Awan kelabu yang tengah menjejak muram sekali lagi memberi pertanda. Sedikit tumpahan air langit turut serta mengguyur rumput-rumput kering di sekitar kastil.
Kedinginan yang parah membuat seorang gadis bergelung gemetar dalam selimut tebal. Ia menyipit, mengawasi setiap inci tubuhnya dengan bantuan cahaya kuning berpendar dari lilin-lilin di sekitarnya.
Sementara di luar, suara langkah kaki tergesa-gesa semakin terdengar ramai. Orang-orang dewasa meneriaki siapa saja yang masih berkeliaran di koridor untuk bergegas kembali ke kamar mereka dan mengunci pintu.
Kebisingan yang menguar membuat gadis itu tidak bisa memaksa dirinya untuk pergi tidur. Berkali-kali, ia memeriksa tubuh, menduga sesuatu juga terjadi padanya.
Malam berlalu kelam dan esok paginya cuaca diperparah dengan gumpalan awan sehitam arang berlabuh di langit. Tidak ada sinar matahari yang membangunkan gadis itu, tetapi alarm tubuhnya mengisyaratkan ketergesaan untuk menemui seseorang.
Ia menaiki undakan menuju koridor lantai paling atas. Penampilannya kacau, kedua matanya yang bengkak dan berair akan membuat siapa pun tahu bahwa ia menangis semalaman atau mungkin itu yang dipikirkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Iris hijaunya berkelana, mulai mengawasi sekitar ketika ia tiba di salah satu ruangan penuh sarang laba-laba. Bayangan hitam yang tertelungkup segera menarik perhatiannya dan tanpa ragu ia mendekat.
“Aidan!”
Samar bayangan hitam itu menoleh. Ia membuka tudung jubah yang menutupi kepalanya sambil melemparkan tatapan hampa.
Penampilan sosok itu sama buruknya dengan sang gadis. Rambut hitamnya jauh dari kata rapi dan wajahnya sempurna merah. Kesedihan yang mendalam dan rasa marah berkelindan mengitari auranya yang suram.
“Kau sudah melihatnya?” ucap sang gadis yang sudah mengambil posisi duduk di samping sosok itu.
Anggukan lemah mengawali suara parau yang dikeluarkan sekuat tenaga.
“Aku, sudah. Tidak pernah kubayangkan bahwa aku akan melihat tubuh kakunya dengan penampilan yang seperti itu. James tampak kacau.”
“Oh, Aidan! Kukira kita harus melihat tubuh James sekali lagi sebelum para guru membawanya pergi.”
Alih-alih anggukan, Aidan menggelengkan kepalanya. “Tidak, Sieera. Biarkan. Aku tidak ingin lagi melihat tubuhnya yang mengenaskan itu,” lirih Aidan.
Ia melirik, hasrat untuk menggapai tubuh Sieera memuncak, tetapi kesadaran Aidan menyuruhnya berpaling.
“Apakah kau akan meninggalkan akademi lebih awal? Orangtuamu akan datang untuk membawa tubuh saudara kembarmu, bukan?”
“Tidak. Ada satu dan lain hal yang ingin kubereskan sebelum pergi.”
Sieera mengernyit. Ia sedikit menarik tubuhnya menjauh untuk memberi ruang antara mereka berdua sebelum akhirnya membuka mulut. “Ada apa, Aidan?”
Masih tidak ingin menatap Sieera, laki-laki itu bergumam lagi. “Kau kekasihnya, bukan? Apakah kau tidak ingin menemukan sedikit saja petunjuk tentang kematian James?”
“Ya—” Sierra memberi jeda untuk menarik napas dalam-dalam, mengatur emosinya. “Tetapi apa yang bisa dilakukan lagi untuk itu, Aidan? Para guru berjanji untuk mencari tahu pelakunya. Lagi pula—”
“Ya, aku tahu! Itu sihir berbahaya milik Poorka. Remaja usia enam belas tahun seperti kita tidak akan diperbolehkan untuk ikut campur. Bukankah kau ingin berkata seperti itu, Sieera?”
Sieera bisa mengamati telinga Aidan semakin memerah. Suaranya yang bergetar tidak mampu menyembunyikan betapa marahnya laki-laki itu setelah mendengar kematian saudara kembarnya.
James dan Aidan berada satu tingkat dengan Sieera. Gadis itu merupakan orang pertama yang berhasil memikat hati James, mewarnai setiap bagian hidupnya sejak ia tiba di Akademi Croward—sebuah sekolah sihir ternama di Elonoir.
Dunia tempat di mana mereka tinggal dulunya terbagi menjadi tiga kaum. Poorka, sang penjahat kegelapan yang memainkan segala sihir hitam untuk menciptakan kengerian. Mereka sangat tergila-gila dengan kekuatan, kekuasaan dan gemar membunuh.
Sudah lama sekali Poorka dimusnahkan dari Elonoir, sekarang hanya tersisa sedikit keturunan-keturunan mereka yang tidak lagi memiliki ambisi gelap karena mereka yang melakukannya akan segera diamankan oleh kaum Holga—penyihir putih yang berjasa menghilangkan kebengisan dari Elonoir. Mereka tersohor dan sangat dihormati. Sementara sisanya, hanya kaum penyihir biasa dengan sihir mereka yang lemah.
“Aku tahu kau sama terpukulnya denganku, Aidan. Oh, tetapi apa yang bisa kita lakukan untuknya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Witchcraft in Death | END
أدب المراهقينMystery | Fantasy Kematian tidak pernah menjadi sesuatu yang begitu nyata bagi sekolah sihir terkemuka, Akademi Croward, sebelum James Filbert ditemukan tewas akibat sihir kegelapan Poorka. Berdua, Sieera Blyte sebagai kekasih James dan Aidan Filb...