09

107 10 0
                                    

'Sebuah mimpi'

Dua Minggu berlalu Oikawa menghabiskan waktu seperti biasa. Sekolah, voli, dan pergi ke perpustakaan kota. Mungkin hal baru yang ia ubah di masa lalunya hanya sering duduk dibangku dan membaca buku. Sangat bukan dia sekali.

Tapi semenjak dirinya berjuang meraih gelar sarjana dia lebih sering menghabiskan waktu membaca buku dan pergi ke rumah rehabilitasi anak. Ia sering membantu anak-anak yang mengalami gangguan mental atau trauma. Yah setidaknya dia bisa lebih manusiawi. Mencegah apa yang menjadi akar penyesalan tak membuatnya puas.

Dalam jiwa dewasa miliknya ia memiliki banyak kekhawatiran. Berpikir lebih rasional membuat anggota tim voli kadang mengernyit heran seperti kaptennya telah kerasukan.

Angin dimalam hari tak membuatnya merasa dingin. Menutup buku tanaman herbal yang ia pinjam dari perpustakaan kota ia menarik kacamata dan mengurut pangkal hidung.

Clak...

Sebuah kotak warna hitam ia buka. Kertas kecil warna biru tertulis "Sebagai pencegahan. Aku tidak bisa 100% percaya pada Oikawa-san. Terimakasih atas bantuannya" ~ Sugawara Koushi

Oikawa melengkungkan bibirnya kecil. Beberapa hari lalu mereka bertemu di halte dan Oikawa memberinya ponsel baru. Bukan sambutan hangat namun Sugawara panik menaikkan kerahnya. Ia juga menggunakan masker. Yah sebenarnya bukan hal bagus bertemu saat periode heatnya masih berlangsung.

Oikawa merasa dirinya adalah kuman jahat yang perlu dihindari jujur ia merasa tersinggung. Tapi bagaimanapun juga dia memaklumi.

"Ponsel..."

Sugawara merebut paper bag itu kilat menggantinya dengan sebuah kotak yang ada di kantung plastik.

"Mu..." sambung Oikawa terdiam menatap tangannya.

Sugawara terlihat kesulitan bernapas. Dia bergerak gelisah mencari obatnya. Meneguk air pil pil itu akhirnya berhasil ia telan.

"Maaf Oikawa-san tapi sepertinya aku harus pergi. Dan Terimakasih atas ponselnya" Sugawara pergi menuju fasilitas umum gedung quarantine. Gedung yang hanya berisikan para omega tak berpasangan. Rata-rata didalam gedung itu adalah para omega pelajar.

Pelecehan dan kematian terhadap omega semakin tinggi. Pemerintah menyadari bahwa kaum omega perlu rumah isolasi darurat. Mereka berinisiatif membuat gedung-gedung karantina khusus para omega. Bahkan akan ada beberapa kelas omega di hari Minggu yang diadakan secara gratis.

Oikawa membuka kertas buram pembungkus dan dirinya dibuat menganga. Sebenarnya apa yang terbesit di otak omega kecil itu. Sangat aneh saat kau membungkus borgol besi dengan rapi dan sebuah surat terlipat rapi. Mungkin hanya Sugawara Koushi didunia ini yang melakukannya.

"Apa ini yang dia sebut pencegahan?" Oikawa tertawa hambar matanya berkedut masam. Ia meletakkan borgol besi itu kembali ke kotaknya.

"Apa dia berniat melakukan BDSM padaku. Aku mulai takut dengan kecenderungan seksualnya" Oikawa pergi ke ranjang menarik selimutnya. Ia sangat frustasi saat meragukan keperjakaannya masih utuh atau tidak. Disaat orang berbangga sudah tak perjaka.

"K-KOU CHAN KOWAIII!!!" Jeritnya menendang selimut lalu kembali meringkuk menutupi kepalanya dengan bantal.

*
*
*

Tirai putih berayun lembut bau musim dingin bercampur darah. Oikawa merasa sepasang lengan memeluk pinggangnya. Sangat dingin. Tangan itu dingin dan pucat. Ia menoleh dan melihat surai pucat bersandar dipunggungnya. Sugawara memakai setelan kemeja putih menutup netranya.

Oikawa berbalik. Ia memeluk tubuh itu erat. Sugawara yang ia rindukan hadir. Sugawara yang gagal ia selamatkan ada dipelukannya.

"Oikawa-san"

RESETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang