Jumlah mereka tidak sampai jutaan. Itu kabar baik.
Jika seluruh penduduk dunia digabungkan, atau kekuatan militer disatukan, ratusan ribu Siren pasti bisa dibinasakan. Masalahnya, mereka mahir menyamar sebagai manusia dan mengirim banyak mata-mata ke daratan. Manusia kecolongan. Dari segi kekuatan magis maupun daerah teritori, manusia kalah telak. Luas daratan jauh lebih kecil dari lautan. Memburu siren di laut sama seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami.
"Apa kalian punya pemimpin? Seperti ratu atau raja."
Yila tampak berpikir. "Kami menghormati Azura dan Yara. Selain mereka berdua, kami dipaksa tunduk pada Magoirie Air." Makhluk itu meludah ke laut. "Seharusnya Sang Dewi menganugerahi berkah pada siren, bukannya manusia."
Lukas tampak sangat tertarik. "Magoirie Air?"
"Pengendali dan penguasa elemen, yadda-yadda." Raut Yila merengut bosan.
"Mereka ada berapa?"
"Tiap Magoirie mewakili satu elemen. Pikirkan saja sendiri."
"Bagaimana dengan Sang Dewi?"
Yila mengernyit. "Apa yang kau ingin tahu tentangnya?"
"Rupa Sang Dewi, kekuatannya, di mana dia tinggal?"
Yila melipat tangan di depan dada. "Kau sudah hampir mati. Untuk apa mengetahui hal-hal begitu?"
Lukas mengedikkan bahu. Ia berbaring menatap matahari. Raganya memang sedang sekarat, tapi otaknya tidak. Rasa ingin tahunya menggebu-gebu sejak ia pertama kali bertemu Yara.
"Apakah Sang Dewi adalah Tuhan?" bisik Lukas.
"Apa itu Tuhan?"
"Sang Maha Kuasa. Entitas yang menciptakan dan mengatur setiap kejadian di dunia. Aku tidak pandai menjelaskannya."
"Kami memuja Sang Dewi, itu betul. Ya, kurasa Sang Dewi adalah Tuhan bagi kami. Kau punya juga?"
Lukas mengangguk. Matanya memandang kejauhan. "Setiap orang yang memiliki kepercayaan selalu punya Tuhan di hatinya."
"Jadi kau pernah bertemu Tuhan?"
Lukas menggeleng. "Tidak ada manusia yang pernah bertemu Tuhan."
"Kalau begitu sama. Belum pernah kudengar ada siren yang bertemu Sang Dewi. Kami penasaran, di mana Sang Dewi bermukim selama ini." Yila ikut menatap kejauhan.
"Mengapa kalian membenci manusia?" tanya Lukas lesu.
"Kami predator. Sedangkan manusia menganggap diri mereka berada di puncak rantai makanan. Kalian berjalan di atas dunia bagai pemilik segalanya." Mata Yila menyipit saat memandang Lukas. "Anggap ini kebencian yang kami timbun sejak manusia pertama kali ada."
"Jadi... karena menurut kalian, manusia itu sombong?"
"Bukan hanya sombong. Kalian berlaku seenaknya. Ini bukan dongeng pengantar tidur tentang kebajikan yang melawan keburukan. Kami membenci kalian sejak kami menyadari naluri kami. Insting yang datang bersamanya memberi kami kepuasan setelah kami memakan jantung kalian. Ketika menjadi santapan, kalian tidak lebih dari seonggok daging dan tulang."
"Ah, kurasa aku mengerti arah pembicaraan ini. Kalian sakit hati karena Sang Dewi memilih manusia sebagai... apa tadi sebutannya? Magoirie? Pengendali air? Begitu?" Kesenyapan di antara mereka menjawab rasa ingin tahu Lukas. Dia tertawa kecil. "Wow, itu dendam yang sangat lama. Tidak heran kalian semakin membenci manusia. Setan juga begitu. Mereka memberontak ketika Tuhan menyuruh mereka tunduk pada manusia yang notabene tercipta dari tanah."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGOIRIE: Green Wood [Published by Lovrinz]
FantasíaMagoirie terlahir sebagai manusia biasa yang sengaja dipilih untuk dianugerahi berkah oleh Sang Dewi agar menjadi para penyeimbang alam. Tugas utama mereka adalah mengawasi setiap elemen yang menjadi tanggung jawab masing-masing, dan berhak untuk me...