🌿000

8.4K 454 6
                                    

Seperti hari-hari sebelumnya, pukul tujuh pagi Suta sudah berdiri di depan pintu sebuah bangunan sebelum akhirnya mengetuk, ralat, lebih tepat menggedor-gedor pintu tersebut dengan harap si penghuni rumah yang dia yakini masih bergelung dengan selimutnya terbangun.

"Mas Suta?"

"Eh?" Suta lantas menoleh ke arah suara. Di pintu yang menyambung dengan rumah pemilik kosan seorang wanita empat puluh tahun berdiri dengan keranjang sayur di tangan.

"Mas Suta mau jemput Abi ya?"

"Iya, Bu. Tapi anaknya nggak bangun-bangun dari tadi, ngeri telat."

"Lah, Abi mah udah berangkat dari jam enam, Mas."

"HAH?!"

"Iya, tadi nyapa Ibu pas lagi jemur baju. Ibu nanya tumben nggak berangkat bareng Mas Suta, terus dia jawab mau ada urusan dulu." Jelas ibu kos.

"Urusan?" Suta membatin sebelum akhirnya pamit dengan ibu kos temannya itu.

Sesampainya di kampus benar saja Abimaya sudah duduk di dalam kelas dengan kepala yang tenggelam di lipatan tangan di atas meja. Suta menghela napas lantas mendekati sahabatnya itu.

Pergerakan kursi di sampingnya cukup mengusik Abimaya yang tengah bermimpi indah, lelaki itu mengangkat kepala mendapati Suta yang sudah duduk dengan mata menatapnya.

Plak!

"Asu! Sakit jidat gue cok!"

"Siapa suruh ngeliatin gue sampe segitunya?!"

"Ya lo kenapa ke kampus nggak nungguin gue dulu? Mana jalan dari pagi, tumben banget, lo ada cicilan tugas?"

"Nggak ada."

"Terus kenapa?"

"Nyari lowongan kerja."

"Emang ada yang buang?"

Abimaya ingin memukul pria itu lagi namun dia lebih memilih untuk diam dan menyandarkan punggungnya pada kepala kursi.

"Gue beneran butuh kerjaan kali ini. Mama nggak mungkin terus ngirimin gue uang karena beliau juga lagi sakit di sana."

"Eh? Tante Riana sakit?"

"Hmm, semalam Ate ngabarin." Suta hanya mengangguk, tidak minat bertanya banyak karena dia mengerti jika saat ini Abimaya tidak ingin bercerita lebih jauh lagi. Lelaki itu menunduk, otaknya mungkin sedang bekerja keras memikirkan jalan keluar untuk masalah yang tengah dia hadapi. Jika saja bisa membantu, Suta pastinya telah membantu Abimaya sejak pemuda itu menginjakan kaki di kota ini, namun Suta pun sama dengannya, hanya saja pemuda itu datang dari keluarga yang lebih baik di banding Abimaya.

Sibuk dengan pikirannya Abimaya sampai tidak menyadari Suta sudah tidak ada di sampingnya, pemuda itu celingukan mencari sosok pendek tersebut namun tidak menemukannya, helaan napas terdengar lagi sebelum akhirnya ia menidurkan kepalanya lagi di atas meja.

Abimaya merasa jam-jam kuliah berlalu dengan lambat hari ini, mungkinkah karena moodnya tengah memburuk? Entahlah, saat ini dia hanya ingin mendinginkan kepala dengan membeli es kopi di kantin kampus.

Selesai membeli es kopi Abimaya mendudukan dirinya di kursi pojok kantin, menyesap minuman coklat kehitaman itu sambil memandang ke arah luar jendela.

"Bi!"

Abimaya menoleh ka arah pintu kantin, Suta di sana tengah berjalan ke arahnya. Lelaki itu tampak lelah melihat ada butiran keringan di dahinya, Abimaya yang memang tidak menyukai pemandangan itu pun memberikan sapu tangan kepada sahabatnya.

"Elap. Jelek banget muka lo."

"Habis lari-lari gue, wajar kalo keringetan."

"Ngapain lari-lari, emang ada yang ngejar?"

Suta memutar matanya malas dengan datar dia menjawab. "Nyari lo lah."

"Ngapain nyari gue?" dengan polosnya Abimaya bertanya.

"Bi, lo butuh kerjaan kan?"

"Lah pake nanya?"

"Kakak sepupu gue lagi cari babysitter buat ngurus anak-anaknya. Lo mau?"

"Gue jadi babysitter?" tanya Abimaya ragu.

"Iya." Suta mengangguk mantap.

Namun hal itu membuat Abimaya menghela napasnya kemudian berucap pelan. "Yang ada tuh anak keburu sawan liat muka gue."

Tercengang, Suta membulatkan bibirnya mendengar pernyataan itu. "Atuh makanya muka lo di vermak dulu, biar manis gitu jangan judes terus." Sejujurnya Suta kesal mendengar ucapan Abimaya yang seolah tidak memiliki kepercayaan pada dirinya sendiri, terlebih Suta amat mengetahui bahwa sahabatnya itu sangat menyukai anak-anak, setiap mereka pergi ke taman menghabiskan waktu akhir pekan Suta selalu melihat Abimaya bergabung dengan anak-anak kecil yang bermain di sana, bocah-bocah itu menikmati waktu bersenang-senangnya bersama Abimaya. Jadi, hal apalagi yang harus dia takutkan?

Mungkin, jadi babysitter adalah pekerjaan yang banyak dikerjaan oleh wanita, namun apa salahnya jika mencoba lebih dulu, kan? Lagipula tidak aneh juga jika sahabatnya itu mengambil pekerjaan tersebut.

"Minat nggak? Kalo nggak gue lempar ke orang lain."

Di sisi lain Abimaya pun mempertimbangkan keputusannya. Namun setelah berpikir cukup lama akhirnya dia memutuskan. "Oke, bakal gue coba."

Keputusan itu membuat Suta tersenyum senang. "Oke, gue kabarin orangnya dulu."

"Hmm." Abimaya membiarkan Suta pergi, kembali pada dirinya mungkin inilah jalan satu-satunya yang diberikan dan harus dia ambil. Tidak masalah, kali ini dia harus mengenyampingkan gengsi demi hidupnya sendiri.



- t b c -

Hallo readers!! Apa kabarnya nihhh? Semoga sehat dan bahagia selalu ya. ^^

Aku kembali bawa buku ketiga wehh! Masih dengan mainpair yang sama tentunya, siapa lagi kalau bukan ...... Yep betul, HEEJAY!!!! PERMISI KAPAL LAMA KU MAU BERLAYAR KEMBALI! kangen kapal ini sekali huhu ><

Minat membaca? Silakan, jangan lupa tinggalkan jejak dukungan untuk kami ya. Terima kasih, sampai jumpa di chapter selanjutnya, dadah! ❤

[END] Dolce | HeeJayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang