BAB II

8 3 0
                                    

"Ale! Astaga! Anak ini?! Cepat bangun! Kau harus sekolah Ale!"

"Hah?"Aku membuka mataku lebar-lebar. Napasku tersengal-sengal dan tubuhku dipenuhi keringat. Aku melihat ibu dengan ekspresi kesalnya menatapku dan aku langsung memeluknya erat sekali.

"Hei, Ada apa denganmu?" Tanya Ibu keheranan.  Setelah aku cukup tenang, aku mulai memandangi sekitar. Aku rasa aku sedang berada didalam mimpi. Atau aku benar-benar sudah gila. Aku mencubit diriku sendiri. Terasa Sakit. Artinya semua ini nyata. Tapi bagaimana mungkin?

Aku bergegas melihat diriku sendiri didepan cermin. Benar, ini aku saat masih berumur 12 tahun. Tapi, bukankah aku sudah dewasa? Lalu, aku melihat perabotan dikamar ini. Ini adalah kamarku 13 Tahun yang lalu. Aku melihat penampilan ibu yang masih menggunakan daster rumahan. Benar, ini masalalu. Tapi bagaimana aku bisa berada disini? Diwaktu ini?!

"Ibu, sekarang tahun berapa?" Aku bertanya kepadanya dengan tidak sabaran.

Dia dengan ekspresi penuh keheranan menjawab pertanyaanku.

"2009? Kenapa?" Jawabnya, membuatku tertegun dan menghempaskan diriku kelantai kamar yang dingin. Benar. Artinya aku benar-benar berada dimasa lalu. Tapi, bagaimana bisa? Setelah seseorang menembakku...dan tiba-tiba aku terbangun dengan tubuhku diusia 12 tahun. Aku merasa seperti tokoh-tokoh dicerita dongeng. Jelas logikaku tidak bisa mencerna semua ini dengan mudah. Jika aku berada disini, bagaimana dengan diriku dimasa depan? Apakah sudah mati?

"Hei, kau ini kenapa? Bukannya cepat-cepat bersiap sekolah!?" Ujar ibu sama seperti 13 tahun yang lalu dan akupun bergegas untuk mandi sebelum ibu mengancam ku dengan mengurangi jumlah uang saku. Aku ingat betul yang satu itu.

Setelah selesai mandi, aku menikmati sarapan dimeja makan sama seperti yang dulu aku lakukan dimasalalu. Aku mulai mengunyah masakan ibu. Dan mendadak aku menangis dengan sendirinya tanpa aba-aba.

"Hei, kau ini kenapa? Dari tadi aneh sekali. Kenapa tiba-tiba menangis?" Tanya ibu, dan aku jawab dengan gelengan beberapa kali. Aku tidak tahu kenapa. Tapi, aku merasa bahwa aku sangat merindukan masa ini. Masa dimana kami tinggal bersama, dan ibu memasakkanku nasi goreng setiap pagi. Nasi goreng yang selalu terasa manis. Dulu aku selalu protes padanya karena rasanya terlalu manis. Tapi, sekarang aku merindukannya. Aku merindukan masakannya yang serba manis.

"Nah, berangkatlah sekolah. Dan jangan habiskan uangmu untuk bermain game!" Ujarnya sembari memberikan beberapa lembar uang kepadaku. Aku menerimanya dengan senang hati dan berpamitan kepadanya sebelum berangkat kesekolah.

Aku menempuh perjalanan kesekolah dengan sebuah sepeda yang menjadi pemberian ayahku sebelum dia meninggal. Aku mengendarainya, sembari menikmati pemandangan jalan yang asri dan hijau. Benar-benar seperti Dejavu. Aku merindukan pemandangan ini. Namun, tiba-tiba aku jadi berpikir keras, tentang alasan kenapa aku bisa terlempar kemasalalu. Kenapa aku kembali kesini. Atau, bagaimana aku bisa kembali kemasa dimana aku seharusnya berada? Itupun jika aku benar-benar masih hidup.

Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkannya. Tapi, hingga aku sampai di sekolahku dulu, aku tidak kunjung menemukan jawaban.

Sesampainya diparkiran, seseorang menyapaku dengan suara khasnya.

"Hei, teman! Tumben kau tidak terlambat!?"Katanya sembari menepuk punggungku pelan.

Aku menoleh kepadanya. Lalu, aku tersenyum lebar kala melihat siapa orang itu. Gilbert Casanova. Teman baikku semasa SD. Murid emas kebanggaan sekolah yang pintar, tampan, sekaligus populer dikalangan para murid maupun guru. Sejujurnya kami berdua sangat berbeda. Gilbert anak teladan, dan aku anak pemalas yang hobi mendapatkan nilai merah dikertas ujianku. Tapi, entah kenapa kami bisa jadi sahabat baik dan saling melengkapi.

Aleandra : Reverse the Time 'Find the Doer!'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang