Bab 3 : Kebakaran Saranjana

242 61 0
                                    

Tidak seperti Lodaya dan Bodas yang bisa diajak bicara, Garuda lebih seperti burung yang jinak. Ketika aku bersiul, ia langsung datang dan menghampiriku.

Menungganginya tidak jauh berbeda dengan kuda. Saat ini aku di sebuah istana pemilik pilar ke-enam. Laut kidul.

Walau aku berdarah Indonesia, aku lebih lama hidup di Jerman. Aku kembali ke Indonesia hanya sesekali saat liburan.

Kupikir membaca cerita mitos di Indonesia adalah hal konyol yang pernah kulakukan. Tak ada yang percaya hal gaib di Jerman sana. Siapa sangka kali ini ada gunanya juga.

Saranjana, Pulomas, Wentira, Padjajaran dan Padang 21 juga merupakan kota mitos dalam urban legend. Jika aku tidak pernah kemari sebelumnya, aku juga akan percaya ini mitos.

Termasuk Laut kidul. Lautnya memang ada, tapi istana yang ada di depanku tak semua orang percaya memang ada.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam istana megah yang mengapung di atas lautan. Setiap dindingnya terbentuk dari pahatan kristal giok berwarna hijau.

Sampai di gerbang, beberapa penjaga menyilangkan tombaknya. Melarangku masuk. Aku melakukan salam yang pernah dilakukan neneku. Walau hanya gerakan sederhana, itu seperti tanda pengenal bahwa aku adalah bagian dari wilayah gaib ini.

"Siapa yang ingin kau temui?" Tanya salah satu penjaga berkumis.

"Aku cucu dari Maharati. Pertemukan aku dengan Ratu Kadita". Pintaku.

Para penjaga saling bertatapan. Masih enggan membukakan jalan untuku. Tak lama kemudian, suara dari belakang mengalihkan perhatianku.

"Biarkan nona ini masuk. Dia tamuku". Suara indah nan lembut mengalun. Kedua penjaga membukakan jalan padaku.

"Masuklah.. " ujar penjaga.

Aku menatap wajah Ratu Kadita. Dia amat sangat cantik. Rambut hitam legam sepunggung. Mata biru kehijauan yang jernih. Kulit putih langsat khas indonesia serta lesung pipit yang menawan.

Ia mengenakan gaun kebaya hijau dengan selendang kuning. Ia tak mengenakan mahkota apapun. Rambutnya terurai dengan jepit bunga yang terbuat dari kristal hijau.

Menurut Lodaya dan Bodas, selama ini ia yang menjaga lima pilar lainnya. Walau tanpa mahkota, dia punya kuasa yang luar biasa.

Aku berjalan mengikutinya. Dia duduk di singgasananya sambil tersenyum padaku. Dia lebih anggun dari keluarga lerajaan manapun yang pernah kutemui.

"Melihatmu datang dari arah Padjajaran, apa kau sudah bertemu dengan Tuan Lodaya dan Bodas?" Tanya sang Ratu.

"Benar, Yang Mulia?"

Aku bingung harus memanggilnya apa.

"Kadita. Panggil aku seperti nenekmu memanggilku"

Aku tersenyum. Aku tak terbiasa dengan keluarga kerajaan manapun. Memanggil nama kupikir lebih nyaman.

"... Kau pasti sudah tahu maksud kedatanganku. Saranjana. Kotanya di penuhi oleh api. Apa kau bisa membantuku?"

Ratu Kadita menghela nafasnya. Ia menggeleng.

"Aku tidak bisa melakukannya. "

"Apa? Nona Kadita... jika Saranjana hancur, maka para wanita yang tinggal disana akan berpindah ke arah Barat atau timur.

Kau pasti tahu kalau wanita Saranjana adalah pemangsa. Itu akan mengacaukan keseimbangan dunia ini" . Jelasku.

Ratu Kadita memejamkan matanya. Ia bangkit dari kursinya. Menghampiriku.

WENTIRA : Story of Unknown LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang