5. A Night With You

1K 84 34
                                    

Kamar hotel menyambut Liv dan Ben  dengan kemewahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar hotel menyambut Liv dan Ben dengan kemewahan. Lantainya menggunakan penghangat. Dominasi warna krem dan cokelat memberikan kesan tenang. Dari tempatnya berdiri, Liv bisa melihat betapa luasnya kamar itu yang dibagi menjadi dua bagian; ruang tengah dan ruang tidur. Di ruang tengah tempatnya berada sekarang, terdapat tiga sofa—satu sofa besar dan panjang, juga dua single sofa yang mengapit sebuah lampu baca—meja lebar beralaskan karpet keabuan lembut, sebuah rak TV memanjang, dan sebuah TV yang ditempel di sekat pembatas antar-ruangan.

Liv meletakkan di sofa kantong-kantong belanja berisi pakaian dan perawatan wajah yang dibelinya di bandara, lalu menghampiri jendela, menatap takjub citylight Seoul yang berkerlip indah. Selama ini, ia melihat Korea Selatan hanya di K-drama saja. Ternyata memang seindah itu.

"Kau mau lihat kamar tidurnya?" ajak Ben.

"Mau." Liv mengangguk penuh semangat.

Begitu melihat kamar tidur, Liv terpukau dengan sebuah ranjang berukuran besar berseprai putih dan bedcover warna cokelat keemasan. Kamar itu dikelilingi kaca-kaca bening besar berpemandangan seindah ruang tengah tadi. Ia tidak bisa menahan diri menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.

"Koreaaaa!" Liv berseru girang sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya.

Ben yang baru saja menggantung mantelnya, tertawa melihat tingkah perempuan itu.

Liv yang kini menumpukan tubuhnya pada siku, memperhatikan Ben yang tengah membuka jaket kulitnya. Tubuh lelaki tampak atletis dalam balutan kaos putih, memperlihatkan lebih banyak lagi rambut cokelat keemasan di lengannya yang kokoh. Lelaki itu pasti sangat maskulin, walaupun hanya mengenakan cawat. Liv tahu benar bahwa mulutnya tenganga sebab ia dapat merasakan napas mengalir di antara gigi geliginya. Hanya ada dua kata yang keluar dari mulutnya.

"Mati aku," gumam Liv.

Kening Ben berkerut sambil mendekati Liv. "Kau bilang apa, Liv?"

"Oh, aku mau mandi. Tiba-tiba aku gerah." Liv berkata lebih keras, kemudian kesadarannya kembali dan dia bangkit dari tempat tidur. Namun, kakinya tersandung sepatunya sendiri yang tadi ia lempar sembarangan. Ia terhuyung sejenak sebelum memperoleh kembali kesimbangannya, dan lengan Ben yang kuat menegakkan tubuhnya.

Liv menangkat wajahnya untuk berterima kasih kepada Ben, tetapi kemudian terhenti. Mata Ben bertemu pandang dengan matanya. Sengatan arus listrik begitu kuat menyerang sistem sarafnya. Gurat senyum terbayang di mulut lelaki itu, memperlihatkan garis-garis tawa yang menjanjikan terbentuknya gurat-gurat dalam bila disertai seringai.

Liv menyelidik ke mata Ben dan mendapati... kejutan. Suara itu datang lagi dalam diri Liv dan berkata dialah orangnya. Seolah Liv sangat mengenal lelaki ini. Seolah Liv seharusnya bertanya ke mana saja kau selama ini?

"Kau tidak apa-apa, Livy?" Ben bertanya cemas.

"Aku tidak apa-apa. Thanks." Liv melangkah mundur, sehingga menyebabkan Ben melepaskan genggamannya di lengan Liv. "Aku mau mengambil handuk." Ia tersenyum canggung.

Rewrite The Stars (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang