01

369 31 33
                                    

Assalamualaikum, selamat datang semuanya🥰 semoga betah di rumah Gamma sama Mecca.

🥀🥀🥀

"Tatap aja terus, Gam, sampe biji mata lo keluar," ejek Kavian pada seorang pria yang mengenakan pakaian serba hitam. Mulai dari jeans, kaus serta topinya. "Minimal ganti status lah."

Gama yang mendapat ejekan dari temannya pun berdecak, ia memutar bola matanya. Malas sekali jika sudah ada Kavian ini. "Ck, diem bisa nggak?"

Mendapat tatapan malas dari sahabatnya, Kavian hanya terkekeh-kekeh.

"Emang siapa?" Dimas ikut bertanya.

Pemuda itu penasaran juga, kala melihat teman satu tingkatan serta satu tongkrongannya itu menatap lurus ke arah belakangnya. Saat ini ketiganya tengah duduk menikmati ketoprak Mang Subur, salah satu pedagang favorit mereka di taman kota itu. Kavian dan Gamma duduk bersisian, sedangkan dirinya memilih duduk di hadapan Gamma.

"Biasa, tuh, mantan terindah sekaligus sahabat kesayangannya," kata Kavian sembari melahap satu kerupuk dari piring Gamma. "Siapa lagi yang bisa bikin si Gamma kayak orang stres? Cuma mantan tersayangnya, Dim."

Dimas menoleh dan mendapati segerombol gadis yang sedang duduk bercanda di bangku Mang Uleh, pemilik stan lumpia basah. Setelah memastikan jika gadis yang dimaksud Kavian memang ada di sana, Dimas kembali berbalik.

"Kata gue, mah, mending lo tembak lagi, dah, si Mecca." Pria yang mengenakan kemeja flanel kotak-kotak itu memberi saran.

"Tul," ucap Kavian singkat, ia menyedot es dawet miliknya.

"Dalam seminggu ini, udah lima puluh kali gue ngomong sama temen lo ini. Tapi, kagak ada yang didengerin ame dia. Mulut gue ampe berbusa," sambung pria berkaus navy, dengan sebuah kacamata bertengger di tengkuk belakangnya.

Gama bergantian melirik dua orang, yang selalu menjadi teman dalam hal apapun. Mendadak helaan napas berat berembus dari Gamma, ia mengalihkan atensinya dari gadis berambut panjang berwarna dark brown itu. "Nggak segampang itu."

"Yang gampang di idup lo emang apaan? Perasaan lo selalu bilang nggak segampang itu mulu," keluh Kavian.

"Gue nggak mau jadi asing lagi sama dia," ucap Gamma, tangannya mulai meraih sendok yang ada di piring ketoprak itu dan menyuapkannya.

"Lagian dulu lo sama dia ngapain bisa putus, sih?" Kavian jadi penasaran.

"Gue ngasih ikan gupi ke dia," celetuk Gamma. "Eh sialannya, sama dia malah dimasukin ke akuarium. Ya, dimakan sama ikan oscar-nya. Ya gue kesel dong, mana gue beli itu ikan dari duit gue sendiri. Bukan dapet minta dari ambu sama bapak."

"Hah!" Kavian terlihat syok mendengar ucapan Gamma.

Berbeda dengan Kavian, Dimas justru menepuk dahinya sambil menggeleng. Sungguh ia tak mengerti dengan jalan pikiran Gamma.

"Cuma gara-gara si gupi lo lepasin si Mecca? Bener-bener lo, ya, Gam! Bocah banget."

"Waktu itu gue emang masih bocah anjir! Gue sama Mecca pacaran pas SMP," imbuh Gamma.

Gamma dan Mecca berpacaran saat masa putih biru dan karena hal itu pula Mecca menganggap itu hanya sebuah cinta monyet, hanya cinta-cintaan anak bau kencur yang tak pernah serius.

Setelah keduanya putus mereka sempat asing, Gamma ingat meski sedikit samar. Bagaimana Mecca selalu menghindarinya dulu, lalu hubungan keduanya membaik saat ambu dipanggil pulang oleh Allah. Mecca menjadi orang pertama yang selalu ada untuk Gamma, dia menjelma sebagai sahabat sampai saat ini.

200 Days || Xie Junze ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang