Saat itu kami masih kelas 1 di sekolah menengah. Kami di jemput oleh supir pribadi dan kami menaiki mobil mewah kami itu.
Aku selalu tersenyum ketika aku melihat Nara berlari-lari kecil menuju pintu mobil, dengan rambut kecoklatannya yang di gerai berkibar indah, dan bandana yang berbentuk pita menghiasi kepalanya.
Ia benar-benar sangat cantik dan manis. Seorang gadis yang sedang bersiap-siap untuk tumbuh menjadi remaja.
Ya setidaknya begitulah penampilan khas seorang Nara ketika di sekolah. Ia juga sering menggunakan cardigan ketika sekolah. Sangat anggun dan feminim.
Sedangkan aku? Cukup rambut yang di kuncir kuda dan sweater berwarna biru laut favoritku yang memang ciri khas ku.
Supir kami pun segera melajukan mobil. Di sepanjang perjalanan, aku tiada hentinya bercanda dan mengobrol dengan Nara.
Sesekali kami juga mengajak ngobrol supir kami yang biasa kami panggil Pak Agus.
Kami pun akhirnya sampai. Aku dan Nara selalu berlomba untuk turun dari mobil dan menuju ke kamar kami yang berada di lantai 3.
Memang, rumah kami sangat besar dan luas. Hingga 3 lantai. Dan Nara lah yang meminta kamar kami agar di lantai 3.
Katanya, supaya ia dan aku dapat melihat pemandangan seluruh rumah yang ada di komplek perumahan kami.
Kami pun segera mengganti pakaian dan pergi menuju ruang TV. Disana ada satu pembantu kami yang centil, Mbak Inah, sedang menonton sinetron kesukaannya.
Aku dan Nara selalu tertawa disaat Mbak Inah sedang terbawa suasana sinetron tontonannya.
Aku dengan jahilnya segera mengambil remote TV dan mengganti channel TV.
"Mbak kerjaannya udah selesai belom?" Ujarku sambil meledek Mbak Inah.
"Non, jangan diganti dong Non, lagi seru tuh tadi. Yahhh..." Gerutu Mbak Inah dengan logat Jawanya.
"Hehehe maap deh Mbak, gantian dong" Kataku dengan memasang wajah memelas sambil duduk di sofa.
Hal yang dapat membuat Nara tertawa adalah ketika melihat aku memasang wajah memelas. Lucu katanya.
Nara pun ikut duduk di sampingku. Dan tertawa ketika melihat Mbak Inah memasang wajah cemberutnya.
"Mama sama Ayah mana Mbak? Kok gak keliatan ya dari tadi?" Tanya Nara.
"Oh Nyonya sama Tuan tadi katanya lagi pergi ke supermarket belanja bulanan katanya" jawab Mbak Inah.
Mbak Inah pun akhirnya ikut menonton acara TV kesukaan aku dan Nara.
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara klakson mobil. Mbak Inah segera berlari keluar dengan tergesa-gesa untuk membukakan pagar.
Pembantu kami sebenarnya ada 3, namun yang duanya lagi sedang pulang ke kampungnya.
Ternyata Mama dan Ayah sudah pulang.
"Kalo emang kamu mau balik ke dia yaudah sana balik aja! Aku gak ngelarang! Kalo emang tega silahkan!"
"Ma, dengerin penjelasan aku dulu! Aku belom selesai ngomong!"
"Ah! Lupain omong kosong kamu itu! Aku gak peduli!"
"Bukan begitu yang aku maksud! Kenapa sih? Gak bisa menghargai aku sedikit aja?!"
"Terserah! Aku udah capek! Kalo emang kamu mau cerai-in aku yaudah ceraikan aja! Aku rela! Kamu udah cukup bikin aku sakit hati..."
Mama pun membanting belanjaan di atas meja makan. Dan pergi menuju kamar dan ku dengar Mama juga membanting pintu kamar.
Nada amarah Mama yang sangat tinggi membuatku takut untuk berbicara dengan Mama akhir-akhir ini.
Tanpa di sadari, aku tak kuasa menahan air mataku. Nara segera menuntunku menuju kamar kami.
Di kamar, aku langsung memeluk Nara.
"Ra, aku takut. Aku gak kuat Ra, kalo harus denger keributan mereka kaya gini terus terusan" ucapku lirih.
"Jangan sedih Naura sayang, aku juga sebenernya gak mau kalo Mama sama Ayah terus terusan begini. Bahkan dengan mudahnya mereka bertengkar didepan anak-anaknya sendiri..." dua buah sungai kecil terbentuk di kedua pipi Nara.
Tangisku pun menjadi.
"Ingin rasanya aku pergi aja dari sini Ra, aku bener-bener udah gak kuat" suara parau Nara terdengar lemah.
"Jangan Ra.. kalo kamu pergi, hidupku ancur Ra. Ancur!" Seruku sambil menangis.
Nara menenangkanku dengan menepuk-nepuk pelan punggungku.
(To Be Continue)
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Wings
Truyện NgắnSayapku patah sebelah. Dia, malaikat itu pergi meninggalkanku untuk selamanya. Tak ada lagi canda tawa, kebahagiaan ditengah badai topan, ataupun kedamaian sesaat. Sedangkan aku sendirian disini bersama sayap yang rusak. Namun karena dia telah pergi...