Hujan

683 56 31
                                        

Julian meneduh dibawah teras sekolah. Hujan turun sangat deras membuat suasana semakin dingin. Dia tidak membawa payung karena tak terpikir kalau akan hujan. Padahal mamanya sudah mengingatkannya untuk membawa payung sebelum berangkat sekolah.

Seharusnya aku dengerin kata mama, batinnya sambil menengadahkan satu tangannya ke luar. Membiarkan tiap tetes hujan itu menyentuh kulitnya.

"Ah, hujan..."

Julian menoleh ke arah samping, ada seseorang yang berdiri tak jauh darinya tengah menatap langit. Helaian rambut birunya segera berantakan ketika orang itu menurunkan headphonenya dari kepalanya.

Julian kenal siapa orang ini.

Xavier, kakak kelasnya yang sangat populer sampai setiap murid tiap angkatan mengenalinya. Julian yang termasuk jarang keluar kelas (keluar kelas hanya ke kantin membeli minum) pun sampai tahu. Xavier disukai banyak orang dan pasti setiap murid di kelasnya ada saja yang membicarakannya.

Sepertinya dia tidak hanya mudah bergaul, gumam Julian seraya berganti memerhatikan penampilannya.

Dengan berbalutkan seragam sekolah mereka, Xavier terlihat seperti majalah model karena tubuh menjulangnya yang tinggi dan tubuhnya berisi oleh otot-otot dibagian tertentu. Ditambah cowok ini mengenakan jaket sport yang membuat penampilannya berkali-kali lipat lebih...

"...keren."

Xavier yang mendengar gumaman itu berpaling kearah Julian. Iris birunya yang dikenal sangat indah itu menatap Julian yang spontan memalingkan muka.

"Terima kasih?"

Xavier tidak tahu apakah itu pujian untuknya atau mungkin cowok bersurai merah disampingnya ini menganggap hujan deras didepan mata mereka itu keren.

Julian membuang nafasnya, ia harus pergi dari sini. Malu banget diperhatiin kakak kelas disampingnya. Mending terobos ajalah.

"Kamu juga keren."

Julian melirik kearah Xavier yang tersenyum ramah padanya. Diam-diam ia mengumpat karena kakak kelas disampingnya memang sangat sangat sangat rupawan. Sangatnya triple ya karena emang muka Xavier penuh damage.

"Nunggu dijemput?" tanya Xavier sambil meluruskan kabel headphonenya yang terpasang di handphonenya.

"Iya, sama malaikat maut."

Refleks, Julian langsung tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan. Dengan panik, ia menepuk-nepuk bibirnya sambil merutuki dirinya. Dia menarik ucapannya didalam hati sambil meringis berharap omongannya tidak menjadi doa.

Tanpa disangka, lelaki disampingnya tertawa.

Astaga, ketawanya aja renyah banget. Julian tidak heran mengapa orang-orang disekolah ini menyukai Xavier.

"Siapa namamu?"

"Kepo banget."

"Iyalah, kamu lucu."

Julian menatap Xavier tidak ramah.

"Aku gak lucu."

"Menurutku, kamu lucu."

"Kalo kamu kutampol, masih lucu?"

Xavier tertawa lagi. Dia tidak menyangka akan menemukan sosok adik kelas yang galak. Cukup menyegarkan menemukan orang seperti ini karena biasanya orang-orang yang mendekatinya pasti hanya karena ada maunya.

"Aku cuman tanya nama kamu. Emang gak boleh?"

"Julian." jawabnya cuek.

"Aku Xavier."

"Udah tau."

Keduanya terlibat dalam keheningan seperti sebelumnya lagi. Hanya ada suara hujan yang mengisi kekosongan tersebut. Namun, Julian paling malas kalau sudah di posisi canggung seperti ini.

"Kayaknya hujannya awet." gumam cowok disampingnya lagi. "Kamu pulang naik apa?"

"Bus." sahut Julian. Dia memijat bahunya yang mulai terasa pegal karena ranselnya berat.

"Bagus. Ayo, kita ke halte bareng."

Bukan saran yang buruk. Lagipula dengan berjalan kaki menuju halte tidak memakan waktu yang cukup lama.

Tapi, mereka kan tidak bawa payung?

Julian melihat Xavier melepas jaket sportnya. Dia agak melipir ketika cowok jangkung ini mulai mendekatinya.

"Mau apa kak?" tanya Julian waswas.

Xavier melihat ada ketegangan dari raut muka Julian. Timbul niat usil ingin mengerjainya.

"Tebak mau apa?"

"Kak, jangan kak!" Julian mulai panik ketika Xavier meraih lengannya. Menarik dirinya semakin dekat dengan Xavier.

Xavier tertawa lagi karena ekspresinya Julian benar-benar sangat menghibur.

"Tenang aja, aku mau kamu sedikit merapat ke aku. Soalnya aku mau pake jaket ini biar bisa mayungin kita berdua."

Oh, gitu. Bilang dong. Kan Julian jadi malu karena mikir yang engga-engga.

Tangan Julian melingkari pinggang Xavier yang mulai berniat memayungi mereka. Tanpa alasan yang jelas, ia merasa terlindungi ketika mencium musk kakak kelasnya seperti berada di laut.

Xavier merasa gemas melihat adik kelasnya yang diam saja. Sebelum mulai menerobos hujan, ia sempat mendaratkan tangannya ke rambut merah Julian.

"Yuk, jalan."

Julian mengangguk. Dia mulai menyamai langkah Xavier menerobos hujan dipayungi oleh jaketnya. Dia sempat tersandung yang untungnya segera dibantu oleh Xavier.

Yah beginilah. Yang dielus kepala, yang berantakan malah hatinya.

-end

Cuman short story aja ya 😳
Tiba² kepengen bikin Xavilian School AU 😔

24 Oktober 2022

Warna [Xavilian Oneshots]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang