MAHABBAH | 01

374 22 7
                                    

Assalamualaikum..
Adakah yang masih simpan cerita Areez dan Anindya?? Semoga nggak lupa ya, maaf terlalu lama berhenti nulis.

Kali ini Mahabbah hadir versi Revisi. Akan Ada beberapa bab yang di cut dan di perbaiki..

Selamat membaca kembali❤

🌹Happy Reading🌹

••••

MENAHAN senyum agar tetap terpatri, setengah mati kutahan deru nestapa yang tak kunjung tenang ini. Berusaha keluar dari kungkungan kesedihan yang entah kapan akan menemukan tepian.

Areez Nazhan, pria yang baru beberapa jam menyandang gelar suami. Kehadirannya laksana oase di tengah gurun pasir yang gersang, dan aku merasa seperti seorang musafir yang tengah mengambil keuntungan. Barangkali terdengar sedikit... 'kejam' tapi hatiku merasa demikian.

Sedikit pun tak pernah terbesit dalam benak ku akan bersanding dengan Areez. Sahabat dekat dari lelaki yang namanya sempat menghuni sebagian ruang dalam hati. Selama satu bulan terakhir kami berinteraksi, tak sekalipun Areez mengambil kesempatan untuk menunjukkan ketertarikannya padaku. Alasan itu pula yang membuatku sempat merasa tak percaya saat tiba-tiba saja dia melamarku untuk menjadi istrinya.

Namun, seperti yang ku katakan bahwa kehadirannya disaat hatiku merasa patah umpama oase di tengah gurun pasir yang gersang. Aku dengan tangan terbuka menerimanya. Meski, bukan semata-mata menjadikannya pelarian dari cintaku yang bertepuk sebelah tangan. Alasanku menerimanya juga sebagai pembuktian pada diriku sendiri bahwa aku sudah benar-benar mengikhlaskan masa laluku.

Menerimanya dalam keadaan hati yang patah, tak berarti aku mengesampingkan apa-apa yang sudah menjadi prinsipku dalam memilih pasangan. Tak sekadar pengetahuan agama, Areez memiliki pengendalian diri yang baik sebagai calon pemimpin keluarga. Alasan itu pula yang diam-diam membuatku berani memutuskan berlayar mengarungi biduk rumah tangga bersamanya.

Lebih dari itu, aku memilih menyerahkan segala urusan hati pada Dia yang maha mengerti. Prihal perjalanan yang kelak akan kami lewati, aku hanya berharap Allah membersamai kami.

"Alhamdulillah, akhirnya bisa duduk juga." Areez tersenyum lega. Kami baru duduk usai berdiri hampir setengah jam menyalami tamu undangan.

"Anindya, kamu mau makan dulu?" tanya Areez. Panggilan 'Mbak Anin' sudah berganti menjadi 'Anindya' sejak kami resmi menyandang gelar Tuan dan Nyoya.

"Kalau mau kita bisa turun sebentar. Sudah hampir dzuhur, sepertinya tamu agak lengang." tawarnya.

Aku menggeleng, "Nanti saja. Saya belum lapar."

"Tapi sejak akad pagi tadi saya belum lihat kamu makan? Atau kalau memang belum lapar, makan buah dulu mau?" tawarnya lagi.

Aku menggeleng, lagi.

"Ya sudah kalau gitu,"

Areez berhenti. Mungkin lelah sejak pagi berusaha mengajakku bicara dengan topik yang berbeda-beda, namun aku hanya meresponnya dengan jawaban singkat saja. Hm, iya dan tidak. Malas bicara lebih tepatnya.

Cukup lama kami saling diam. Dia tak sekalipun mengajakku bicara, mungkin takut aku jadi merasa tak nyaman karenanya. Tapi, lama-lama aku yang tak tahan. Diam-diam ku lirik dia yang tengah menatap gawai, lalu berdehem pelan sebagai tanda aku ingin diperhatikan. Kode tersampaikan, dia menoleh meski masih dalam mode diam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAHABBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang