Bab 3. MENJADI KUAT!

41 9 2
                                    

“Siapa yang menjadi perwakilan dari pondok kalian?” tanya pelatih Yin memandang selusin remaja pondok Support yang gugup. Mereka semua menunjuk pada Caelum yang baru saja ikut bergabung.

“Telat? Wah, sungguh berani. Merasa hebat sepertinya kamu,” ujar pelatih Yin, melirik tajam remaja kekar tanpa lengan tersebut.

“Siapa, aku? Tidak pelatih kamu salah–”

“Maju!” potong pelatih Yin tajam.

“Dengar, aku tadi baru saja menyelesaikan—"

“Siapkan kuda-kudamu, kuberikan tiga detik untuk menangkis seranganku. Satu—tiga!” serunya tegas. Melayangkan tongkat besi untuk memukulnya.

Caelum memuntahkan makan paginya. Pukulan yang di dapat dari tongkat besi pelatih Yin menekan perutnya dengan keras sebelum membuat remaja kekar itu terlempar ke pinggir arena dengan menyedihkan.

Suara tepuk tangan meriah dari sisi lain arena menjadi nyanyian kejatuhannya. Pelatih Yen bahkan ikut serta dalam kegembiraan dengan mereka.

Pelatih Yin merasa tidak puas. Ia pikir Caelum akan cukup tangguh untuk bertahan dengan tubuhnya itu. Namun, baru sekali pukul saja sudah terlempar. “Apa yang kalian banggakan! Teman kalian terkapar di sana,” gerutunya.

“Kami bangga padamu pelatih!” teriak mereka serempak.

Pelatih Yin serta pelatih Yen adalah  penjaga sekaligus penanggung jawab lapangan tarung. Pelatih Yin dapat menggerakkan mahluk yang sudah mati untuk menjadi bonekanya. Boneka inilah yang dijadikan lawan tanding selama latihan berlangsung. Ia adalah orang yang cukup pendiam dan misterius. Namun, saat berada di arena lapangan, jangan harap belas kasihannya.

Pelatih Yen sendiri bertugas untuk menjaga kesehatan dan keamanan selama jalannya latihan. Tidak jarang beberapa anak akan terluka cukup parah yang membutuhkan pengobatan pertama, karena itu juga pelatih Yen sering dijuluki orang kejam yang mengambil uang anak kecil. Hal tersebut karena setiap pengobatan yang dilakukannya harus dibayar dengan mana yang sama banyaknya.

“Apa dengan begitu aku akan berbaik hati pada kalian semua? Cepat membuat kelompok. Serang secara bersamaan, kalian para peracik obat sialan harus bisa mempertahankan nyawa kalian sendiri. Kalian pikir saat dalam pertarungan sungguhan kita para mage, fighter, juga maksman mengingat kalian? Jangan harap!” cemoohnya.

“Pidato yang mengharukan, sangat memotivasi, aku akan mengingat hari ini. Jadi saat mereka semua terbantai, aku akan menyembuhkan diriku sendiri dan melarikan diri,” bisik Kylling pada Rotten. Perkataan itu disetujui beberapa Hero Support lemah yang menguping terang-terangan.

“Saudariku Yin, maaf menyela. Aku harus menyampaikan sesuatu. Sebelumnya aku bertemu Streya, dia mengatakan Caelum akan sedikit telat, masa pelayanan sosialnya belum berakhir, berharap kamu bisa memberi keringanan,” tutur pelatih Yen ceria. Ia menggosok dagunya pelan tanpa penyesalan, matanya menyipit ke tubuh Caelum.

“Kenapa tidak kamu bilang sebelumnya?” tanya pelatih Yin curiga.

“Aku hanya bosan.” Ia mengangkat bahunya, berjalan ke arah Caelum yang tidak bergerak.

Caelum menatap langit dengan muram. Saat wajah pelatihnya memasuki jangkauan penglihatan, ia hanya berkata dengan letih. “Tulangku patah, aku sedang mencoba meluruskannya lagi pelatih.” Kemudian menutup matanya dengan tenang.

“Mau aku bantu? Bayarannya mungkin lima mana, aku bisa merasakan hati mana-mu kuat nak, sangat menarik,” tawar pelatih Yen, langkahnya ringan tanpa suara.

“Aku miskin, tinggalkan aku dengan mana-ku pelatih!” tutur Cae tidak terima. Lima orang anggota pondok akhirnya menyeret Caelum yang menyedihkan.

“Praktik akan di adakan lima belas menit lagi, grup yang kalah akan mendapat hukuman.”

Sorakan protes terdengar di sepenjuru lapangan tarung. Walaupun langit-langitnya bersinar terang. Arena ini sebenarnya adalah bangunan indoor dengan atap yang di lapisi sihir dan lantai yang bisa merekonstruksi diri sendiri. Bahkan saat arena hancur, itu hanya akan kembali seperti semula. Arenanya setengah melingkar dengan kubah bagian atas, deretan kursi kecil di bagian selatan dan pilar-pilar berukir rasi bintang.

Kelompok pertama yang berhadapan dengan pelatih Yin adalah para Healer yang mengutamakan elemen air dan bumi dalam pengobatannya. Mereka berdua mulai mengecoh serigala boneka yang dimiliki pelatih Yin.

Hewan tersebut mengeram, menerkam salah satu remaja sebagai sandera. Anak lain yang melihat tidak segan untuk melompat ke atas serigala, menikamnya dengan belati. Nahasnya, belati itu menembus kulit hitam sang serigala dan menusuk sang sandera.

“Berhenti! Pertahanan kalian payah. Ingat, kalian Healer bukan seorang fighter ataupun tanker. Gunakan apa yang tidak bisa pondok lain lakukan! Kalian berdua temui pelatih Yen,” cerca Yin frustrasi.

Hero pondok Support sebenarnya sangat unik. Mereka berbakat dalam penyembuhan, dan pengobatan. Namun, dalam pertempuran sungguhan, tidak sedikit pula Healer yang gugur saat mengobati orang-orang di garis depan. Bagaimana mereka bisa menjadi lemah, saat tanggung jawab yang diambil begitu sangat besar.

Dua remaja itu hanya menyeret tubuh mereka keluar arena, mendekati pelatih Yen dengan kipas di tangannya.

“Berikutnya.”

Tiap grup mulai menggunakan skill untuk mengurangi dampak serangan pada tubuh mereka seperti arahan. Hanya saja serigala pelatih Yin memang sangat kuat, beberapa anak pondok Support terlempar keluar arena, diseret, dan dikejar oleh segerombolan serigala mati tersebut. Pelatih Yen tidak kalah kesal dipinggir arena. Meneriakkan pemborosan mana yang mereka semua lakukan.

Empat anak pondok support yang berhasil menghadapi serigala pelatih Yin terkapar di lapangan. Luka cakaran dan gigitan menghiasi wajah mereka, seragam mereka koyak dan darah merembes keluar. Napas mereka memburu dengan tidak beraturan.

“Sesi kali ini berakhir, cukup menyebalkan sejujurnya. Beberapa dari kalian memang berbakat, cerdik, dan lincah. Asah itu semua, untuk yang lain tingkatkan lagi pertahanan kalian, konsentrasi dan perbaiki ritme penyerangan kalian. Pelajari apa pun yang bisa diambil untuk sesi kali ini. Aku harap tidak ada lagi Healer yang akan mati dan diremehkan,” tutup pelatih Yin, tangan kanannya membelai serigala dengan lembut.

“Aku tahu, mempertahankan konsentrasi untuk mengurangi kerusakan pada tubuh kalian sangat sulit. Apalagi kalian harus ikut bertarung juga. Di masa depan tidak setiap saat kita bisa mengandalkan orang lain. Ada saatnya kita hanya bisa mengandalkan diri kita sendiri. Dorong semua itu sampai titik terendah, kuras semua mana kalian sampai habis tanpa tersisa, rasakan bagaimana kalian sekarat. Hingga akhirnya kalian akan terbiasa dengan situasi hidup dan mati,” jelas pelatih Yen, matanya yang jenaka terlihat dingin dan tegas di bawah lampu sorot lapangan.

“Oh dan Cae, kamu tinggal. Streya akan melakukan sparing denganmu,” sambungnya. Remaja itu hanya menunjukkan jempolnya, nafasnya masih memburu karena kejar-kejaran dengan serigala.

Kylling yang mendengar hal tersebut beringsut ke arah Caelum. Mencolek tubuhnya yang tidak bergerak.

“Apa?” tanya Caelum pada temannya.
Kylling tersenyum teduh, menepuk lengan Cae, “Tidak ada apa pun. Hanya semoga selamat.”

Pada saat itu Cae tidak mengetahui bahwa untuk pertama kalinya. Seluruh anak pondoknya memiliki pemikiran yang sama

Semoga kamu selamat, kawan!



***


Lima ekor serigala boneka, meneteskan liur hitam, menikung, membuat gerakan memotong mengepung Caelum.

Dari arah belakang Streya menerjangnya. Remaja itu berbalik, menangkis serangan dengan cepat. Langkah lawannya ringan. Udara di sekeliling mulai memanas.

Streya membuat beberapa tumbuhan tumbuh dengan cepat, menghambat pergerakan remaja yang semakin terpojok. Caelum berusaha mengumpulkan mana-nya. Namun, serigala itu tidak membiarkannya beristirahat. Pada saat pedangnya berpendar, hujan bunga lotus mulai berjatuhan di sekeliling Cae.

Di bawah belaian kelopak lotus, Caelum dan lima serigala bergulat seperti hewan liar. Taring binatang itu menembus pakaiannya, terus masuk ke dalam dagingnya. Sebelum berhasil mengoyak tubuhnya menjadi empat bagian, serigala itu menghilang.

Dari arah yang cukup jauh nada kekhawatiran bisa Caelum dengar. Awan imajinernya dalam kubah seakan melambat. Rain petals yang berusaha Caelum pertahanan mulai memudar, Ia juga mulai merasa lelah saat matanya mulai berkabut.

“Bangun! Jangan mati dulu, aduh nanti aku kena marah, bertahan sebentar aku akan memberikan pertolongan pertama,” ujar Streya, rasa hangat menjulur dari tangannya yang lembut keseluruh tubuh Caelum.

Ia berpikir dalam kekaburan pandangannya, bahwa baru saat ini dia bisa sedekat ini dengan Streya. Matanya yang ungu berpendar menenangkan. Seakan berkata bahwa Cae bisa tenang, bisa aman jika terus melangkah di sampingnya.

“Astaga! Caeee ... Kenapa hidungmu ikut berdarah juga! Apa luka dalammu sangat serius?” Streya terkejut mendapati darah baru mulai keluar dari hidungnya.

Mendengar itu, Caelum memilih pingsan daripada menanggung malu.



***


Saat Caelum membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah Nyonya Frian dengan tampang galaknya mengacungkan jarum akupunktur ke depan wajah Kylling.

“Aduh, Nona manis, jangan terlalu kejam. Aku hanya ingin melihat sahabatku yang perkasa ini,” ujar Kylling lemah, mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Nyonya Frian menatap remaja itu, matanya makin melotot menakutkan. “Terakhir kali kamu membawa jamur aroma terapi yang membuat satu ruangan bau busuk,” katanya tidak percaya.

“Temanku menyukai wewangian yang unik,” kilah Kylling melemparkan tanggung jawab. Caelum yang telah bangun hanya menatap temannya. Bukan hal baru baginya mendengar Kylling berbohong dan melemparkan kesalahan padanya. Jadi Cae kembali menutup mata, menunggu mereka menyelesaikan argumen.

“Jadi sejak kapan aku menyukai wewangian busuk? Juga sejak kapan kamu menjadi lebih sopan,” tanya Caelum saat Nyonya Frian keluar dari ruangan.

“Ah, Cae! Rupanya sudah sadar. Bagaimana kabarmu?” tanya Kylling, menyimpan keranjang buah di sebelah kasur pasien.

“Ingin muntah, berapa lama aku pingsan?”

“Sudah tiga hari, Cae. Lukamu benar-benar parah. Hampir merusak hati mana-mu. Ini gila, kamu hampir mati di buatnya!” keluh Kylling, kantung mata terlihat jelas di sepanjang matanya.

Remaja tinggi itu akhirnya hanya membuang wajahnya, menarik nafasnya dengan sebal. “Kamu harus segera sembuh, banyak hal terjadi saat kamu dirawat Cae, pondok Support membutuhkanmu, begitu pun Streya.”

Starborn: Stellae DomumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang