Prolog

283 28 8
                                    

"Akhir bahagia bukanlah kisahku, selama ini apa yang aku perjuangkan selalu berakhir menyedihkan. Mungkin suatu saat nanti aku akan berhenti, menyerah pada kehendak takdir."

- (tokoh utama, perempuan.) -

.

.

"Tentang cinta dan pengorbanan, sebesar apakah pengorbananmu atas nama cinta?"

- {bukan tokoh utama, laki-laki.} -

.

.

***

"Kau mengejutkanku setengah mati!" omel seorang remaja laki-laki kepada seorang remaja perempuan ketika keduanya sedang berjalan melewati kebun sekolah menuju kantin.

"Harusnya kau sudah mulai terbiasa dengan sifatku itu!"

Gadis yang berada di sebelahnya langsung menggerutu. Perhatiannya dari layar ponsel yang sedang ia genggam kini beralih ke lawan bicaranya.

"Yah, seharusnya begitu..." gumam cowok berambut hitam yang dipotong cepak itu dengan tatapan menerawang, entah sedang memikirkan apa.

Meskipun begitu, tubuh jangkungnya dengan sigap langsung menundukkan kepala ketika berpapasan dengan ranting pohon bunga kamboja yang menjulur di hadapannya.

"Lalu?"

Gadis yang berada di sebelahnya kembali bertanya dengan mengangkat sebelah alis. Perlahan ia memasukkan ponselnya ke dalam saku rok, lalu mendongak sedikit, melayangkan tatapan penuh tanya kepada cowok yang tadi mengajaknya berbicara.

Percakapan itu terhenti sementara ketika mereka berhenti di salah satu sudut kantin yang tidak begitu ramai. Tugas  melakukan pementasan drama tadi membuat kelas mereka mendapat jadwal istirahat lebih awal dari biasanya.

Dengan langkah pasti, gadis cantik bermata bulat itu memesan dua gelas minuman dingin ke ibu kantin. Setelah menyebutkan pesanannya, dirapikan rambutnya sejenak, lalu menyusul teman sekelasnya tadi ke salah satu meja kosong yang ada di sana.

"Kau tahu, pikiranku langsung kosong begitu kau memandangku tadi. Kurasa... aku mendadak gugup."

Cowok itu kembali melanjutkan pembicaraan mereka yang tadi sempat terjeda.

"Kau hebat."

Pujian sederhana yang diberikan oleh sang lawan bicara membuatnya terdiam. Sedikit ragu ia melirik sosok yang sedang duduk di hadapannya. Kedua tangan gadis itu sudah menopang dagunya sendiri, secara terang-terangan sedang asyik menatapnya dari seberang meja.

"Apanya?" tanya cowok itu salah tingkah, seakan tak mengerti dengan apa yang tengah dikatakan oleh teman sekelompoknya saat memainkan drama tadi.

Gadis berambut cokelat gelap itu menghela nafas, teringat bahwa teman sekelasnya itu terkadang memang sedikit lambat jika disuruh untuk berpikir.

Ia mengibaskan rambutnya ke belakang, lalu berkata, "Kau bisa berdialog tanpa membaca ulang naskahnya. Bukankah itu hebat, huh?"

"Biasa saja," celetuk cowok itu rendah diri.

"Cih, merendah untuk meroket?"

Pertanyaan sarkas dari gadis itu langsung mendapat repson. Tanpa dikomando sang cowok segera berdiri, membuat gadis itu dengan sigap berlari untuk mengambil pesanannya, lantas meninggalkan kantin terburu-buru dengan senyum penuh kemenangan.

Gadis itu mempercepat langkahnya, tidak peduli dengan temannya tadi yang mungkin akan mengeluh karena minumannya juga dibawa olehnya.

Tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang tengah mengamati dirinya dari kejauhan dengan pandangan tak suka. Sang pemilik mata itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Berusaha menahan gejolak amarah yang sedang dirasakan.

Di sisi lain yang tak jauh dari tempat si pengamat tadi, seseorang dengan sorot mata teduh juga tengah mengamati gadis itu dalam diam.

Sang pemilik mata indah itu menyunggingkan senyum tipis, sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan perasaan yang sedikit lebih baik dari sebelumnya.

○○○○ {bersambung} ○○○○

.

.

.

*
a/n:
Halo!
Author ingin menginfokan
kalau cerita ini akan diupdate
setiap hari senin dan selasa.

.

.

**
Jadi, Sampai jumpa minggu depan ~

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang