Hal 2 | Mencuri

140 20 4
                                    

***

Bisa dibilang, kehidupan Mark itu rumit. Bahkan sebelum hadirnya Haechan sebagai pengganggu kecil dalam hidupnya, hidup Mark sudah semrawut.

Ia adalah Putra Mahkota. Sang raja menuntutnya untuk sempurna, sedangkan ia sedikit lemah di fisik. Berbanding terbalik dengan Jeno yang fisiknya sungguh kuat.

Aturan-aturan sialan yang mengekangnya juga membuat Mark menjadi sosok yang dingin. Ia tak boleh menangis, tak boleh lemah, apapun itu membuatnya seperti boneka hidup.

Ya, boneka hidupnya sang raja.

"Oh, putraku."

Mark melirik malas. Ini acara makan malam keluarga mereka, tetapi suasana dingin yang menguar di antaranya membuat makan malam tersebut tak menggugah selera.

"Kudengar ada seorang putri sarjana yang tertarik untuk dilamar olehmu."

Apa lagi ini? Mark disuruh untuk menikah di umurnya yang masih muda?

"Aku tidak tertarik, Ayah."

Sang Raja diam. Bukan respon seperti itu yang ia harapkan, namun putranya memang begitu. Cih, dasar manusia es!

"Kau harus segera menikah, kerajaan nembutuhkan pewaris."

Mark tetap diam. Ia malas membahasnya. Tugasnya sudah banyak, jangan ditambah lagi dengan urusan pernikahan dan keturunan. Cukup.

"Mark--"

"Aku tidak tertarik dengan pernikahan, Ayah. Untuk saat ini." Mark memilih jawabab paling aman saja.

Sang Raja masih belum mau mengalah. "Kenapa kau tidak tertarik? Pangeran-pangeran kerajaan lain yang seumuran denganmu bahkan sudah ada yang menikah. Kebanyakan dari mereka sudah bertunangan. Bahkan Pangeran Taeyong, kakak sepupumu itu sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah."

Mark menghela napasnya lelah. Ia akhiri makan malamnya tanpa menunggu persetujuan sang ayah.

"Putra Mahkota!"

Menulikan telinga, Mark beranjak menjauhi aula makan malam, dan kembali menuju kamarnya untuk beristirahat. Sungguh, ia lelah.

***

"Bukankah kemewahan adalah surga dunia, Pangeran?"

Sebuah suara mengalihkan atensinya. Suara yang halus, serta mendayu. Mark menoleh, mendapati sang pencuri kecil memegang cawan emas miliknya yang semula terletak di atas meja buffet.

Tak seperti biasanya, yang dengan emosi meletup-letup, kini Mark hanya diam sembari mengamati apa yang ingin Haechan lakukan. Ia sedang tak mood untuk menangkap bajingan kecil itu. Katakanlah ia tak kompeten dalam menjalani tugasnya. Namun, Mark sudah lelah.

Ia lelah dengan segalanya.

Sekarang, untuk apa Haechan datang kembali ke kamarnya? Dan yah, kalian tidak salah membaca. Haechan sudah berkali-kali menelusup ke kamar sang pangeran walau penjagaan dilakukan seketat apa pun.

Sedikit heran Mark, bagaimana pemuda berambut cokelat madu itu bisa menerobos masuk di antara banyaknya ratusan penjaga. Yah, dugaan Mark kuat jika semua pekerjanya memakan gaji buta.

Benar-benar sialan. Tidak becus dalam menjaga keamanan!

"Ah, kalau kau bertanya-tanya apa tujuanku ke sini, jawabannya adalah ..." Haechan tak segera mengakhiri ucapannya, ia berjalan mendekati pangeran dengan berani. "Dirimu."

Haechan berdiri persis di hadapan sang pangeran. Hanya beberapa jengkal perbedaan tinggi mereka, tapi terlihat Haechan harus mendongak untuk menatap wajah yang lebih tua.

PETERPAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang