Misteri

536 43 21
                                    

Berpacaran bukan termasuk dalam kamus hidupnya. Dia merasa cukup dengan kasih sayang kedua orangtuanya, keributan dari kedua teman-temannya dan aktivitasnya berkuliah.

Dia kenal Xavier disaat pria itu sedang mengunjungi kampusnya dan mengisi seminar sebagai alumni. Julian yang menyukai wajahnya diam-diam menggambarnya dan memberikannya lewat Yin sebagai perantara.

Xavier yang tertarik tentu langsung mencarinya dan menemukan Julian. Meskipun tak ada yang menarik dari dirinya, tapi kepribadian pria ini sangatlah menyenangkan membuat Julian tanpa berpikir panjang lagi menerima tawarannya berpacaran.

Semenjak Xavier ikut mewarnai hidupnya, entah mengapa segalanya terjadi begitu ramai. Pria itu dengan mudah bergaul bersama Yin dan Melissa. Tak hanya itu, Anne seringkali bercerita padanya kalau Xavier pandai memasak.

Seperti yang diduga, sang ibu menyukai Xavier.

Awalnya Terizla sempat mengamuk karena mendengar Xavier telah menjalin hubungan dengannya. Mereka berujung adu mekanik dan Julian hanya bertepuk tangan sambil berjongkok menggumamkan kata "gelut, gelut".

Sayang sekali, keributan itu segera dihentikan oleh Anne karena merasa Terizla bersikap berlebihan.

Julian tidak tahu detailnya bagaimana pada akhirnya sang ayah merestui hubungannya dengan Xavier. Namun, ia tidak ingin mencari tahu tatkala melihat wajah Xavier terdapat lebam membiru dan sudut bibirnya sedikit robek setelah berbicara secara empat mata dengan Terizla.

Mungkin ayahnya menganggap Xavier merupakan pria yang baik. Sebab, tiap Julian pulang ke rumah orangtuanya bersama Xavier. Terizla sering mengajaknya bermain catur walaupun tahu pada ujungnya ayahnya itu selalu dikalahkan oleh Xavier.

Julian kadang mempertanyakan bagaimana Xavier yang cenderung hangat padanya itu bisa meluluhkan hati ayahnya yang terbuat dari batu. Namun, jawaban yang diberikan pria itu hanyalah senyuman seraya mendaratkan kecupan manis pada pipinya.

Begitulah Xavier. Penuh misteri dan sulit ditebak.

"Apa sudah selesai?"

"Belum."

Xavier tertawa karena Julian begitu terpaku dengan pensil dan buku sketsanya.

"Jangan tertawa."

"Raut mukamu menggemaskan."

Julian menurunkan buku sketsanya, ia memandang kekasihnya sangat pasrah. Menyerah karena Xavier benar-benar tidak bisa diam.

"Jangan menggodaku juga."

Xavier hanya tersenyum dan menikmati saja kegiatannya membaca buku. Sementara Julian kembali menggambar wajah Xavier pada buku gambarnya. Karena hari ini akhir pekan, pria itu memilih untuk menghabiskan sisa harinya bersama Julian. Keduanya sedang bersantai di ruang baca sambil duduk diatas sofa panjang. Salah satu kaki Julian berselonjor sampai mendarat diatas paha Xavier. Terkadang tangan Xavier akan mengusapnya dengan gemas.

Sepagian ini Julian sudah mendengar banyak ucapan ulang tahun pada Xavier. Entah dari kedua orangtuanya maupun dari Yin dan Melissa. Tak hanya itu, banyak pesan yang datang melalui notifikasi handphonenya, menandakan teman-teman Xavier juga mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

Populer, batin Julian sambil mengamati Xavier yang masih sibuk membaca buku.

Musik klasik bersenandung mengisi ruang baca milik Xavier. Julian masih menatapnya dalam diam.

Apapun yang berkaitan dengan Xavier, Julian sangat menyukainya. Dia suka warna rambut Xavier, dia suka netra samudera milik Xavier, dia suka rahang kokohnya, dia juga menyukai tangan dan jari-jemari Xavier yang sangat panjang.

Warna [Xavilian Oneshots]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang