Sunyi menyelimuti malam lantaran keterbungkaman pada kedua insan yang terkurung di dalam ruangan khusus Very Very Important Person. Sang wanita berjas berambut hitam menatap tenang sosok pria angkuh yang menyilangkan kaki dengan sebelah tangan menumpu siku ke sofa arm. Keduanya berada di tengah perang bisu, seolah sibuk memikirkan kata-kata yang tepat nan harus diucapkan atau bahkan membaca isi kepala satu sama lain.
Entah sudah berapa menit dilalui mereka dengan berdiam-diaman, sibuk meladeni isi kepala. Hingga sang pria mengendurkan kerutan di dahinya seiring memutar mata dan menuang wiski ke gelas shot-nya, lalu bertanya, "What is your vision?"
Wanita berjas itu melipat kedua tangan di depan dada dan menatap tenang lawan bicara. "Nothing."
Anver tersenyum miring seiring menenggak cairan alkohol di gelas mininya, mengabaikan gelagat Nieva yang memerhatikannya masih tenang. "Bullshit, why you took—"
"They are loyal to me," potong Nieva cepat nan tegas.
"Then why that bitch kills her father and then you become The Godmother," gertak Anver kembali menyenderkan punggung ke sandaran sofa.
Tidak gentar sedikit pun, Nieva buka suara dengan suara tenangnya, "I'm a loyal soldier, I've serves my love and—"
"You influenced her!" potong Anver muak mendengar Nieva yang enggan mengaku.
Nieva menggeleng tidak setuju. "I didn't do anything. He deserves to die."
Anver menegakkan tubuh lantaran kesal masih duduk di sofa dan berucap, "He is your Master! He saves you from—"
"Shut your mouth, Stone. You know nothing," potong Nieva cepat, muak mendengar ucapan sok tahu Anver.
Anver memutar mata dan kembali menyandarkan punggung. "Tell me the problem."
"Mind your own business."
"You broke my alliance, and you have to follow my rules," ucap Anver setengah sabar, ia muak sekali dengan gadis keras kepala dan tidak tunduk padanya, rasanya ingin ia tembakkan saja peluru ke kepalanya.
Nieva tersenyum miring dan berucap penuh penekanan, "I will never bow to any man."
Anver memutar matanya, seolah-olah mengatakan, ah, this is the problem. Nieva bisa saja membuat La Muerte menjadi miliknya, tapi tunduk dengan The Greatest yang pemimpinnya adalah lelaki, ia tidak akan mau. Anver menghela napas berat, kembali menatap Nieva yang masih tenang. "Give up or you'll live with fear."
Hening beberapa saat, mereka hanya sibuk menatap satu sama lain. Nieva seakan tidak dapat mengelak ucapan benar Anver terdiam dan semakin tercekik karena atmosfer kian mencekam. "Can I go now?" tanyanya mengalihkan topik dan ingin segera pergi dari sana, tanpa menunggu jawaban Nieva langsung beranjak pergi ke pintu.
Namun, begitu Nieva hendak membuka, Anver langsung menahan pintu agar tetap tertutup. Hal itu membuat tangan kirinya sigap mengambil pistol di pinggang dan dengan cepat mengarahkannya pada Anver yang tidak kalah cepat mengarahkan pistol itu ke atas. Tidak sampai di situ, Nieva menendang selangkangan pria di hadapannya, tapi langsung dihindari sehingga pistol Nieva dapat kembali mengarah pada Anver.
Seiring menghindari, Anver mengambil pistolnya dan mengarahkan Nieva balik. "I'm not finish yet," ucapnya menekan.
"We have nothing to discuss. Kau hanya ingin memperbesar kelompokmu, Stone. And La Muerte deserves better than it."
"Broke my alliance only make you become my enemy and you know what happen to The Greatest enemy."
Nieva langsung membuka pintu dan pergi tanpa rasa takut, diikuti orang-orangnya. Tidak melihat ke belakang atau ke mana pun, fokus ingin segera keluar dari sana. Tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan Anver di belakang sana. Sementara Lora yang kebingungan menatap ekspresi Nieva tidak terbaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen in Suit
AkcjaWARNING! THIS IS ADULT CONTENT! CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN! #1 in Elegant #1 in Suit #1 in Classy Anver Stone dan Ansell Stone adalah pewaris The Greatest, kelompok mafia terbesar di Amerika. Mereka saudara kembar yang mengelola setiap pe...