Ting
Suara bel berbunyi yang menandakan pintu kafe itu dibuka oleh pendatang baru atau ditutup oleh tamu yang pergi dari kafe ini. cepat aku menoleh, mataku melintasi banyak hal hingga sampai pada wanita berambut pirang yang baru datang. Wanita itu tampak kikuk, matanya berpendar mencari tempat mana yang bisa di singgahi . Aku menelan ludah meluruhkan pundak, Aku sama sekali tidak mengenali wanita berparas bule itu.
Kuraih ponselku, untuk melihat jam dan pesan masuk atau mungkin pesanku telah dibaca. Aku mendesah kecewa tidak ada perubahan disana selain waktu yang terus saja berlalu.
Pukul 15 :00
Lagi, aku kembali mengirim pesan padanya. bukan hanya mengirim pesan kali ini aku mencoba menghubunginya melalui panggilan suara. Aku menghembuskan napas mencoba bersabar. dalam benakku sebagai anak muda yang menjalani kehidupan yang sibuk di ibukota metropolitan tentu mengetahui apa yang membuat seseorang terlihat tidak profesional, terlmbat datang dan tidak tepat waktu. Mungkin saja terjebak macet, mungkin saja singgah dul ke sutau tempat, mungkin saja begitu, begitu.
Aku kembali menyesap espreso yang sudah dingin itu, dan rasa pahitnya benar-benar mengigit lidah. Dan mulai tak nyaman karena rasa pahit itu kini justru terasa asam di tenggorokan. Aku berencana memanggil pelayan untuk memesan air mineral, tapi cepat ku urungkan saat aku tahu bahwa jam di ponselku menunjunjukkan waktu yang seharusunya dia tiba. Air mineral itu akan aku dapatkan bersamaan banyak menu yang akan kami pesan setelah dia datang. Mungkin sebentar lagi pikirku.
Ku sandarkan tubuhku sepenhnya pada sofa, mencoba mencari kenyamanan disana. tapi rasa asam ditenggorokanku benar-benar tidak nyaman. berulang kali akau menelan ludah. dalam diam, ingatakanku kembali pada masa silam.
" Tuh, duh senyumnya " kata Rhea berjinjit-jinjit menunjukkan rasa kagum. Pipinya merah kalau bertemu dengan lelaki yang disukainya, aku sering memperhatikan tingkah lakunya ini. dan setiap kali dia ketahuan bertingkah seperti itu dihadapanku. Dia malu, bibirnya manyun. Aku tersenyum.
Rhea remaja menjadi gadis yang banyak bicara.
" Nggak ah, kalau aku lebih pilih jendral sudirman, beliau adalah pahlawan yang bisa menjadi contoh anak-anak muda masa kini, bayangin beliau itu masih muda tapi sudah berani memimpin pasukan bahkan ketika sang jendral sudah sakit-sakit masih memilih perang dengan strategi gerilya. Hebatka " kata Rhea. Apa saja akan selalu dikatakannya, topik apapun akan jadi menarik dengan pembahasan intrik, kadang dia memaksaku untuk menanggapi celotehannya, aku akan menurutinya kalau pembahasannya nyambung.
" Ehh aku pernah dengar katanya jendral sudirman punya penyakit yang bikin beliau nggak boleh ngerokok...jadi dia nyuruh pacarnya buat ngerokok depan dia...terus dia nikmatin asapnya...kira-kira gimana ya rasanya ? " Salah-satu celotehan nyeleneh Rhea yang masih kuat di ingatanku hingga saat in. Yang setia kali aku mengingatnya, kadang aku menyegir saking gelinya.Tapi anehnya hampir setiap saat telingaku penuh dengan suaranya. Dan aku justru membiarkannya.
Seiring berjalannya waktu, di masa putih abu-abu aku dan Rhea tetap bersama. Walau dipisahkan kelas dan minat pelajaran yang berbeda aku dan Rhea tidak terpisahkan. Setiap hari, Rhea dengan rambut yang masih basah, berdiri di depan rumahnya sambil menenteng helm berwarna merah. Aku bersama motor bebekku selalu menghampiri dan membawanya menuju sekolah. Karena kedekatan kami inilah banyak yang mengira aku dan Rhea adalah sepasang kekasih. Tidak sedikit teman-teman menggoda kami atau beberapa anak cowok bertanya mengenai Rhea. Saat itu ku tegaskan, bahwa aku dan Rhea hanya sebatas teman.
Suatu malam Rhea mendatangi ku. Seperti biasa kami memang sering saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan tugas sekolah. Tapi malam itu, kulihat Rhea berbeda. Selain membawa buku-buku dan peralatan alat tulisna, ia membawa sesuatu yang lain. Entah apa, aku tidak tahu. Yang ku lihat, Saat berbicara, matanya banyak beredip, pipinya kadang bersemu merah.
" Kata Shella kita pacaran...menurut kamu gimana ? " kata Rhea dengan wajah malu-malu, pipinya merona merah sembari tersenyum. Namun lengkungan sabit di bibirnya meredup. Dan suasana menjadi canggung, kami pun terdiam. Rupanya gosip itu menyebar, melayang kesetiap ruangan, terbang ke penjuru sekolah hinggap di pendengaran Rhea.
Tapi kelenggangan tidak berlangsung lama, ku lihat wajahnya kembali berbinar. senyumnya kembali cerah dengan tatapan matanya kembali ceria. Setelah malam itu, aku merasa tidak ada yang berubah. seperti biasa aku dan Rhea sering kali menghabiskan waktu bersama.
Di penghujng masa SMA, aku dan Rhea disibukkan dengan segudang aktivitas persiapan menjelang ujian, kami memiliki kegiatan masing-masing. Rhea yang sering kali memintaku untuk mengerjakan tugas sekolahnya mengaku kesulitan mengadapi ujian, jadilah dia mengikuti les belajar tambahan di luar aktivitas sekolah. dalam masa berjaraknya pertemanan kami, aku mengenal Tya teman kelas Rhea. Tya, gadis manis , berambut panjang itu tersenyum sambil berjalan di sampingku, dan baru kusadari kami berdua berjalan paling terakhir meninggalkan ruangan setelah rapat osis selesai. Tya duluan menyapaku. Gadis itu mengaku mengenal Rhea, dan obrolanpun nyambung kemana-mana. Tidak berselang lama, Hingga aku menjalin hubungan dengannya.
" Cieeeee...akhirnya pacaran juga...cieee" kata Rhea menggodaku. Aku datang menemui Rhea di rumahnya. Kala itu Rhea baru pulang dari les, gadis itu masih memeluk beberapa buku tebal di dadanya. Saat aku memberitahukan padanya aku berpacaran dengan Tya. Rhea sempat terkejut, diam sesaat tapi kemudian gadis itu tertawa dan tersenyum senang. Kali ini tidak banya kata dari bibirnya selain kata " cieeeee ".
" Tya anak baik...cewek satu-satunya punya rambut panjang di kelas " kata Rhea padaku. Ketika aku mengajak Rhea mengobrol dan meminta pendapat mengenai hubunganku dengan Tya.
Hingga selesai ujian nasional, aku dan Rhea hampir tidak bertemu. Pun dengan Tya, pacar pertamaku itu sering kali merajuk, mengeluarkan amarahnya walau hanya melalui pesan atau telepon. Aku memberitahukan padanya, kalau aku sibuk persiapan ikut ujian kedinasan. Seolah tidak mengerti, Tya akhirnya menyerah dan memilih untuk mengakhiri hubungan kami.
Rhea turut prihatin menatapku, sama seperti dulu ketika setiap kali aku membicarakan hubunganku dengan Tya. Rhea tidak banyak bicara, tapi Rhea tetap menghiburku. Mengajakku menonton biskop dan nongkrong di kafe untuk sekedar membunuh waktu.
" Aku jadian sama Rury..." kata Rhea menatapku lekat . Setelah berhasil membuatku tertawa karena akhirnya aku dapat melupakan Tya. Tapi tawaku tidak berlangsung lama, bahagiaku redup seiring kata-kata yang meluncur dari bibir Rhea. Rupanya Rhea dan Rury saling mengenal saat mengikuti Les persiapan masuk perguruan tinggi, yang ternyata keduanya menargetkan kampus negeri yang sama. Tapi, aku diam saja. Aku menatap datar rona merah di pipi Rhea saat Rury datang menjemputnya malam itu.
Masa SMA telah berakhir, aku dan Rhea menempuh pendidikan di kota yang berbeda, sedikit perlahan kami mulai terpisahkahkan. Aku lulus test kedinasan harus tinggal di asrama dan menempuh perjalanan setengahh hari hingga sampai ke tempat di mana aku menimba ilmu. Rhea pun sama, kuliah di kampus negeri ternama di ibu kota, yang mengharuskan gadis manja seperti Rhea hidup mandiri. Tapi hampir setiap hari aku dan Rhea saling berbagi kabar memalui kecanggihan teknologi, mendengar cerita Rhea yang antusias membicarakan betapa serunya kuliah di ptn umum sering kali membuatku merasa iri.
" Kesini aja banyak cewek-cewek cantik...nanti aku kenalin..." Kata Rhea menutup sambungan telepon.
..........
Cerpen ini sudah lengkap di Blog pribadi saya, kalian bisa baca gratis
https://pesonaretaelweb.blogspot.com/
Jika susah di klik, kalian bisa buka link di profil Wattpad saya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengakuan Pria Menikahi Wanita Malam
RomanceRasa tak nyaman ini telah kurasakan bertahun-tahun yang lalu, sejak aku melihatnya berbalik pergi dan tak menoleh lagi. Kumpulan cerita pendek