Twenty Three

922 141 3
                                    

W O R T H

"Bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan padanya sekarang? Bantu aku, Ochako."

[Name] berjalan mondar-mandir di ruang tengah apartemen dengan raut khawatir setengah panik. Ia memainkan jemarinya sesekali melirik pintu, memastikan suaminya tidak pulang lebih awal dan menguping pembicaraan mereka.

"Kau hanya perlu mengatakannya saja, [Name]," sahut Uraraka tenang. "Todoroki-kun adalah suamimu. Tidak mungkin ia akan membencimu karena hal ini."

"Kau tidak mengerti, Ochako." [Name] menghempaskan tubuhnya di atas sofa, mendesah berat memikirkan kemungkinan terburuk reaksi suaminya. "Karirnya sedang berada di puncak. Dunia sedang tidak baik-baik saja. Ditambah lagi kami belum bicara banyak tentang hal ini. Bagaimana jika ..."

Uraraka menggenggam bahu [Name], memaksa teman semasa SMAnya untuk kembali pada dunia nyata. "Kau tidak akan tahu sebelum mencobanya, [Name]. Percayalah padaku, tidak ada yang perlu kau takutkan, dengan cara Todoroki-kun memandangmu aku yakin seribu persen ia takkan meninggalkanmu, oke?"

"Tapi—"

"Tidak ada tapi," tegas Uraraka. "Kau harus mencobanya. Ini tidak hanya menyangkut kalian berdua saja, tapi juga menyangkut masa depan kalian."

[Name] merenungi ucapan Uraraka, tahu bahwa perkataan temannya itu benar. Menarik napas panjang untuk memupuk keberanian, [Name] mengangguk kecil.

"Nah, sekarang hubungi Todoroki-kun. Minta ia pulang lebih cepat kalau memungkinkan. Lebih cepat berita ini disampaikan lebih baik," titah Uraraka lembut. Ia memeluk [Name] dengan hati-hati. "Aku turut bahagia, [Name]."

Bagai komando tersirat, keduanya menarik diri kala pintu utama terbuka. Disusul dengan langkah kaki yang familiar di telinga [Name]. Muncul dari lorong yang menghubungkan teras dengan ruang tamu adalah si Bungsu Todoroki yang tampak lelah.

"Aku pulang." Todoroki terkejut ketika melihat Uraraka di ruang tengah. "Tumben sekali Uraraka berkunjung. Aku tidak mengganggu kalian kan?"

"Tidak, tidak," geleng Uraraka cepat. "Aku ingin bertemu [Name] mumpung hari ini libur. Kau tau untuk mengatur pertemuan dengan teman-teman kelas kita yang lain, Mina yang memintaku."

Todoroki mengangguk paham. Ia tak terlalu mengerti dengan sistem lingkaran pertemanan wanita, yang ia tahu berhubungan dengan teman-teman mereka membuat [Name] senang dan itu sudah cukup baginya.

"Sudah waktunya." Uraraka beranjak dari sofa, memeluk [Name] lagi. "Deku-kun mungkin sudah menunggu."

Kekhawatiran [Name] seketika berganti dengan rasa penasaran. Teringat bagaimana Uraraka berusaha mati-matian menyembunyikan perasaannya semasa sekolah dulu, ia ikut senang jika penantian Uraraka berbuah manis.

"Kau dengan Midoriya?" Todoroki meletakkan tasnya di kaki sofa, memandang Uraraka dengan sirat tanda tanya. "Ah ... tidak heran belakangan ini Midoriya sering memeriksa titik kencan yang cocok untuk pasangan baru."

Uraraka menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan syal yang dililitkan di leher. [Name] tertawa menyaksikan betapa manisnya gadis berpipi tembam itu, teringat betapa seringnya ia dan Mina menggoda Uraraka dengan Midoriya beberapa tahun lalu.

Uraraka membereskan barang-barangnya dengan tergesa. "Aku pergi dulu. Nanti kukabari kapan dan dimana kita akan bertemu dengan yang lain. Beritahu aku kelanjutannya, oke?"

Langkah kaki Uraraka menggema, terburu-buru meninggalkan apartemen mereka dengan raut muka merona. [Name] atau Todoroki bahkan tak sempat mengucapkan 'selamat tinggal' atau 'hati-hati' sebelum gadis itu menutup pintu utamanya.

Shouto's HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang