Mao menatap hasil kerjanya dengan perasaan puas. Bagaimana tidak, ruangan yang tadinya awut-awutan kini sudah layak pakai, dengan meja dan buku-buku yang tersusun rapi, debu yang sudah dibersihkan, serta tidak adanya kehadiran sarang laba-laba.
Pemuda magenta itu mengusap peluh didahinya, masih dengan tangan yang menggenggam sapu. "Kerja bagus, Mao." yah tidak ada salahnya untuk memuji diri sendiri bukan.
ceklek
Bunyi pintu terbuka, sedikit mengejutkan Mao. Disana ada Ritsu dengan mata sayu, dia tertegun sejenak sebelum mengedarkan pandangan kesegala ruangan dan berhenti lurus menatap Mao.
"Kau melakukannya sendiri?" tanya Ritsu.
"Ya, begitulah." jawab Mao dengan cengiran kecil. Pemuda kimono hitam hanya menganggukan kepala tanda mengerti. Menyembunyikan perasaan takjub akan kecekatan Mao dalam berbenah.
"Pulanglah. Hari hampir berakhir."
Ucapan Ritsu membuat Mao tertegun sebelum netranya menelisik kearah jendela dan benar saja hari hampir gelap, emeraldnya dapat dengan jelas melihat warna jingga bercampur orange dilangit luar. Tidak sadar bahwa seharian dia keasikan bersih-bersih hingga lupa waktu.
"Sebaiknya begitu. Baiklah, aku pulang dulu."
Menyetujui perkataan Ritsu. Terburu Mao mengambil syal merah yang tadi sempat dia taruh digantungan kayu berdiri yang memang terletak didalam ruangan itu. Saat bersih-bersih Mao sengaja melepasnya.
"Aku antar."
"Hah? apa? tidak usah, aku bisa sendiri." Mao menolak dengan cengiran paksa menyertai.
"Aku antar." Ritsu mengulang kalimatnya sambil menatap langsung si magenta yang kini tertegun. Tahu tidak ada gunanya untuk membatah, Mao hanya mengangguk pasrah.
Mereka berdua berjalan keluar ruangan. Netra Mao berpendar mencari kehadiran sosok Tomoya, tapi nihil tak menemukan apapun. Suasana didalam rumah begitu sepi, bahkan lampu belum ada yang dinyalakan walaupun sudut-sudut ruangan tertentu sudah berubah gelap.
Sesaat mereka keluar dari rumah megah dengan Ritsu yang menutup pintu, Mao tidak bisa mencegah pertanyaan keluar dari mulutnya.
"Tidak dikunci?" Mao bertanya heran.
"Tidak perlu." Jawab Ritsu. Mungkin Ritsu berpikir untuk apa menguncinya, tidak ada yang akan mencuri juga. Penduduk saja takut untuk masuk ke hutan itu. Tapi setidaknya dia perlu menguncinya, keamanan nomor satu menurut Isara Mao.
Tak ambil pusing dengan keanehan Ritsu, mereka lanjut berjalan meninggalkan pekarangan dan memasuki hutan.
Lagi, hanya desir angin serta suara hewan malam yang akan segera beraktifitas yang terdengar dirungu Mao. Mereka membelah pepohonan tanpa percakapan.
Tanpa disadari keduanya sudah berada dijalan setapak. Ritsu berhenti tepat didepan tali pembatas saat Mao telah melewatinya.
"Terima kasih sudah mengantarku. Tolong sampaikan terima kasihku juga untuk Tomoya-san, sebelum berangkat tadi dia sempat menyiapkan makanan untukku."
"Baiklah. Jam berapa kau akan kerumah besok?" Ritsu bertanya, Mao menggeleng pelan.
"Aku tidak tau, besok aku harus mengantar barang dulu sekaligus menjelaskan situasinya pada Wataru-san. Setelah beres aku akan langsung kerumah Ritsu-san."
"Kalau begitu Isara-san tunggu didepan pohon ini, aku akan menjemputmu."
Mao terkejut, wah dia benar-benar merepotkan bosnya sendiri. "Apa? tidak tidak. Aku bisa sendiri." Sedikit menekankan perkataannya Mao menatap netra merah itu was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Protector & his Assistant; looking for trouble
Fantasy| on hold | Isara Mao, entah beruntung atau sial bertemu sesosok vampire dan ditawari sebuah pekerjaan. Tapi, hey, menjadi asisten vampire tidak terlalu buruk bukan?