Bian langsung masuk ke dalam dan tanpa sepatah katapun, ia langsung duduk di bagian sebelah brankar Vino. Vino yang melihatnya mengangkat alisnya, bertanya-tanya mengapa makhluk ini ada di sini.
Seakan mengerti, Bian mulai berucap.
"Kenapa? Kau tidak suka aku di sini?" tanya Bian.
Vino menggelengkan kepalanya. Ia tidak punya tenaga untuk berdebat dengan salah satu makhluk menyebalkan ini.
Bian menatap ke arah Rangga, yang langsung mendapatkan tatapan bertanya.
"Kau bisa kembali," ucap Bian dengan tatapan dingin ke arah Rangga, yang langsung mendapatkan tatapan yang sama.
"A-" Rangga ingin menjawab, tapi Bian malah menyela ucapannya.
"Anak-anak yang lain sedang menunggumu," kata Bian dengan jujur, karena dia juga salah satu bagian dari OSIS.
Rangga yang mendengarnya menghela nafas, lalu berdiri sebelum melenggang pergi. Rangga mengusap surai rambut Vino, yang langsung mendapat tatapan tidak suka dari Bian.
"Lo bisa ga sih, ga usah caper," setelah Rangga pergi, Bian malah mengucapkan hal tersebut. Vino yang tak terima di katakan caper pun mulai menatap tajam ke arah Bian.
"Gue ga caper ya, nyet!" Vino merasa tersinggung dan menatap tajam ke arah Bian.
"Terus kalau bukan caper, namanya apa? Lo sampe pura-pura pingsan, bisa menarik perhatian kan, sampe digendong segala," ucap Bian dengan nada menantang.
"Gue pusing, nyet! Gara-gara belum makan tadi pagi, salah siapa coba gue jadi begini!" ucap Vino dengan nada kesal.
"Salah lo sendiri, kenapa langsung pergi," ucap Bian dengan nada menyalahkan.
Vino yang tak terima pun lantas berbicara kembali.
"Gara-gara nenek lo. Kalau nenek lo ga bilang begitu, gue ga mungkin langsung pergi dari meja makan," ucap Vino dengan nada membela diri.
Bukanlah hal yang biasa lagi jika Vino dan Omanya bertengkar. Malahan, itu sudah seperti rutinitas harian mereka sejak Vino masih kecil. Tapi kali ini, perkataan Omanya membuat Vino sakit hati. Makanya, ia langsung pergi. Jika berdebat lagi, dapat dipastikan dirinya lah yang akan disalahkan.
....
"Pertemuan," ucap Bian, mengingatkan Vino tentang suatu acara.
"Gue tau, ga usah diingetin juga kali," ucap Vino. Kali ini, Grio mengajak Vino dalam pertemuan tersebut. Biasanya, dia selalu ditinggal, tapi entah kenapa sekarang Grio malah mengajaknya untuk ikut bersama mereka. Katanya sih, karena keluarga dari pertemuan tersebut yang ingin bertemu dengan Vino juga.
"Pakaian lo jangan kayak gembel nanti," ucap Bian, memberi saran.
Inilah yang tidak suka dari Bian, mulutnya butuh disumpal. Sejak kapan pun dirinya tidak pernah berpakaian seperti yang diucapkan oleh makhluk ini.
"Mana ad-" Vino ingin mengatakan sesuatu, tapi Bian malah menyela ucapan dirinya.
"Ingat saat hari-hari sebelumnya?" ucap Bian, tidak memberi tahu Vino lebih terperinci lagi, biarkan dia mengingatnya sendiri.
Matanya mendongak ke atas, berusaha mengingat sesuatu. Ah, dia ingat. Dirinya pernah berpakaian seadanya saat ingin keluar rumah dan itu langsung mendapatkan protes dari ayah dan abangnya. Memangnya salah ya? Padahal, dia hanya ingin membeli sesuatu di luar. Mereka terlalu berlebihan.
"Kalau gitu mah ga usah ikut, lagian itu kan acara formal, gue juga ga punya baju bagus kayak lo pada," ucap Vino, dia mengatakan yang sebenarnya.
"Makanya itu, gue mau ngajak lo ke mall," ucap Bian sambil menyilangkan kakinya.
Vino menatap Bian dengan tatapan menyelidik, bertanya-tanya apa gerangan makhluk ini mau membelikannya sesuatu."Lo punya niat tersembunyi ya?" tanya Vino sambil menatap dengan gerak-gerik Bian.
"Iya, biar lo ga keliatan gembel," ucap Bian sambil menyilangkan kedua lengannya dan tersenyum dengan senyuman miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO ALVARENZA
Jugendliteratur"Eh, si anak ayam," "Anak ayam mata lo," "Ya, habis bibir lo mirip anak ayam, di majuin segala," "Ngaca," ... "Duh Gusti, luluh dikit napa," "Udah luluh, eh malah kumat, dasar iblis," Rank:🐤# 2 #bxb dari 47,8 Rb cerita ( 26/11/2022 ) 1 #vino...