Prolog

2 0 0
                                        

Selamat membaca!


Di sebuah pantai dengan pasir putih dan air laut yang hijau. Seorang lelaki dewasa , dengan tatapan mata yang tajam berdiri di puncak menara, menatap hamparan laut yang berkilau di timpa sinar matahari. Dengan berlatarkan gunung-gunung  yang menjulang, di tambah jingga lembayung yang hampir meluluri seluruh permukaan laut dan sebagian pesisir pantai kota Ende, semakin  menambah keindahan sore  itu.

Dinginnya   angin yang menerpa,  sepertinya tak membuat pria bertubuh tegap itu bergeming dari sana. Lelaki itu melongok ke bawah, pada air laut yang bergerak perlahan mengikuti riak kecil dari ombak.  Sekilas terlihat ia menyunggingkan senyum.  Sudah hampir satu jam ia berada di tempat itu. Seperti biasa, menara pemantau selalu menjadi pilihannya  untuk menepi sejenak dari keramaian. Memandangi kapal-kapal penangkap ikan yang bergerak pelan menuju ke tepian.

Rifky Nadim Azzhari, itulah namanya. Seorang perwira angkatan laut berpangkat LETTU ( Letnan Satu ). Hampir tiga tahun ia berada di kota itu, Rifki nyaris tidak pernah pulang atau mengambil cuti saat hari raya seperti rekannya yang lain. Meskipun atasannya kadang menyarankan ia untuk mengambil cuti, namun lelaki berperawakan tinggi itu selalu menolak. Suasana khas kota Ende yang tenang sepertinya membuat pria kelahiran Makassar itu betah di sana.


Rifky  menghela napas kasar. Menatap lurus ke hamparan laut biru di bawah sana. Meski hanya memperlihatkan punggungnya yang tegap,  ia tetap terlihat gagah. Rifky memiliki tinggi 185 cm, berhidung mancung, matanya terang  dan kulitnya putih bersih. Kebanyakan  orang mengatakan ia mirip aktor  Korea, tak heran banyak kaum hawa yang menggilainya, namun Rifky hanya menggubris mereka dengan senyuman. Setelah itu, ia akan berlalu pergi tanpa menghiraukan mereka lagi. Selain  tampan, Rifky juga merupakan sosok pria yang  baik dan bertanggung jawab. Hal ini mungkin karena  Rifky adalah  satu-satunya pria di dalam keluarganya. Sehingga ia merasa beban dan  tanggung jawab keluarga berada di pundaknya. Ayahnya meninggal dua tahun lalu karena penyakit jantung yang sudah lama ia derita, sementara ibunya kini tinggal bersama dengan kakak perempuannya yang juga seorang single mom.


Hari ini, Rifky akan pulang ke Makassar, sebenarnya ia enggan kembali kesana karena sebuah alasan yang hanya dirinya  yang tahu. Namun berkat desakan ibunya, akhirnya pria bermata sipit itu akan kembali mengunjungi kota kelahirannya. Rupanya kerinduan sang ibu mampu mengikis  ego dari  pria angkatan itu.

Perahu- perahu nelayan mulai merapat ke dermaga ditemani semburat jingga yang mulai pupus di sebelah kanan seiring dengan gelap yang mulai mengambil alih. Matahari pun kini perlahan kembali ke peraduannya berganti dengan sinar bulan yang tak malu-malu lagi menampakkan diri. Rifky mendesah pelan.  Sudah saatnya ia kembali ke markas. Dibalikkannya tubuhnya dan berjalan  meninggalkan tepi puncak menara tempatnya berdiri, melangkah perlahan menuju tingkap tangga, turun kembali ke kota.


🍁

My Destiny Is (Not) You )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang