berduka

11 4 0
                                    

temanku, izinkan aku menulis sepenggal ceritamu. ketika kamu dengan teganya meninggalkan kami semua pergi. 


***

pagi ini ia dikejutkan dengan suara ibu yang nampak histeris. ada apa? biasanya hanya berdeham? batin Ussyi masih setengah sadar. Kepalanya pusing. Mimpi buruk menyapanya pagi ini. Buruk sekali. hingga semangatnya yang tinggal setengah karena mendengar ledekan kakak sulungnya itu sekarang telah resmi hilang sepenuhnya. ussyi kemudian mengumpulkan kesadarannya. ketika berhasil mencerna apa yang baru saja ibunya katakan, Hatinya mencelos. tangisannya pecah seketika itu juga. Bahunya bergetar hebat. tidak menyangka hal ini terjadi. cepat sekali. 

***

"Ussyi, bangun nak. mbak bangun, temenmu yang pamit pulang kemarin lusa, niatnya hari ini balik pondok malah kecelakaan sama bapaknya. yaa allah mbakk sampean iki ngga bangun-bangun." ucap ibu panik sambil terus mengoyang goyangkan tubuh Ussyi. "Dia meninggal di tempat." Tepat ketika kalimat terakhir dilepas oleh ibu, Ussyi seketika sadar apa yang baru saja ia dengar. Dan tentunya ia tahu, siapa yang pamit pulang tempo hari yang lalu. 

sekarang ia disini. ditengah-tengah gemuruh tangisan dan ratapan. Di aula pondok putra. Sholat ghaib dilaksanakan. semua menatap seakan tidak percaya, tapi realita memaksa untuk percaya. Setelah ini, Ussyi dan teman-teman satu angkatan akan bertolak kerumah duka. menuju rumah almarhumah Aruni. dialah orang yang pamit pulang tempo hari yang lalu, untuk mengurus berkas-berkas yang akan dikirim di SMA impiannya kelak. Andai Ussyi tahu maksud dari kata pamitnya tempo hari yang lalu adalah ini, Ussyi bisa mencegahnya agar ia tetap di pesantren. namun itu percuma. semua hanya berakhir dengan kata andai.

tepat seminggu yang lalu...

hujan yang cukup deras mengguyur sekitar jam 18.00. waktunya ngaos diniyah. tapi Ussyi malas sekali untuk pergi. selain  becek juga licin, lembab pula. membuat sisi kebo Ussyi muncul. dan ia berakhir menonton TV di ruang tengah, masih dengan baju diniyah yang rapi.  detik kemudian, terdengar suara langkah kaki menuju pintu dapur belakang. terlihatlah siapa orang itu. Eksistensi Aruni tertangkap mata Ussyi. Ia sedang memegang payung dan membawa gayung. pasti dari toilet. tebak Ussyi.

"mbak, ayo diniyah tak payungi. maya yang nyuruh sekalian aku habis dari toilet." katanya sambil sengaja melirihkan suara, takut-takut jika ibu menyadari  ada seseorang dari arah dapur.

buru-buru Ussyi mengambil kitab yang akan dipelajari  malam ini. kemudian bergegas menuju ke arah Aruni. Meraih bahunya kemudian Ussyi berkata "ayo ar". lalu keduanya berjalan beriringan dibawah naungan payung yang sama. pada malam yang berhujan. tepat seminggu yang lalu...

Tapi kini ia tak menemukan senyum itu lagi. Tak mendengar suara itu lagi. Tidak bisa menjahilinya sekedar menempelkan tulisan "aku gila" di punggung belakangnya.  Sekarang ia tergolek lemah tak berdaya di dalam keranda, terbungkus hangat kain kafan. namun nanti, ia akan sendirian dimalam yang berhujan dan dingin dibawah tanah sana. Ussyi kembali menatap tanah yang menggunung dan masih merah itu. tangisannya kembali pecah. Mengingat instastory Aruni pagi tadi. tepat jam 05.00 dengan kerudung pastel, kemeja hitam kotak-kotak, dan memakai rok hitam berpose ala selfie mirror  dengan fitur boomerang menampilkan dirinya yang telah siap untuk segera kembali ke penjara suci. menyeesaikan apa yang belum selesai. namun takdir memaksanya untuk mengakhirinya dengan lebih cepat.

Apapun kata takdir, maka semua hamba tidak bisa menolaknya ataupun menundanya. Tak semudah konsep sunrise dan sunrise. kata takdir, ia bisa pergi pada sore hari menjelang malam dan berjanji untuk kembali ketika pagi sudah menyapa di ufuk timur. tidak semudah itu.

Tapi ini tentang kematian. Yang kata takdir, jika seseorang itu pergi maka ia tidak akan bisa kembali ke dunia hingga waktunya sang kuasa membangkitkan semuanya kembali.

Tak terasa matahari sudah sedikit condong kearah barat. Waktunya kembali ke pesantren. Dengan langkah gontai, ussyi dan teman-teman bertolak dari rumah duka menuju pesantren kembali. menaiki bus mini yang sengaja disewa untuk ini. Ussyi sengaja menolak ajakan abah untuk menaiki mobil saja, karena ia ingin bersama teman-temannya untuk saat ini.

Tidak ada percakapan selama perjalanan pulang. hanya terdengar tarikan napas yang terkadang menjadi sangat panjang dan berat. hanya menyisakan atmosfer keheningan yang mencekam. 

Tak terasa bus mini yang mereka tumpangi sudah mulai memasuki gapura pondok dan sebentar lagi akan memasuki halamannya. setelah melewati satu setengah jam perjalanan. Satu persatu mulai turun dari kendaraan, disusul Ussyi kemudian Maya mengikuti. 

langkah Ussyi sedikit berbeda. tidak menuju arah kawasan pondok putri, melainkan menuju kearah jalan utama menuju rumahnya. Dia mengatakan kepada Maya bahwa kepalanya pusing dan ia ingin langsung tidur dirumah. Maya mengangguk, mengerti. 

Ussyi berjalan dengan langkah yang masih gontai. Membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. Dan matanya tentu melihat dengan jelas eksistensi abah yang sedang menonton TV di ruang tengah. pasti sudah sampai dari tadi. tebak Ussyi. Lalu Ussyi menanyakan dimana ibu berada. Ternyata sudah tertidur di kamar adiknya, dan tentu saja tidur bersama adiknya. Kemudian ia menuju kekamarnya sendiri yang terletak disamping kamar adiknya. membukanya. Dan langsung menghempaskan diri di kasur empuk miliknya. ia tak langsung tidur. pikirannya kembali melanglang buana. memikirkan apakan is bisa menyelesaikan masa SMA nya hingga semester akhir selesai. ataukah seperti aruni yang tinggal melewati beberapa ujian sekolah saja, ia tinggal pergi. Sia-sia.

Ussyi tidak bisa membayangkannya. Meninggalkan semua orang yang ia sayangi. dan berakhir sendirian. hanya amal baiknya yang selama ini bisa menemaninya di akam kubur. namun apakah amalnya cukup?. selama ini ibadahnya pun pas-pasan. Ussyi menangis lagi menyadari hal itu. 

takdir seseorang tentang kematian dan jodoh tiada seorang pun yang tahu. tiada seorang yang mampu mencuri berita dari langit kemudian membocorkannya kepada semua orang. tiada seorang pun yang bisa. Ussyi menguap, lalu bangkit dari kegiatan rebahannya. Untuk mengganti pakaian yang ia pakai saat ini dengan pakaian yang lebih santai dipakai didalam kamar. ia memilih daster berwarna salem di bawah lutut, dan menanggalkan kerudungnya ketika berada di kamar sendirian. ia tak berbohong soal kepalanya yang pusing kepada Maya. ini efek dari bangun tidur tadi pagi yang tidak nyaman. ia ingin segera terpejam. Berharap pusingnya akan hilang ketika ia bangun nanti. ia pun mulai terpejam, napasnya sudah mulai teratur, menandakan bahwa ia telahmenyusuru alam mimpi.

namun, diam-diam ia telah memutuskan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. sebuah keputusan besar.

bersambung... 


patah hati terhebat bagi seorang hamba ialah ketika terlampau mencintai dunia dengan segala yang fana, hingga kematian telah meminangnya dengan melepas pangkat  keduniaannya.

_KH. Ahmad zuhdiannor

***




Ussyi NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang