Malam itu, aku berjalan pulang dari sekolah karena sepeda yang biasa kugunakan sedang diperbaiki di bengkel. Aku memilih jalan pintas agar bisa pulang secepatnya karena hari sudah malam. Namun, aku tidak pernah menduga bahwa keputusanku untuk memilih jalan itu adalah keputusan yang salah. Karena tanpa kusadari, langkahku terhenti ketika mataku melihat seorang gadis menangis di bangku taman sendirian. Di balik pohon besar itu, aku bisa melihatnya. Gadis itu seumuran denganku. Dan aku tahu siapa gadis itu, karena kami sekelas. Kemudian seorang pria jangkung berpakaian serba hitam mendekatinya. Dia mengulurkan permen dan dengan lembut membelai rambut hitam gadis itu. Gadis itu menerimanya. Sebelum dia jatuh pingsan dan orang asing itu membawanya. Tubuhku membeku. Aku ingin membantunya. Aku ingin menghentikan pria itu. Namun, bahasa tubuhku melakukan yang sebaliknya. Seluruh tubuhku berkeringat dan jantungku berdetak sangat cepat karena rasa takut. Pria itu menoleh ke arahku, dan aku buru-buru bersembunyi di balik pohon beringin besar. Aku aman. Karena pria itu tidak menyadari kehadiranku. Dari balik pohon, aku melihatnya membawa gadis itu pergi, semakin jauh dari pandanganku. Tanpa sadar aku menghela nafas lega dan kembali ke rumah dengan rasa bersalah yang akan selalu menghantui hidupku. Karena aku yang terakhir kali melihat gadis itu. Sebelum berita kematian gadis itu terdengar di hari berikutnya.
***
Byurr!!"Bangun, Ale! Apa kau lupa bahwa kau harus bekerja? Ha? Apa kau pikir kau sudah kaya sampai-sampai tidur dari pagi hingga sore!? Kenapa tidak mati saja sekalian?!"
Aku membuka mataku pelan sembari menahan perih karena air siraman yang sukses masuk kedalam kelopak mataku. Setelah bisa melihat dengan jelas, aku memandang jam yang tergantung didinding ruangan. Jam itu menunjukkan pukul 04.00 sore. Yah, memang jadwalku untuk bekerja. Tapi, yang justru membuatku terkejut adalah...penampakan seorang wanita paruh baya dengan gayanya yang super modis sedang berdiri disamping tempat tidurku sambil berkacak pinggang. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari siapa wanita ini.
"Ibu? Kenapa bisa ada disini?!"Tanyaku sambil mengerjapkan mata dengan polos.
Bugh!
"Heh, kau ini bukannya senang karena ibu datang mengunjungimu, malah bertanya seperti itu! Dasar anak durhaka!"Omelnya dramatis sembari memukul-mukul kepalaku. Dan jujur saja, itu sakit. Untung dia adalah ibuku.
"Ya, ya. Maaf. Lagipula tidak biasanya ibu mau bertamu kerumah anak ibu yang miskin ini. Wajar jika aku heran kan?"
"Hei, Ale anakku. Bagaimana bisa kau bicara begitu? Kau kan putra ku satu-satunya. Tentu saja aku menyayangimu." Bukannya senang, justru aku jadi curiga. Biasanya, jika ibu sudah berbicara manis seperti itu, itu berarti dia menginginkan sesuatu.
"Ibu mau apa?" Dan benar saja, wajahnya jadi lebih bersinar setelah mendengar pertanyaanku.
"Kau ini memang peka sekali jadi anak. Ehem, ya seperti biasa. Kau tahulah sekarang ada tas model baru yang limited edition. Nah, ibu ingin membeli itu. Menurutmu bagaimana?" Ujarnya sembari menyodorkan handphonenya kepadaku. Aku melihat jenis tas yang dia bicarakan dan aku sudah yakin bahwa aku tidak memiliki cukup uang untuk membelinya karena harga tas itu sangat mahal.
"Ibu lupa? Aku bekerja sebagai pengantar pizza yang bahkan gajinya hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok harian saja. Lalu, bagaimana aku bisa membeli ini, ibu?"Tanyaku setengah frustasi. Dulu ibuku tidak seperti ini, tapi entah kenapa semenjak berpindah ke kota yang lebih besar seperti New York membuatnya menganut pergaulan untuk terlihat kaya. Padahal nyatanya kami adalah rakyat jelata biasa yang masih menunggu bantuan beras dari pemerintah.
Ya, aku dan ibu memang tidak tinggal disatu kota yang sama. Ibu tinggal di New York dan aku menetap ditempat kelahiranku, Harper's Ferry, West Virginia. Ibu sendiri sebenarnya jarang berkunjung karena jarak antar kota yang cukup jauh. Jadi aku hanya mentransfer sejumlah uang kepadanya selaku kewajiban ku sebagai seorang anak. Perihal bagaimana ibu menggunakan uang itu? Aku tidak tahu. Dan melihat kebiasaannya akhir-akhir ini. Kurasa aku tahu bahwa dia menghabiskan uangnya hanya untuk terlihat kaya. Hah.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleandra : Reverse the Time 'Find the Doer!'
Mystery / ThrillerAleandra Elanor adalah pria 25 tahun yang tidak pernah berpacaran seumur hidupnya.Tidak ada yang istimewa darinya selain pria sederhana, yang lumayan tampan, bekerja sebagai Tukang antar Pizza disebuah restoran biasa.Tapi, ada satu keistimewaan yang...