One Shot AU - Counting Days

563 42 0
                                    

SUMMARY:

Ketika badai telah berlalu, dan langit menjemput pelangi; mereka berburu pakaian formal untuk pernikahan di akhir hari...

• • •

"I never expect this day will come," gumam Jimmy di depan cermin, dengan pakaian formal pilihannya.

Entah berkata demikian tertuju pada siapa. Mungkin, pada udara yang saat ini merasuki atmosfer hingga ketenangan bisa dirasa. Atau bahkan, kepada dirinya sendiri, menatap refleksi perawakan tubuh tegap dibalut jas formal warna biru--ah, tidak juga biru sebenarnya--tapi Jimmy suka, karena meski begitu, warna itu adalah favorit sang kekasih yang serupa samudra perihal nama, gelagat, dan seluruh eksistensinya.

Ya, jika dipikir-pikir, memang kalimat itu tertuju padanya. Bahwa tak dirasa, hanya perlu menghitung jari, hari besar dirinya dan Sea akan tiba. Hari yang di awal perjumpaan sangat dihindari, disangkal, ditolak mentah-mentah tanpa keraguan sedikit pun di hati keduanya. Hari yang tak disangka kemudian waktu akan ditunggu, diharapkan, dan diwujudkan dalam bentuk janji suci di atas altar. Hari pernikahan antara dua insan yang di awal berupa takdir buatan, malah justru menjelma asmaraloka.

Ah, hati Jimmy berbunga-bunga. Tak lagi disembunyikan senyum manis, walaupun sedang menatap bayangan sendiri di depan cermin. Dia bukan narsis, melainkan bentuk terima kasih karena telah bertahan hingga kini. Bertahan melewati bahtera bencana alam yang mengarungi bumi lautan di sekitar mereka. Dan juga kepada Sea, yang masih ada di sini; di hati dan pikirannya selalu, tak pernah lelah meredupkan volkano dalam dirinya hingga kembali seperti semula.

"Kak Jimmy." Sebuah suara memecah keheningan fitting room. Datang dari arah belakang, yang perlahan menampakkan diri dalam wujud manusia. "Senyum-senyum sendiri, mikirin apa hayo?"

Tentu saja, vokal halus itu meraih perhatian yang dipanggil dengan mudahnya. Kedua mata otomatis berbinar—walau ia juga tak sadar melakukannya—namun hati tak bisa menolak. Terdapat degup yang muncul beraturan, ritme begitu lembut, di kala mendapati sosok kekasih hatinya dengan balutan jas berwarna cokelat tua. Lengkung sabit khasnya terlukis seperti biasa, hingga kedua netranya hilang sejenak dari peradaban. Manis, sangat manis, pikirnya.

"E-Eh, Kak..."

Kelopak mata Jimmy berkedip. Rupanya, pujian itu tak hanya tercuap dalam pikiran. Tapi juga bibirnya ikut andil menyuarakan. Bisa dilihat, ketika si lelaki samudra berdiri tepat di belakangnya, hanya tersisa beberapa langkah saja, kedua pipi Sea merona hingga terbawa sampai cuping telinga. Dia salah tingkah; berdiri saja terasa canggung—atau entahlah, bingung mendeskripsikan—sambil sebelah tangan bermain dengan kancing jasnya sendiri.

"Maaf, maaf." Jimmy terkekeh, sudah sepenuhnya menoleh pada sang kekasih. "Aku cuma... terpesona sama kamu. You look amazing."

"Kakak juga kok! Tapi..." Jari-jari Sea memanggil supaya sang dokter mendekat ke arahnya. "Sini sebentar."

Jimmy—seperti biasa—menurut. Dia tahu, si pemuda lautan bisa menyadari sesuatu yang luput dari kerapian berpakaiannya. Setiap waktu. Setiap saat. Sepersekian detik, Sea selalu menyadari. Membuat sang dokter mengalami deja vu untuk yang sekian kalinya. Tapi, inilah yang menjadi sikap favorit dari Sea. Sebab setiap momen ini kembali menghampiri, Jimmy punya waktu sejenak menatap wajah yang terkasihi.

"Kamu percaya beberapa hari lagi kita menikah?"

"Of course, I do, Kak. Buktinya, sekarang lagi hunting baju bareng."

"Bagus deh. Keep that answer for me ya?"

"Hm?" Sea terdiam sejenak. Untung sudah selesai merapikan bagian kusut di kerah milik Jimmy. Menatap kedua mata sang kekasih, dia membaca sebuah permainan yang mungkin saja akan diluncurkan. Maka Sea hanya menanti, kalimat apa lagi dari Jimmy yang mampu membuat hatinya bermekaran bagai musim semi. "Jawaban... apa?"

Helaan napas tercipta. Lantas, runtutan kalimat tak terlupa dari momen sebelum pernikahan mereka meluncur begitu mulus. Tanpa perantara, tanpa rencana. Semua serba spontanitas belaka yang berawal dari refleksi diri di cermin, mengingat hari pernikahan, dan raut wajah pemuda serupa lautan yang begitu dipuja-puja sang dokter penuh cinta.

• • •

"Please, say 'I do' when I ask you to take me as your husband and stay together for the rest of lifetime, in our own little place called 'home'."

END OF EPISODE 5

KAK J & OCEAN BOY • jimmyseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang