Aku Naura Avelia Agustaf. Seorang gadis yang tetap bisa bahagia hanya cukup dengan menyaksikan saudara kembarnya juga bahagia. Nara Adelia Agustaf.
Aku yakin, alasan orangtuaku membedakan aku dengan Nara adalah dari pergaulan kami berdua.
Nara seorang yang kalem dan manis, sangat feminim, dan selalu banyak menoreh prestasi untuk membanggakan Mama dan Ayah.
Aku? Gadis tomboy yang sangat dibenci orang-orang. Bodoh. Berteman dengan laki-laki. Layaknya gadis nakal yang selalu pulang malam.
Padahal tidak seperti itu yang harusnya mereka pikirkan.
Nara bagaikan anak emas di keluarga kami. Yang selalu mendapat keistimewaan, diperlakukan layaknya putri raja.
Aku sungguh tertegun akan kebijaksanaan Nara karena ia tetap menyayangiku dan sebenarnya ia tak ingin melihat aku dibeda-bedakan seperti itu.
Ia tetap mendukungku dan memberiku banyak motivasi. Karena ia tahu persis kepribadianku yang tomboy seperti ini dan ia takut di saat aku hampir berontak.
Terkadang, di saat Mama dan Ayah lebih membela Nara di banding aku, Nara lah yang selalu membelaku lebih dulu. Ia tak ingin aku yang di salahkan terus menerus.
Sungguh Nara yang penyayang. Aku sangat merindukanmu kemarin, sekarang, esok, dan selamanya.
Menyedihkan. Dia harus pergi begitu saja. Keluargaku termasuk keluarga yang kurang harmonis.
Ayahku yang seorang presiden direktur perusahaan besar, selalu sibuk dan hampir tak punya waktu satu haripun untuk kami.
Mamaku seorang dokter. Yang tentu sama sibuknya. Kami juga hidup dalam kemewahan.
Namun di balik kemewahan dan kekayaan itu, satu hal yang kami tak punya. Kebahagiaan.
Ayah dan Mama selalu saja bertengkar. Entah apa masalahnya, ketika keadaan bagaikan badai petir dahsyat, Nara lah yang selalu menghiburku.
Aku seolah merasa bahwa malaikat pelindungku di rumah ini adalah Nara, bukan Mama.
Ingin rasanya aku menangis sepuasnya di pelukan Mama dan Ayah. Aku rindu masa kanak-kanak. Dimana kami masih bisa tertawa bersama Mama dan Ayah.
Setelah 11 tahun berlalu Nara pergi, semua berubah 180 derajat. Aku kembali di kelilingi badai di tengah luasnya samudera.
Tragedi ini terjadi ketika kami berumur 12 tahun. Hari yang tak pernah ku lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Wings
Cerita PendekSayapku patah sebelah. Dia, malaikat itu pergi meninggalkanku untuk selamanya. Tak ada lagi canda tawa, kebahagiaan ditengah badai topan, ataupun kedamaian sesaat. Sedangkan aku sendirian disini bersama sayap yang rusak. Namun karena dia telah pergi...