BAB I

8 2 2
                                    

Rose and Tears

⊙●⊙●⊙

"Kapan kau akan menjalani kehidupan dengan benar?"

Amberlyn Cosette memijat pelipisnya. Kepalanya berdenyut-denyut seolah akan pecah. Dia sama sekali tidak menggubris ucapan seseorang yang ada di depannya dan barisan pelayan yang sudah berjajar rapi di samping tempat tidur siap untuk melayaninya. Gadis itu masih menikmati kasurnya, enggan untuk bangun meskipun cahaya matahari sudah menyorot melalui celah jendelanya.

Amber meringis saat Julliane Cosette; ibu palsunya tiba-tiba menyibak tirai dan mencondongkan tubuhnya untuk membuka jendela, membuat ruangan itu lebih terang dari sebelumnya. Pening yang menyerang kepalanya membuatnya lebih sensitif. Amber kekurangan waktu tidur. Selama seminggu penuh setelah tiga bulan kedatangannya ke dalam dunia novel, gadis itu mengalami gangguan tidur.

Itu semua dikarenakan mimpi buruk yang menyerangnya sesaat setelah dia memejamkan mata. Mimpi itu terus menghantuinya, membayang-bayangi dan membuatnya gelisah sepanjang malam. Mimpi itu juga membuatnya muak sekaligus takut, karena setiap malam yang dilaluinya hanya ada rintihan, keringat, dan rasa mual yang tak tertahankan.

Julliane berdiri bersedekap di dekat jendela. Wajahnya dipenuhi dengan kekesalan mengamati ketidaksopanan putrinya. Sang ratu menghela nafas lalu dengan terpaksa berjalan mendekati tepi ranjang.

"Kau sangat kurus," ucap Julliane dengan nada menyindir. Dia duduk dan mendengus saat matanya melihat penurunan penampilan sang putri kerajaan. "Bagaimana kau akan menjadi ratu di masa depan jika sampai saat ini saja kau tidak bisa mengurus dirimu sendiri?"

Julliane mengangkat lengan Amber yang telanjang dan mengamati bisep gadis itu. "Ini bahkan semakin mengecil dari sebelumnya." Dia menggeleng dengan khawatir. Lengan Amber terlalu lembek seolah hanya dibentuk dengan tulang dan sepotong daging tanpa ada kekuatan di dalamnya.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Kau harus segera bangun."

Julliane melepaskan cekalannya yang kemudian membuat lengan Amber memantul pada kasur. Wanita itu kemudian menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuh gadis yang menurutnya sakit itu dan menyingkirkannya sampai terjatuh ke lantai.

Amber terlonjak saat kipas yang dibawa Julliane menyodok pinggangnya dengan keras. Gerakannya yang tiba-tiba seolah hampir bisa meretakkan tulang rusuk Amber yang sedang dalam kondisi lemah.

"Tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. Martha, bawakan sarapannya segera."

"Baik, Yang Mulia."

Amber bersandar kemudian menelan ludah saat Martha bersama rombongannya membawa troli yang berisi makanan penuh. Sajian itu berisi menu sarapan untuknya, terlihat segar dan menggiurkan. Namun hanya roti dengan asap mengepul lah yang berhasil menarik rasa lapar Amber. Masih hangat dan aroma harumnya menggelitik hidung, membuat perutnya nyaris mengeluarkan suara rongrongan. Amber kelaparan seolah air liur akan jatuh dari sisi bibirnya jika tidak segera dilap.

Pagi ini berbeda dari pagi sebelumnya, makanan-makanan itu tidak membuat Amber sesak dan risih. Dia juga tidak merasa mual ataupun pusing menghirup aroma yang bercampur itu. Kemarin acara mogok makannya yang tidak sengaja membuat Alice, pelayan pribadinya gelisah dipenuhi kekhawatiran.

Kejadian itu masih menyangkut dengan mimpi buruknya. Selain insomnia, penyakit gangguan makan juga ikut menyerangnya. Amber hanya sanggup minum air dan makan bubur. Itupun tidak sampai menetap lama di lambungnya, karena sesaat setelah menelan, Amber memuntahkan kembali makanan itu keluar. Berulang-ulang sampai mereka memanggil hampir semua dokter yang ada di kerajaan.

Rose and TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang