Aku terbangun di ruang UKS. Netraku perlahan terbuka, melihat Harael dan Jeovan yang sedang menjagaku (?) tetapi mereka sedang mengobrol, jadi mungkin mereka tidak sadar aku sudah sadar.
"Ehm.." Aku merasakan mataku sudah terbuka sempurna. Tetapi tertutup kembali, karena pencahayaan dari lampu LED yang tiba-tiba menusuk penglihatanku.
"Eh Ri? Udah bangun toh." ucap Jeovan santai. Harael langsung mematikan lampu dengan saklar yang ada di dekatnya.
Aku membuka mataku dan melihat ke jam dinding. Gawat, sudah mau selesai istirahat pertama. Aku harus segera menemui Jeriel dan Orangtuanya.
"Eits, lo ga boleh kemana-mana. Liat, tengkuk lo baru diperban. Tenang, gue udah bilang ke guru BK, urusin kasus lo nanti aje istirahat kedua. Nah, lo makan dulu nih bubur." ujar Harael sembari menahan tubuhku yang ingin bangun dari kasur keras itu.
Aku menunduk, melihat leherku. Pantas pergerakanku tak bebas, ternyata diperban.
"Omong-omong, gue mau tanya. Kenapa lo tiba-tiba pingsan, Ri? Gue panik tau." tutur Jeovan, ia menyendokkan sesuap bubur ke mulutku.
Aku tidak menerima suapan. Aku ambil sendok itu dari tangan Jeovan dan mengambil mangkok plastik bubur. "Aku bisa sendiri Jeov, thanks ya. Kalo itu, aku juga enggak tau kenapa. Tiba-tiba aku ngerasa menggigil sama migrain."
"Lo mau ke dokter, ga? Kita anterin. Kita kan bestieee." sahut Harael dan merangkulku dan Jeovan.
Seraya menepis lengan Harael di pundaknya, "Dih najong. By the way, bener tuh Ri. Ayo ke dokter." Jeovan menyetujui.
"Nanti aku pikirin. Makasih ya, guys." Kataku sembari menyuapkan sesendok bubur ke mulutku.
—————————
"Treeng! Jam satu siang, waktunya apaa?? Waktunya istirahat kedua! Jangan lupa untuk tidak membawa kemasan jajanan ke kelas ya, harus dibuang ke tong sampah! Terima kasih atas perhatiannya!"
Waktunya istirahat kedua. Omong-omong, aku sudah mengikuti pelajaran lagi setelah istirahat pertama selesai. Aku langsung pergi dari kelas tanpa mengucapkan sepatah apapun kepada Jeovan. Jeovan langsung memanggilku, tetapi aku hiraukan. Kasusku lebih penting.
"Eh eh! Lo kenapa ninggalin gue sih!" kesal Jeovan, ia berlari menyamakan tempoku.
"Mau ke BK. Kamu kalau mau ikut, ikut aja. Jangan lupa bilang Harael, soalnya bukti ada di dia semua." jelasku.
Aku berhenti berlari. Aku kehabisan napas. Tidak biasanya aku begini, ini hanya berjarak berapa meter dari kelasku. Ruang BK ada di lantai 2, sedangkan kelasku ada di lantai 3. Kelasku dekat dengan tangga, tetapi kenapa aku kelelahan?
"Harael udah sampe situ, tadi gue WA. Tenang, Jeriel belom dateng kok. Yuk pelan-pelan ajee, selow selow. Lo kan abis pingsan Ri." ujar Jeovan peduli.
Aku terharu. Masih banyak orang yang peduli denganku.
"Rael, aku boleh liat videonya ga?" tanyaku kepada Harael saat sudah sampai di depan ruang BK.
"Oh boleh, nih."
Aku melihat pertengkaranku dan Jeriel dengan saksama. Tepat sekali! Video ini membuktikan bahwa Jeriel yang memukul tengkukku dengan tasnya. Dan leherku masih diperban, lumayan untuk bukti, hahaha.
"Permisi, nak. Apakah kamu Keandra Darien?" tanya bu Eya, guru BK, kepada Jeovan yang sedang bersantai menikmati angin sepoi-sepoi.
Aku dan Harael menahan tawa. Hei, bu, Aku dibelakangmu!
"Eh bu Eya. Kebetulan nama saya Jeovan bu. Darien itu bu, yang rambutnya coklat." Jeovan menunjukku dengan telunjuknya.
"Oalah, maaf ya nak Jeovan." katanya, dan ia berpaling kepadaku.
"Nak Darien, bisa masuk kedalam? Jeriel dan Orangtuanya akan datang sebentar lagi. Oh ya, orangtuamu mana, nak?" tanya bu Eya.
Aku terdiam mendengar pertanyaan bu Eya. Maaf jika tersinggung, tetapi bu Eya tidak pantas untuk menjadi guru BK. Apakah dia tidak memegang file identitas siswa? Tidak tau kah aku adalah seorang Yatim Piatu? Yah, sebenarnya tidak yatim juga sih, tidak bertanggung jawab istilahnya.
"Ah anu bu, Darien udah engga punya orangtua lagi. Jadi saya yang jadi walinya, engga apa-apa to bu?" jawab dan tanya Harael.
"Astaga, maafin ibu nak Darien. Yaudah, kalian berdua ayo masuk." Bu Eya mempersilahkan.
"Lha bu saya engga diajak?" tanya Jeovan.
"Kamu ga usah ikut-ikutan. Wali satu aja."
"Yaelah buuu!"
—————————
"Jadi, ada yang mau berbicara?" tanya bu Eya kepadaku dan Jeriel.
Jeriel mengangkat tangan, "Saya akan memberikan kronologinya. Jadi, saya itu lagi jalan dari kelas ke depan sekolah lewat lapangankan mau pulang bu. Nah si Darien ini malah tiba-tiba nonjok saya, karena dia tuh nilainya engga bagus karena saya bu. Kan saya jadi emosi dan bertengkar deh." Ibu Jeriel menggangguk-angguk. Ibu-anak sama saja.
Aku melotot mendengarkan kesaksian Jeriel. Itu tidak benar! Kita saja beda kelas!
"Baik, saya akan mendengarkan juga dari pihak Darien. Ada yang mau disampaikan?" tanya Bu Eya kepadaku.
"Itu tidak benar bu. Saya–"
"ITU BENAR! JANGAN MENGELAK KAMU!" sergah Ibu Jeriel. Aku terkejut. Mendadak kepalaku pusing. Aku memang tidak bisa mendengar suara bising.
Harael memberikanku minyak kayu putih di kepalaku. Ah, sudah mendingan.
"Mohon jangan teriak disini ya, bu. Mohon dilanjutkan." tutur Bu Eya.
"Saya ingin mengambil buku saya yang ketinggalan didalam kelas. Setelah memgambil buku, tetiba Jeriel memukul tengkuk saya menggunakan tas. Karena saya emosi, saya melawan Jeriel. Untuk bukti, lihat leher saya. Diperban, dan telapak tangan saya. Luka robek." jelasku.
"Lo sialan! Jangan nyaksi yang ga bener!" seru Jeriel.
Bu Eya terkejut saat membuka perban di leherku. Sepertinya dia terkejut karena tengkukku yang berwarna biru keunguan.
"Saya juga ada bukti, bu." sahut Harael, dan memberikan handphonenya kepada bu Eya.
Video dimulai. Bu Eya terkejut (lagi) karena Jeriel menyerangku dengan brutal. Netraku melihat Jeriel, dengan tatapan kemenangan. Aku tersenyum miring, melihat Jeriel menatapku dengan mata setajam silet. Ibu Jeriel tampak tidak percaya dengan kelakuan Jeriel. Benarkan, bu? Saya benar! Jangan terlalu percaya dengan anak anda.
"Kita akhiri sidang kasus ini, untuk hukuman yang akan saya beri kepada nak Jeriel, saya akan diskusikan ini dengan Kepala Sekolah. Terima kasih."
Aku menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally | Dokyu
RandomBrothership Dokyu. Sepasang adik-kakak yang tidak pernah mempunyai kebahagiaan. Sang kakak, Juan. Ia jarang sekali memperhatikan sang adik, Darien. Bahkan, Juan sering sekali menyakiti Darien secara herbal. "Kapan kak Juan berubah menjadi kakak yang...