3] Pasien Songong

7.8K 1K 68
                                    

Dewi Cinta. Ya, itu sebutanku sekarang. Sebutan aneh yang anak-anak berikan kepadaku. Ini semua karena keberhasilanku mendekatkan Amoi dan Virgo, maka anak-anak menamaiku seperti itu. Agak risih sih, sebenarnya. Apalagi semenjak panggilan itu tersebar, banyak sekali anak-anak yang berdatangan kepadaku untuk meminta petuah tentang cinta.

"Lo laris banget, Pi." ucap Amoi kepadaku.

"Lo kira gue jualan!" sungutku.

Kini kami berdua tengah berada di kantin untuk menikmati cemilan di jam istirahat pertama.

"Ya habisnya, banyak banget anak-anak yang pada minta tolong sama lo soal cinta. Lo emang keren, Pi." kata Amoi seraya memberikan dua jempol kepadaku.

"Ngeledek lo?"

"Kok ngeledek? Gue muji tau." katanya seraya tertawa terpingkal-pingkal. Tuh kan, beneran ngeledek si Amoi. Teman macam apa dia?!

"Ehem ...." terdengar dehaman dari arah depanku. Kontan Amoi yang tadi tengah tertawa langsung terdiam dan memandang arah depan kami. Kini di hadapan kami ada seorang cowok cakep yang tengah memandang kami datar.

"Iya?" tanyaku kepada cowok tersebut.

"Gue mau minta tolong sama lo." ucapnya kepadaku seraya duduk di kursi depan kami.

"Pasien nih, Pi." bisik Amoi yang membuatku berdecak.

Pasien apaan? Emang aku dokter apa, punya pasien segala.

"Eh, gue duluan, ya. Ditungguin Virgo di kelas, nih." ucap Amoi seraya berdiri dari posisi duduknya. "Bye, Pi, Do."

Dan akhirnya Amoi pergi meninggalkan kami berdua untuk menemui Virgo. Dasar manusia dimabuk cinta.

"Ehem ...." aku berdeham sebelum memulai pembicaraan. "Lo mau minta tolong sama gue? Minta tolong apa?"

"Seperti anak-anak yang lain." jawabnya datar.

"Anak-anak yang lain?" tanyaku bingung.

"Soal cewek."

"Oh."

Ternyata benar kata Amoi. Cowok ini pasien. Astaga.

"By the way, nama lo siapa, ya?" tanyaku padanya.

"Lo gak kenal sama gue?" tanyanya terlihat tersinggung.

Aku menggeleng.

"Emang lo terkenal?" tanyaku sedikit nyolot. Jadi pasien gak sopan amat sama Bu Dokter!

"Lo beneran gak kenal sama gue?"

"Ya kalo gue kenal sama lo, apa mungkin gue nanya nama lo?"

Duh, please.

"Gue Lando." katanya singkat, padat dan datar. Sumpah ya, ini cowok satu gak punya eskpresi sama sekali. Aneh.

"Terus? Lo mau minta bantuan apa soal cewek?"

"Bantuin buat dapetin cewek yang gue suka."

"Emang lo suka sama siapa?"

"Cewek." jawabnya terlihat bingung. Ya iyalah cewek, masak sama monyet. Ini cowok satu beneran pengen gue tabok deh, lama-lama. Ngeselin.

"Iya tau. Ya kali lo suka sama cowok." sindirku yang membuatnya berdecak sebal. "Maksud gue, sebutin nama cewek itu, Bung."

"Rahasia." jawabnya songong.

Ada buku gak? Beneran pengen aku tabok ni anak pake buku. Buku telepon tuh, yang tebel. Biar bonyok sekalian.

"Lo minta bantuan gak niat amat!"

"Apa pentingnya nama?" tanyanya sok keren.

"Ya kalau gue tau nama dan bentuknya, kan lebih mudah buat gue bantuin lo." jawabku gemas sendiri.

"Kalau gue sebutin ciri-cirinya bisa?"

"Iya deh, bisa. Tapi awas aja lo nyebutin ciri-ciri cewek secara umum. Beneran gue tendang lo." kataku mulai sebal.

Kulihat Lando membalas ucapanku dengan senyum miring yang menyebalkan. Eh sumpah ya, ini cowok cakep-cakep tapi ngeselin. Beneran kayak maling minta ditimpuk!

"Cewek itu cantik, cerewet, kadang kayak preman. Tapi dia aslinya baik. Cuman kadang-kadang ngeselin. Udah." katanya datar tanpa ekspresi.

"Selera lo aneh banget." kataku bingung sendiri. Tapi cocok juga sih, orang ngeselin kayak dia dapet cewek ngeselin juga. Biar ini cowok satu juga kesiksa. Hmm ... baiklah, akan kubantu dia buat dapetin cewek yang dia mau.

"Terus apa yang harus gue lakuin buat dapetin dia?"

"Pertama, rubah sifat lo ini. Berhenti jadi cowok songong yang nyebelin. Gak ada cewek yang suka sama cowok songong kayak lo."

"Emang gue songong dan nyebelin?" tanyanya tak tau diri.

Aku hanya memandangnya datar. Beneran pengen aku lempar kaca spion ini cowok satu. Gak nyadar banget.

"Oke." Kata Lando akhirnya. "Terus?"

"Rubah dulu aja sifat lo, baru masuk ke pelajaran kedua." kataku santai seraya berdiri meninggalkannya.

"Heh, mau ke mana lo? Bantuin gue dulu, woi." ucapnya yang hanya kubalas dengan lambaian tangan.

Enak banget merintah-merintah kayak mandor. Livia bukan babu siapapun. Catet tuh!

"Oh ya, bayarin jajan gue ya, Do. Anggap aja sebagai tarif konsultasi." kataku sambil berbalik ke arahnya. Kulihat Lando memandangku tak percaya seolah berkata 'yang bener aja'.

"Bye." ucapku lagi seraya berbalik dan melanjutkan perjalananku menuju kelasku berada. Rasain tuh, cowok songong!

[2] Dewi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang