CL 1

22 5 1
                                    

Malam ini, tepat seratus hari sudah Viona pergi meninggalkan semua orang yang menyayanginya dan sudah setahun pula peristiwa kecelakaan itu terjadi. Adit masih tidak menyangka bahwa dia sudah kehilangan kekasihnya itu untuk selama-lamanya. Padahal beberapa jam sebelum kejadian itu, ia masih sempat merasakan kebahagiaan karena akhirnya ia tahu bahwa, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

Sekarang ini Adit tengah menikmati udara malam dengan ditemani secangkir coklat hangat yang dulu sering sekali ia nikmati bersama dengan Viona. Gadis itu sangat suka dengan coklat. Semua makanan dan minuman yang berkaitan dengan coklat ia pasti suka. Katanya, coklat itu adalah pengembali mood yang paling manjur, ketika mood kita sedang tidak baik-baik saja.

Adit malam ini tidak sendirian, sudah ada Sandi, Rama, dan Denis yang menemaninya sejak sore tadi setelah acara pengajian satu tahun kematian Viona.

Saat pengajian tadi, ia sengaja berkeliling sebentar di rumah Viona. Dan dia bertemu dengan Rafka. Sahabat lama Adit, yang sekarang sudah tidak menganggap dirinya sahabat lagi sejak Viona tiada. Entah apa yang membuah Rafka sebegitu tidak sukanya dengan Adit, sehingga ketika saling bertemu saja lelaki itu selalu memasang wajah benci.

"Hai, Raf. Lo apa kabar?" sapa Adit bermaksud untuk melembutkan kembali hati Rafka.

"Lo nggak perlu tahu kabar gue," tunjuknya pada Adit. "Sejak saat Viona pergi gue nggak pernah baik-baik aja," Ucap Rafka dengan nada menekan.

"Gue tahu kehilangan Viona itu sangat berat buat lo. Tapi, bukan cuman lo doang di sini yang masih kehilangan dia. Gue, tante Heni termasuk teman-teman dekat dari Viona juga merasa kehilangan, Raf," ujar Adit dengan sabar.

"Ini udah mau satu tahun lo ngejauhin gue dan ngehindar dari gue. Mau sampe kapan lo perlakuin gue terus kayak gini? Kita itu sahabatan udah lama, Raf. Kasian Viona di atas sana. Liat kita hancur kaya gini. Apa lo tega, Raf?"

Rafka berdecih mendengarnya, "Kita emang udah hancur. Dulu lo bilang, kalau lo nggak bakalan suka sama Viona. Tapi apa buktinya, lo malah dengan sengaja nembak Viona terang-terangan di depan gue, Dit. Yang tega sekarang lo atau gue?" lanjutnya.

"Gue nggak habis pikir sama otak kosong lo itu. Sebenarnya, lo anggap gue ini sahabat atau apa, hah? Bisa-bisanya lo malah jadian sama Viona di saat dulu gue bilang ke lo kalau gue suka sama dia. Otak lo dipakai apa nggak?"

"Satu lagi ... Sahabat kata lo? Makan tuh persahabatan taik. Udah nggak sudi gue punya sahabat yang bisanya cuman nikung temennya sendiri," kata Rafka dengan sarkas.

"Raf, gue minta maaf. Mungkin ini udah ke seratus kalinya gue minta maaf ke lo. Maafin gue yang udah buat lo sakit hati dan ngerebut Viona dari lo. Dan please, jangan ungkit masa lalu orang yang udah meninggal. Viona udah tenang di alam sana," pasrah Adit.

Ia benar-benar ingin meluapkan apa yang ada di hatinya selama satu tahun ini. Karena, setiap Adit meminta maaf kepada Rafka, Rafka selalu mengungkit masa lalu dari Viona, gadis kesayangannya itu.

"Oke, kalo itu yang lo minta, Dit. Gue nggak bakal ungkit kenangan masa lalu yang menyakitkan itu, asal lo jangan ganggu hidup gue dengan ucapan minta maaf sampah itu. Jauhin gue dan jangan pernah lagi minta gue buat jadi sahabat lo lagi. Buat berteman sama lo aja sekarang gue nggak sudi," akhir Rafka yang membuat dada Adit benar-benar sesak.

Sahabat yang dulu selalu ada di sampingnya kini membelakangi tubuhnya dan pergi meninggalkan luka lagi yang sebelumnya belum sembuh bahkan mungkin tidak akan sembuh.

"Dit, lo kenapa dah daritadi malah diem mulu di situ?!" panggil Denis membuat lamunan Adit tentang kejadian tadi sore seketika terhenti.

Adit hanya menoleh sebentar, lalu ia berkata, "gue nggak apa-apa," ujarnya lalu kembali mengamati jalanan dan pepohonan yang ada kompleks perumahan dari balkon kamar yang ia tinggali.

Come LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang