obat dari trauma

19 3 0
                                    

langit sore yang temaram telah tergantikan. menjadi langit sore yang penuh bintang.Sejak kejadian mengemas barang tadi, Ussyi memilih untuk masih disini. Sekalian makan sore dan jamaah sholat maghrib di mushola pondok putri. Setelah itu, sesuai jadwal sehari-hari, selepas jamaah sholat maghrib, mereka akan pergi ngaos diniyah. Sejak naik kelas sembilan ini, tempat yang digunakan ngaos sedikit istimewa. yaitu berada di aula pondok putra dan tentunya satu kelas dengan santri putra satu angkatan. 

awalnya, Ussyi pikir ini kek ada manis-manisnya gitu, ternyata salah. Makin dijalanin makin lama eh pada caper ngga jelas, banyak yang tiba-tiba jadian, surat-suratan di buku gelatik isi 100 lembar? ah sudah biasa. makanan sehari-hari Ussyi melihat pemandangan yang seperti itu. untung saja Ussyi orangnya ngga cepuan. Ussyi pernah bilang.

"kan yang punya tugas itu pengurus, males ah ikut campur. tugas ku itu cuma lihat aja, orang yang bermasalah tadi diomongin baik-baik tanpa ngelaporin. kalo pengurus tahu, terus orang itu di ditakzir ya aku alhamdulillah malahan hahaha. aku disini tuh cuma cucu dari yang punya pondok ini dulu, hanya bagian kecil yang beruntungnya tak sengaja terselip di antara keluarga ndalem." Lalu pasti Maya akan berkata, halah mbak...merendah terus untuk meroket. lalu mereka tertawa bersama. 

Sejak tadi, mood teman-teman Ussyi sudah berangsur-angsur membaik. mereka sudah bisa tertawa seperti biasa. Namun tak berlangsung lama, ketika diniyah belum dimulai_karena gurunya belum datang_salah satu seseorang dari seberang papan pembatas (antara laki-laki dan perempuan) menyinggung tentang Aruni lagi. 

Tentu teman-teman Ussyi sedikit terganggu. pasalnya, mereka mati-matian melupakannya dan mencoba untuk berdamai dengan keadaan. Namun dengan seenak jidat dia membicarakan lagi orang yang sudah tidak ada lagi bersama mereka. Ussyi menahan diri agar tidak berteriak mengumpat disini. jangan, nanti mereka semua tercengang dan pingsan hihihi.

Kabar baik, mereka diam ketika ustadz sudah datang memasuki kelas. Ussyi bernapas lega, begitupun teman-temannya yang lain. Namun itu juga tak berlangsung lama. sebab ustadz yang datang tadi tak lupa menyinggung soal Aruni. Walau hanya sekedar ucapan belasungkawa kepada mereka teman-teman yang ditinggalkan, namun lebih baik jika itu tidak diucapkan. 

Ussyi mengambil napas berat, lalu mengeluarkaannya. "udahlah tadz, jangan diingetin lagi" batin Ussyi berteriak. 

Kejadian ini berlangsung selama kurang lebih seminggu kedepannya. Dikelas sekolah entah dikelas diniyah, setiap ganti guru atau ganti mata pelajaran tak pernah absen guru-guru menyapa anak semester akhir itu dengan kata-kata belasungkawa. Semakin menambah stres saja menjelang ujian akhir. 

Akhirnya acara permove on an berakhir GAGAL TOTAL.

Jujur saja, Ussyi sebenarnya juga merasa gagal. gagal untuk menenangkan teman-temannya dan gagal untuk menenangkan dirinya sendiri. kadang-kadang ia kelimpungan sana-sini. Entah kenapa, ia merasa seperti akan menyusul Aruni saja. perasaan itu muncul secara tiba-tiba. membuatnya kadang-kadang tidak nafsu makan, kadang seperti sesak napas, juga kadang merasa mual ketika ia mengingat kematian. Selalu merasa kematian itu sangatlah dekat dengannya. mungkin nanti atau besok, kedua-duanya sama-sama mungkin.perasaan itu telah menghantuinya bahkan berbulan-bulan setelah kepergian Aruni. bahkan ketika teman-temannya sepertinya sudah mulai melupakan itu. 

dan lagi-lagi insomnia...

Entah kali keberapa Ussyi keluar kamar untuk sekedar minum air putih. sebab sejak tadi, ia terus-terusan berkeringat dingin, dan karena ia terlalu banyak minum air putih, ia pun berulang kali keluar masuk kamar mandi. perasaan itu muncul lagi. membuat jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat dari biasanya.

"mbak.." sebuah tangan mendarat sempurna di pundak kanan Ussyi, membuat sang empunya terkejut bukan main.

"eh ibu ngapain? kok belum tidur?" tanya Ussyi basa-basi. terlihat keringat dingin masih bercucuran di pelipisnya sontak menarik tangan ibu untuk menyentuh pelipis itu.

" kak, kenapa? kakak sakit? " jelas sekali raut wajah khawatir ibu, sambil tak henti-hentinya menyentuh pelipis yang berkeringat dingin itu. Lalu hanya dibalas gelengan kepala oleh Ussyi. 

" jangan bohong kak..." ibu berkata dengan tegas.

" buk, kakak masih keinget Aruni terus. setiap sekolah, diniyah, ngga pernah absen tuh guru-guru ngingetin dengan cara ngucapin belasungkawa. yang sabar lah, turut berduka cita lah. kakak sama temen-temen yang mau move on gagal lah jadinya." Ussyi menjeda sebentar kalimatnya, terihat raut wajah ibu menyuruhnya untuk segera melanjutkan cerita.

"terus nih bu, kakak ngerasa agak aneh gitu, kakak takut kalo tiba-tiba kejadian yang dialami Aruni kejadian juga di diri kakak. kakak takut. Kakak belum cukup bekal. setiap mikirin itu pesti langsung keringet dingin kayak gini bu" tutur Ussyi panjang lebar.

"Astaghfirullah kak, inget mati itu gapapa, baik malahan. karena inget kematian itu, inget allah juga. minta ampun sama allah karena sewaktu-waktu kita semua bisa di panggil oleh-Nya. tapi jangan terlalu. allah kan ngga suka sesuatu yang berlebihan . dan satu lagi, berarti kakak belum deket nih sama allah. buktinya kakak masih takut mati. takut mati itu hanya diperuntukkan bagi orang yang jauh dari allah. jadi mulai sekarang, dikencengin lagi ya kak ibadahnya sama allah. biar sewaktu-waktu jika panggilan itu datang , kakak udah punya bekal yang cukup." Nasihat ibu diserap habis oleh Ussyi. membuatnya seketika tenang dan perasaan itu lama-kelamaan hilang bersamaan dengan pelukan hangat yang semakin erat.

" Udah kak, ayo tidur, udah malem banget ini" ucap ibu, lalu di balas dengan gerakan naik turun kepala Ussyi. belum lama mereka berjalan, lalu ibu membuka suara lagi. 

" oh ya kak. nanti, di kehidupan selanjutnya, jangan lupa ajak ibu masuk surga ya. ajak semuanya juga. kita kumpul satu keluarga lagi di surganya allah"

"insya allah komandan" jawab Ussyi sambil meletakkan tangan kanannya menyentuh ujung alis. Hormat bak tentara terlatih. lalu keduanya tertawa lirih mengingat semua anggota keluarga sudah terlelap menyusuri alam mimpi. 

Ussyi sudah masuk kedalam kamarnya sendiri. kamudian merebahkan tubuhnya menuju kasur nyaman miliknya. kemudian ia tersenyum, menatap langit-langit kamarnya yang putih. dan berharap dalam hati, semoga keputusannya kali ini tidak salah. perlahan tapi pasti, Ussyi mulai mencoba untuk menutup matanya. tidak ada lagi pikiran negatif yang mengganggu dirinya. Hanya tersisa rasa tenang yang kian mengaliri hatinya. memenuhi rongga dada. karena rasa gelisah itu, telah diserap habis oleh energi positif ibu, dengan kata-kata yang lembut, yang berhasil menyihir dirinya. menjadi obat dari secangkir trauma.

Bersambung...

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ussyi NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang