🌿005

2.7K 356 9
                                    

Warn!! 2k words.

- h a p p y  r e a d i n g -


Dua bulan sudah Abimaya bekerja sebagai babysitter di keluarga Sanjaya. Dan selama itu juga Abimaya menahan-tidak maksudnya mengubur perasaannya yang mungkin atau memang tidak akan terbalas oleh kepala keluarga Sanjaya tersebut. Abimaya cukup tahu diri, bahkan mendedikasi perasaan cintanya begitu konyol. Tidak mungkin, mustahil untuknya mendapat balasan dari Rama. Juga seharusnya dia mendengarkan kata Suta, Rama memang tidak memerlukan apapun lagi selain anak-anak dan pekerjaannya, tak terkecuali dengan pasangan hidup. Pria itu benar-benar menutup hatinya untuk siapapun, mungkin nyonya Sanjaya adalah yang terbaik bagi Rama, hingga sulit mencari penggantinya. Begitu pikir otak kecil Abimaya.

Helaan napas terdengar darinya yang tengah sibuk memotong sayuran, memikirkan perasaan ini cukup melelahkan hati juga pikirannya, namun Abimaya sama sekali tidak keberatan. Menyiksa diri sendiri, katakanlah begitu.

Hari minggu kuliahnya libur, lelaki manis itu memutuskan berangkat bekerja lebih awal, tentu saja untuk membantu pekerjaan Bi Mina lalu mengurus ketiga bocah yang menjadi tanggung jawabnya, dan sedikit ingin melihat orang yang dua bulan sudah membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak.

"May, Bibi mau lihat cucian dulu ya, nggak apa kan Bibi tinggal?" Abimaya menoleh dan mengulas senyum kecil, kepalanya mengangguk membiarkan sang ART pergi melanjutkan acara mencuci pakaiannya, kemudian kembali sibuk dengan sup ayam yang sebentar lagi akan masak.

"Kakak."

"Iya?" Abimaya menjawab tanpa menoleh. Si kecil Sena berdiri di sampingnya. "Masak apa?"

"Sup Ayam." Bocah itu membulatkan bibirnya sambil mengangguk lucu. "Nanti makannya di taman ya? Tapi sambil suapin, boleh kan?" Abimaya mana bisa menolak? Jurus memohon anak-anak itu terlalu menggemaskan, tak tega apabila Abimaya menolak dan berakhir membuat mereka sedih. Maka dengan anggukan setuju sepulu menit berikutnya Abimaya sudah duduk di gazebo area taman rumah itu dengan piring nasi berisi lauk pauk di tangannya.

"Sena ayo buka mulutnya lagi."

"Eza sini isi lagi bahan bakarnya, main ayunan terus nanti badan kamu keabisan energi, terus mogok kayak motornya Uncle Suta." Iyakah?

"Ajun jangan lari-lari nanti mual."

Taman kecil itu ramai diisi oleh teriakan-teriakan bocah juga Abimaya yang menyuruh mereka untuk makan, melelahkan tapi apa boleh buat, sudah menjadi tanggung jawabnya pula sudah terbiasa dengan keaktifan anak-anak itu, Abimaya menikmati saja.

"Suapan terakhir ayo siapa duluan? Yang paling cepat dapat hadiah!!"

Mendengar kata hadiah sontak ketiga bocah itu berlari mendekati Abimaya.

"Ada hadiahnya?"

"Hadiah apa? Aku mau lihat!!"

"Ajun juga mau hadiah!!"

Abimaya tersenyum geli. "Aaa dulu, setelah itu Kakak kasih tahu." Menurut, bocah itu membuka mulut untuk menerima suapan terakhir dari Abimaya. Piring itu langsung tandas seketika. "Yey!! Adik-adiknya Kakak pintar!!!" Abimaya bertepuk tangan diikuti dengan mereka dengan polosnya. Setelah memberikan minum di mug berkarakter lucu untuk masing-masing Abimaya pun membereskan alat-alat makan tersebut sedangkan bocah-bocah cilik itu melanjutkan acara main mereka. Selesai mencuci piring Abimaya membuka kulkas untuk mengambil toples bening berisi cokelat berbagai bentuk kemudian membawanya ke taman.

"Boys, sini, mau lihat hadiahnya kan?" bocah itu dengan gesit menghampiri, Abimaya mengulurkan toples cokelat yang dia bawa dari rumahnya ke depan anak-anak tersebut. "Ini, dimakan bersama ya? Jangan rebutan."

[END] Dolce | HeeJayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang