05 • Punish Me

8.6K 154 14
                                    

Pagi harinya aku bangun lebih awal, tubuhku terasa sudah membaik. Lalu aku perhatikan Angga, dia masih tertidur pulas di kasurku. Lantas aku menarik selimut untuk menutupi tubuhnya agar Angga tidak kedinginan.

Kemudian aku memutuskan untuk mandi, karena hari ini aku kembali masuk kerja. Air mengguyur tubuh atletisku, aku gosok seluruh badanku dengan sabun mandi. Ketika mandi aku kerap memperhatikan penisku yang masih terkunci oleh chasity ring milik Angga. Rasanya risih sekali, karena aku tidak bisa tegang maksimal.

Anusku pun tak luput aku bersihkan, dengan sedikit menungging aku membersihkan anusku. Digosokkan lah jariku pada belahan pantatku. Lalu entah mengapa aku mulai terangsang dengan sentuhan jari-jariku.

Aku memberanikan diri untuk menusukkan jariku ke dalam lubang anusku. Ketika jari telunjukku berhasil masuk ke dalam lubang anusku, rasanya sedikit sakit. Entah mengapa rasanya berbeda dengan tusukkan jari milik Angga.

Lalu perlahan tapi pasti aku mulai menggerakkannya maju mundur di dalam anusku. Aku sedikit meringis karenanya. Tak terasa cukup lama aku melakukan hal ini dan sama sekali tidak menikmatinya. Alhasil aku menghentikannya dan melanjutkan untuk mandi.

Setelah selesai aku pun mengeringkan badanku dengan handuk dan mulai berganti pakaian.

Angga masih saja tertidur di kasurku. Aku pun membangunkannya untuk sarapan. Sebelumnya aku sudah membeli sarapan di aplikasi online.

Ketika kita berdua sedang menikmati sarapan, Istriku tiba-tiba pulang ke rumah. Tanpa basa-basi dia langsung meminta surat perceraian yang sudah aku tandatangani pada Angga.

"Angga, suratnya sudah ditandatangani belum?" Tanyanya.

"Sudah," jawab Angga dengan singkat.

"Cepat berikan pada Ibu!"

Angga pun mengambil surat tersebut dan segera memberikannya pada Istriku.

"Sigit, tolong kerjasamanya. Nanti jika ada undangan ke pengadilan kamu harus hadir," ucap istriku.

Aku sedikit terkejut, karena untuk pertama kalinya selama kita menikah dia hanya memanggilku Sigit, biasanya dia memanggilku dengan panggilan Mas Sigit.

"Iya, nanti kabarin saja kapan saya harus hadir," jawabku sedikit lesu.

Dirasa keperluannya sudah beres, istriku langsung pergi dari rumah. Aku pun sedikit lesu karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan Istriku. Padahal kita selama 20 tahun lebih sudah berusaha menjaga kelanggengan hubungan ini.

Aku pun seketika menatap Angga, karena dia yang menjebak ku untuk menandatangani surat perceraian itu.

"Puas kamu sekarang? Ayah dan ibu akan bercerai," tanyaku pada Angga.

"Iya, Angga sangat puas."

Mendengarnya aku menghampiri Angga dan langsung meluapkan amarah kepadanya dengan menampar wajahnya sangat keras. 'PLAK'. Reaksi Angga hanya tersenyum dan tidak nampak marah ketika aku menamparnya.

"Kalian berdua sudah ditakdirkan untuk berpisah. Terima saja kenyataan itu," cletuknya.

'PLAK' Tampar ku lagi pada wajahnya. Kali ini Angga terlihat marah.

"Ah, sakit juga tamparan tangan Ayah."

Angga menghampiriku dan langsung meremas selangkanganku dengan tangannya.

"Ayah akan mendapatkan balasan yang setimpal karena sudah menamparku," ancamannya.

Aku pun langsung menepis tangannya, dan mendorong Angga dengan sekuat tenaga hingga membuatnya tersungkur di lantai. Lalu aku pun memutuskan untuk bergegas pergi bekerja, karena sudah muak dengan tingkah laku Angga. Padahal tadi pagi aku mulai nyaman dengannya, namun ucapannya kali ini benar-benar membuatku geram.

Be My Slave, Dad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang