Bab 5 : Kujang Siliwangi

208 53 0
                                    

Sudah kuduga. Ini tak akan mudah. Kepala Suku Mante menolaku.

"... dari mana saja anda wahai nona Juru Kunci? Dua puluh tahun berlalu, kau.. meninggalkan kami. Bagaimana aku bisa mempercayaimu seperti kami mempercayai nenekmu?"

Aku terdiam. Bukan salah mereka kecewa padaku. Tapi, bukan salahku juga yang terlambat menyadarinya. Pewarisan Juru Kunci ini diluar sepengetahuanku.

"Aku kembali" jawabku.

"Aku kembali untuk memulai semuanya. Dua puluh tahun yang lalu, seorang gadis berumur lima tahun memangnya tahu apa? Aku bahkan baru tahu takdirku akhir-akhir ini." Tambahku.

Kepala suku Mante masih terdiam. Wajahnya datar. Taringnya menonjol dari bibirnya. Ia menatapku dengan waspada.

"Kami kehilangan banyak ternak. Ada beberapa orang kelaparan dan tak bisa bekerja. Apa yang bisa di bantu kaum kecil dan susah seperti kami?"

"Apa ini pernah terjadi sebelumnya?"

Kepala suku Mante menggeleng.

"Bolehkah aku melihatnya?"

Kepala suku mengangguk. Ia mengajaku ke salah satu ladang ternak mereka. Beberapa kambing terkapar kering. Seolah darahnya terhisap sampai habis.

Aku membungkuk, lalu melihat lubang dua titik di lehernya. Luka gigi taring. Jika hewan buas, ia akan memakan bagian tubuhnya. Tapi yang hilang, hanyalah darahnya.

"Mereka menghilang beberapa hari. Lalu bangkainya kembali dalam keadaan seperti ini" jelas Kepala Suku.

Menghilang?

Aku curiga pada satu hal. Wanita Saranjana. Wanita ramah di siang hari, namun jadi pemangsa di malam hari.

"Wanita Saranjana. Apa kau pernah melihatnya?" Tanyaku.

Kepala Suku Mante mengerutkan keningnya. Ia menggeleng.

"Nona, Wanita Saranjana tak pernah keluar dari Saranjana. "

Aku kembali melihat seluruh area kandang. Ada beberapa jejak kaki mungil yang asing.

"Tidak. Ini memang mereka. Apa menurutmu dia akan tetap diam jika malam hari kelaparan?"

Kepala Suku terdiam. Seolah tertegun dengan penuturanku.

Ada jejak mencurigakan. Para wanita Saranjana atau yang lebih terkenal dengan sebutan Kuyang mungkin baik hati di siang hari. Namun, bagaimana dengan malam hari?

Tempat tinggalnya banyak yang habis terbakar. Tak ada darah hewan untuk makanan mereka. Mereka tak mungkin pergi ke arah Pulomas, karena rakyat Pulomas akan memburunya.

Wilayah Padang 21 adalah sasaran paling mudah.

"Kepala Suku, kumohon. Bantu aku untuk mengembalikan Mustika hijau milik Ratu Kadita. Beri aku kesempatan". Aku memohon dengan sungguh-sungguh.

Kepala Suku memejamkan matanya sejenak. Ia mengajaku ke dalam rumahnya. Lantas ia membuka kotak persegi panjang.

Di dalamnya terdapat sepasang Kujang berwarna hitam. Ia memberikan dua buah kujang itu padaku.

"Kujang ini diberikan pada leleuhurku oleh Juru Kunci pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kujang ini diberikan pada leleuhurku oleh Juru Kunci pertama. Prabu Siliwangi. Dia Seorang Raja yang bijaksana. Ia memberikan dua kujang ini sebagai tanda perdamaian antara Padjajaran dan Padang 21. "

Aku menerima dua kujang teraebut. Walau terlihat tumpul, sisi lengkungnya cukup tajam.

"Kenapa memberikannya padaku?"

"Kujang kiri tebasannya mampu membawa pemiliknya pergi kemanapun dia mau. Sedangkan Kujang kanan tebasannya menghentikan waktu. "

"Terima kasih." Ucapku.

Tapi.. apa ini benar-benar membantu? 

Setelah itu kepala suku berbisik.

"Namun,... kujang ini sangat pemilih. Kononnya tak pernah ada yang bisa menggunakan kekuatannya selain Prabu Siliwangi".

Aku terdiam. Ada memang benda yang seperti itu. Walau meragukan, aku tetap menerimanya sebagai penghormatan.

Sampai kembali ke rumah nenek. Aku penasaran. Kugenggam dua kujang itu. Ku tebaskan kujang kanan ke udara.

Seketika waktu terhenti. Rintik hujan yang jatuh mengapung di udara. Gorden kamar yang bergoyang berhenti. Bahkan nyamuk di depan wajahku tergantung begitu saja.

Aku menatap kujang tersebut. Kekuatannya nyata. Aku mulai mencoba menebas udara dengan Kujang kiri.

Retakan. Aku melihat retakan seperti cermin di depanku. Ketika salah satu retakan terjatuh, aku mengintip celah tersebut.

"Apa-apaan ini.. "

Apa yang kulihat adalah lokasi penyimpanan Daylight Emerland . Aku mulai mengerti. Inilah yang di maksud pergi ke tempat mana saja yang kumau.

Ku tendang retakan dimensi tersebut. Tanpa aba-aba aku langsung mengambil batu jamrud yang akan segera di lelang itu.

Sebelum aku mengambilnya, aku menebaskan kujang kanan. Semua terhenti kecuali diriku sendiri.

"Wah... cheat macam apa ini?"

Aku bisa mengambil Daylight Emerland  dengan mudah. Setelah mengambil barang yang kumau, aku kembali menebas dengan kujang kiri.

Retakan itu kembali ke semula. Semua utuh seolah tak terjadi apa-apa. Aku tertawa menyeringai. Menatap Daylight Emerland  yang menjadi pertaruhanku.

Siapapun pencipta sepasang kujang ini, terima kasih sudah memilihku

WENTIRA : Story of Unknown LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang