Cinta pertama. Semua orang selalu membicarakan tentangnya. Mereka bilang cinta pertama adalah sebuah momen tak terlupakan dimana untuk pertama kalinya kita merasakan jantung kita berdebar dengan kencang saat melihat seseorang, saat dimana untuk pertama kalinya kita merasakan perasaan malu terhadap lawan jenis, saat dimana untuk pertama kalinya kita mengenal akan arti sebuah cinta.
.
.FIRST LOVE
.
.
Seorang pemuda bersurai hitam berjalan perlahan menyusuri setiap lorong yang terpampang dihadapannya. Iris matanya sesekali memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Pemuda dengan potongan rambut sedikit panjang itu memang belum memiliki banyak teman mengingat bahwa ia adalah seorang siswa sekolah menengal pertama yang baru dilantik kesahannya beberapa minggu yang lalu. Pemuda itu terlihat sedang menghapal setiap sudut sekolah barunya itu dengan cara berjalan-jalan pada setiap lorong dan sudut yang ada di sana.Sebuah pengumuman yang ditempel sembarangan pada Mading sekolah akhirnya menggelitik rasa penasaran pemuda itu. Pengumuman yang dipasang disanah adalah pengumuman bagi para murid baru yang berminat mengikuti organisasi sekolah. Ia lalu membaca pengumuman itu dengan serius. Bukan karena tertarik untuk menjadi anggota, tapi hanya karena ia ingin membacanya.
Ia baru saja membaca beberapa kalimat saat matanya menangkap sosok pria tegap yang lewat di belakangnya pada kaca yang menutupi papan mading. Dan entah kenapa seperti memiliki magnet pemuda itu lantas menolehkan kepalanya memandang seseorang yang tadi ia lihat dikaca Mading. Tepat saat seseorang dibelakang tubuhnya memanggil pria itu menyebabkan mereka saling berhadapan.
“Vegas!” berterima kasih pada pria bersuara cempreng dibelakang tubuhnya karena sekarang pemuda itu bisa melihat dengan jelas sosok pria bernama Vegas didepannya ini.
Pria dengan mata sekelam malam yang mampu menyedotnya ikut masuk kedalamnya, pria dengan tubuh tinggi tegap, pria dengan sorot mata tajam, pria dengan kulit pucatnya yang menyejukkan, pria yang mampu membuat jantung pemuda itu berdebar dengan kencang untuk pertama kalinya.
Pemuda bersuara cempreng barusan melewatinya begitu saja menghampiri sosok Vegas dihadapannya. Pria itu mengalungkan sebelah lengannya dileher Vegas.
“Hei, Vegas. Aku lapar. Ke kantin, yuk.”
“Satu bungkus besar Potato Chip kurang buat kamu,Pol?.”
Pemuda bernama Pol itu terus memaksa Vegas untuk menemaninya kekantin. Sementara, Pete - pemuda yang sejak tafi memperhatikan mereka - masih setia memandangi keduanya dengan ujung mata.
“Pete!! Aku cariin dari tadi makan yuk, aku udah lapar nih. Us udah nungguin dari tadi di kantin tuh.” Sahabatnya, Porsche mengagetkan pemuda bernama Pete itu dengan memeluknya dari belakang.
“Porsche, bikin kaget aja deh!.” Pete mengerucutkan bibirnya kesal.
Tapi, sepertinya Porsche sama sekali tidak peduli dan langsung menyeret lengan Pete menjauh dari sana menuju kearah kelas mereka. Dan tanpa Pete sadari Vegas tengah memperhatikan kepergiannya dengan sudut matanya.
“Lagi merhatiin apa, Gas?” Pol yang merasa ucapannya diabaikan bertanya pada Vegas.
“Hm? Gk ada.” Vegas menggeleng, ia lantas melanjutkan perjalanannya berlainan arah dengan arah kepergian Pete. Dibelakangnya Pol mengikutinya sambil terus mengoceh.