bengkel aja gua udah makasih banget. Btw lu pindah kemana?"
"Engga lah, maaf ya sebelumnya. Hari ini gua pindahan ke Kalimantan. Bokap gua pindah tempat kerjaan, maaf ya sekali lagi gua ga bisa nganterin sepeda lu"
(ू•ᴗ•ू❁)
Hari ini aku pergi ke rumah nenek, bahagia? Pastilah. Aku ke rumah nenekku sendirian, tanpa orang tuaku, tanpa saudaraku, dan itu artinya aku bisa terbebas dari semua hal yang tidak baik dikonsumsi oleh kesehatan mentalku, ini saatnya aku memperbaikinya. Memang benar, aku lebih dekat dengan nenek kakekku, mereka lah yang paling mengerti apa yang selama ini aku rasakan, tapi sayang, 2 tahun terakhir ini ayahku memboyong keluarga kami ke kota, dan aku harus berjauhan dengan nenek kakek.
Tadi malam nenekku menelfon, katanya dia rindu denganku, bukan denganku saja tapi dengan kedua orang tuaku juga kedua saudaraku, tapi mereka punya acara lain, katanya mau berlibur ke Bogor, tapi aku menolak untuk ikut dan memilih pergi jauh ke desa dan bertemu seseorang yang aku sayang.
"Kamu bener ga mau ikut ka?" Ucap seseorang yang membuat aku reflek menoleh, Deri, adikku.
Aku tersenyum kepadanya sebelum menjawab ucapannya, "Engga deh, kakak ke rumah nenek kakek aja. Have fun ya kalian" Ucapku sambil memasukan baju- baju yang akan aku kenakan untuk beberapa hari ke depan nantinya.
"Kenapa sih dari dulu kakak ga pernah ikut kita berlibur? selalu kalo liburan pasti cuma kami berempat, padahal di keluarga ini orangnya ada 5" Katanya, aku tertawa. Andai kamu tau apa yang kakak rasakan dek,
"Kakak ga suka liburan orangnya, makannya kakak leb,"
"Bukan ga suka liburan si, lebih ke males liburan aja biar bisa pergi sama pacarnya" Ucap seseorang yang berhasil membuat aku dan Deri menoleh. Dia kakakku, aku tak tau apa salahku sampai dia mempunyai dendam seperti itu denganku, dari kecil aku tak pernah dianggap adik olehnya, omongannya tak pernah baik kepadaku, kata - kata kasar selalu keluar dari mulutnya, tapi aku tak pernah melawan, aku benci keributan.
"Kenapa kakak berbicara seperti itu?, kakak ga ada bukti kok seenaknya nuduh ka Olip seperti it,," Jawab Deri tak terima dengan omongan yang baru saja keluar dari mulut kakakku.
Aku menepuk pundaknya mengedipkan sebelah mataku sambil berbisik "Udah, ntar ribut" Ucapku lirih, Deri sempat ingin memberontak tapi aku kencangkan cengkraman tanganku dipundaknya seolah- olah memohon jangan dilakukan.
"Der, lu ga usah kehasut sama cewek satu itu deh. Ngapain sih masih lu bela, ga ada gunanya juga" Lagi dan lagi kakakku berbicara hal yang tak baik. Kesabaranku habis, 15 tahun aku hidup, 15 tahun juga aku menahan semua ini.
"Ka! Olip ga pernah ganggu hidup kakak lho, kenapa kakak seperti itu sama Olip? Olip selalu dianggap remeh sama kakak, bahkan omongan kakak sama sekali tidak mencerminkan seorang kakak, Olip punya salah apa sama kakak? Ngomong kak! Ngomong!!" Ucapku tegas, aku menangis, Deri menatapku kasian, memelukku erat. Tanpa berbicara apapun kakakku pergi, tangisku menjadi jadi di pelukan adikku,
"Sabar kak, kakak masih punya Deri. Ga usah difikirin ucapan kak Ebi, Kak Olip istirahat aja sekarang" Ucapnya sambil berusaha menyemangatiku, aku tersenyum menatapnya, aku bahagia, aku fikir aku sendirian di rumah ini, tapi masih ada adik kecilku yang sekarang sudah beranjak dewasa.
"Makasih ya dek, kayaknya kakak langsung mau berangkat aja deh ke rumah nenek. Mamah Ayah tadi kemana?"
"Mamah sama Ayah kayaknya tadi keluar kak kerumah temannya, ga tau juga. Kenapa kak?"
"Kakak mau berangkat sekarang, takut kesorean, ntar salamin kek Mamah ayah ya dek"
"Iya juga sih kak, udah mau sore juga, yaudah deh kalo itu mau kakak ntar Deri salamin" Jawab Deri sambil membopongkan koper hitamku. Deri beda 4 tahun denganku, sekarang aku menginjak kelas 3 SMP sedangkan Deri tahun depan baru masuk SMP, dia adek yang cerewet tapi mungkin karena aku selalu menutup diri ketika di rumah dia takut sama aku dan kalau ada yang penting saja dia berani berbicara, tapi entah kenapa tadi dia tiba tiba masuk ke kamar. Tapi aku bersyukur, ternyata aku masih ada teman disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Middle Child
Non-FictionMiddle child, Ketika anak pertama harus kuat dan anak terakhir harus menjadi penutup yang hebat lantas bagaimana kabar anak tengah ?