Perlahan-lahan, pandanganku mulai jelas. Pusing akibat setruman stun gun masih membekas di kepalaku, tapi begitu kesadaran penuh kembali, aku merasakan sesuatu yang jauh lebih mencengangkan—kedua tanganku terikat, telanjang dari pinggang ke bawah. Angga berdiri di atas tubuhku, wajahnya dingin namun matanya bersinar dengan kegilaan yang mengancam.
"Sudah bangun?" tanyanya, suaranya rendah dan tajam. Tangan besarnya tiba-tiba mencengkeram leherku, mencekik dengan cukup keras untuk membuat nafasku tersendat.
"Ayah minta maaf," bisikku, suaraku nyaris tak terdengar, patah-patah di antara desahan lemah saat aku berjuang untuk bernapas.
Tapi Angga hanya tertawa pelan, penuh ejekan. "Minta maaf tidak cukup," jawabnya dingin, lalu menarik napas dalam-dalam, seolah menikmati setiap detik kontrol yang dia pegang sepenuhnya. "Sekarang, terima hukumannya."
Sebelum aku sempat merespon, dia menyumpal mulutku dengan selembar kain, menghilangkan kemampuanku untuk berbicara—bahkan berteriak pun tak mungkin. Aku hanya bisa mengerang pelan saat dia mulai menggenggam penisku, mengocoknya dengan kasar. Di luar kendaliku, tubuhku merespon, penisku mulai menegang di tangannya. Panas dan malu menjalar ke seluruh tubuhku, tapi aku tak bisa menghentikan apa yang terjadi.
Angga bergerak cepat, seolah dia telah merencanakan semua ini sejak awal. Saat aku melirik ke samping, aku melihat tumpukan alat-alat di sebelahnya—peralatan yang entah apa saja isinya, tapi jelas dia mempersiapkan segala sesuatu untuk 'hukumanku.' Sementara itu, penisku terus dikocok tanpa henti, setiap gerakan tangannya seperti siksaan yang membuat tubuhku tak kuasa menahan reaksi alamiah.
Kemudian, dia berhenti sejenak. Angga mengambil benda kecil dari tumpukan alat itu. Benda itu berwarna hitam, jauh lebih kecil dibanding vibrator yang tadi digunakan di bioskop. Mataku terbelalak saat dia mengarahkannya ke lubang kencingku.
Angga kemudian perlahan memasukkan sounding rod ke dalam uretraku, setiap sentimeter terasa seperti siksaan, dingin logamnya menusuk, rasa sakit yang semakin menyebar, tapi aku tak bisa melawan dengan tangan terikat. Dia terus memaksaku menikmati permainan ini, menambah pelumas, bergerak keluar masuk dengan kejam, dan menuntut kepatuhanku. Setiap dorongan logam terasa seperti api di dalam, hingga akhirnya dia menyetrumku dengan stun gun, memaksa tubuhku menerima lebih banyak rasa sakit, lebih banyak kehinaan. Dia memasangkan chastity ring, mengunci penisku dengan dingin logam yang tak bisa kulepaskan, hanya mengundang penderitaan lebih dalam. Angga pun akhirnya puas.
"Cepat istirahat," katanya tegas, matanya menyipit seolah memperingatkanku untuk tidak melawan. "Besok kerja, dan ada jadwal shooting video pxrno."
Aku mengangguk perlahan, tahu bahwa aku tak punya pilihan lain selain mengikuti perintahnya. Angga meninggalkanku dengan seringai puas di wajahnya, menutup pintu kamar dengan dentingan yang terdengar terlalu keras di telingaku.
Aku berdiri, tubuhku terasa lemas, langkah-langkahku berat saat aku menuju tempat tidur. Kaki gemetar setiap kali menyentuh lantai dingin, setiap langkah mengingatkanku pada penisku yang terjebak dalam cengkeraman chastity ring itu. Akhirnya, aku meraih selimut, menariknya hingga menutupi tubuh telanjangku, mencoba mencari kenyamanan dalam situasi yang terasa begitu salah. Tubuhku terasa lelah, pikiran kusut, dan tanpa sadar, aku mulai menyanyikan sesuatu yang dulu sering kudengar.
***
Pagi harinya, aku pun segera bergegas untuk pergi ke kantor. Tubuhku terasa sakit sekali, bahkan ketika mandi aku merasakan sedikit perih di sekujur tubuhku. Ditambah lagi chastity ring yang mengganggu kenyamanan penisku ini. Terasa sesak penisku karenanya.
Sesampainya di kantor tempatku bekerja, aku sama sekali tidak bisa fokus dan pekerjaanku sedikit kacau. Sialnya lagi, aku mempunyai jadwal nge-gym bersama teman-temanku sore ini. Mau tidak mau aku harus nge-gym bersama dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Slave, Dad!
Ficção GeralWarning 21+ [Muscle Bottom] Mohon jadi pembaca yang bijak. "Kisah Angga yang jatuh cinta dengan Ayahnya sendiri. Namun Angga memiliki fantasi berupa BDSM. Apakah Ayahnya menerima cinta dari Angga, dan snggup melakukan BDSM dengannya? Semuanya akan d...