1

311 41 1
                                    

Selama lima tahun Rei hidup seorang diri setelah kepergian sang Bunda. Di umurnya yang yang sudah memasuki angka 15 tahun tiba-tiba saja seseorang datang dengan wajah datarnya mengatakan jika dirinya adalah putranya.

'Hahaha.. Hidup memang penuh dengan kejutan' pikirnya.

Namun, tak seindah yang ia kira setelah dirinya dibawa dengan paksa oleh orang yang mengaku sebagai Daddy nya. Perlakuan keluarga yang seharusnya saling menyayangi dan melengkapi kebersamaan namun malah menyakiti hati, fisik, dan mentalnya membuat Rei ingin cepat-cepat menyusul sang Bunda.

Ia lelah tentu saja, lima tahun mereka menyiksanya hingga dirinya benar-benar tidak sanggup menerima segala cobaan dari Tuhan kepadanya. Rei yang lelah memutuskan garis takdirnya sendiri. Benar, bunuh diri.

Persetan dengan takdir ia sudah tidak sanggup lagi. Entah di sekolah, kuliahan ataupun di rumah semua yang ada di lingkungannya benar-benar setan berkedok manusia. Mereka mencaci maki, memberikan kekerasan fisik, dan merusak tubuhnya. Padahal dirinya seorang lelaki ta-tapi! KENAPA?! KENAPA HARUS DIRINYA!

"AGHHRR!" Rei berteriak histeris meluapkan rasa sakit dan penatnya.

"Kenapa Tuhan? Kenapa harus aku? Bukan ini yang aku inginkan. Bukan ini juga yang aku minta. Apakah bahagia sesulit ini? Setelah bunda Kau ambil kenapa harus secercah kebahagiaan ku yang akan Kau renggut kembali." Tidak ada air mata yang menetes. Hatinya yang mati rasa membuat mata yang selalu mengeluarkan cairan bening itu mengering tanpa sebab dan itu sudah lama Rei pun tak peduli.

"Jika waktu bisa diputar, aku ingin mengulangnya. Aku akan membalaskan dendam kepada mereka yang membuat hidup ku terusik. Persetan dengan dosa, sialan!"

Setelah mengatakan hal tersebut Rei menjatuhkan dirinya dari rooftop lantai lima mansion itu berada. Rei bisa merasakan tubuhnya yang teramat sakit dan remuk di segala bagian. Sebelum mata dan telinga itu direnggut penglihatan dan pendengaran nya Rei masih bisa melihat dan mendengar teriakan histeris para maid diiringi derap langkah kaki. Sebelum nyawanya di ambil pun ia masih bisa melihat orang tua biologisnya itu memandang pucat dirinya. 'Cih! Sebelum matipun aku harus melihat pria tua brengsek itu terlebih dahulu dan apa-apaan ekspresi menjijikkan itu.' batinnya.

...

Rumah sederhana dengan dua lantai itu hanya di isi oleh seorang remaja. Remaja itu masih tertidur pulas dengan wajah yang ditenggelamkan ke dalam bantal guling kesayangannya. Pukul lima subuh remaja yang masih terlelap ditemani bunga tidurnya bangun dengan peluh membasahi sekitar wajahnya.  Sepertinya remaja itu mempikan hal buruk.

Remaja itu duduk termenung tanpa ada niatan untuk melanjutkan tidurnya kembali. Ia sudah tidak mengantuk. Namun entah bagaimana ia merasa lapar. Ah, ia lupa jika kemarin siang hingga malam hari tidak memakan satupun makanan.

Kruyuuk.. Hmm, suara yang lumayan keras di sepetak kamarnya.

Dengan niat yang sudah terkumpulkan remaja tersebut beranjak dari kasurnya dan membawa tubuhnya ke kamar mandi. Ia harus mandi agar lebih bersemangat beraktivitas. Itu yang ia pelajari dari sang Bunda.

Zraaasss

Shower telah menyala. Remaja itu hanya mandi sepuluh menit tidak kurang tidak lebih. Setelah berpakaian ala rumahan dengan kaos dan celana pendek ia kemudian turun untuk sarapan.

Tik

Setelah saklar lampu ia nyalakan terlihatlah dapur kesayangan sang Bunda. Dapur minimalis dengan meja makan mini dan dua bangku dirinya dan Bunda nya yang bisanya mengisi namun sekarang hanya ada dirinya seorang. Tenang, itu sudah lima tahun yang lalu. Ia sudah melupakan dan tak sesedih yang kalian bayangkan.

Rei's Second Life [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang