Hal 3 | Menjaga

144 20 0
                                    

Untaian keberanian tak kan terputus karena jarak, karena menjagamu tak harus bersama.

***

"Kak, mau liburan tidak?" tanya Haechan saat itu ketika makan malam. Taeil yang baru saja meletakkan piring lauk di atas meja tertawa.

"Untuk apa? Di desa rasanya seperti sudah berlibur."

Haechan mendengus. "Tapi kakak belum pernah berlibur ke luar negeri, kan?"

Taeil yang tadi siap menyuapkan nasi ke dalam mulut urung terjadi. "Aku tidak berpikir ajakanmu akan sampai ke luar negeri, Haechan. Itu terlalu jauh. Siapa yang akan menjaga kebun dan ladang nanti."

"Kan kakak punya pekerja, tugas mereka buat apa jika tidak disuruh menjaga itu semua!" Haechan kesal. Huh.

"Tapi aku lebih suka mengurusnya sendiri," ucap Taeil lalu mengunyah makanannya sesuap. Keduanya diam sesaat, sama-sama fokus pada makanannya masing-masing.

"Aku ingin membawa kakak ke kota. Mungkin lebih bagus jika ke kerajaan sebelah. Tapi kakak pasti tidak akan setuju."

"Itu merepotkan, Haechan. Pindah kependudukan itu tidak mudah," timpal Taeil.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita pindah ke distrik U?" Haechan masih bernego. Siapa tahu kakaknya setuju.

"Tidak Haechan. Kenapa sih, kamu ingin sekali pindah? Ada yang mengancammu kah? Kau terjerat hutang? Atau apa?"

Sialan, kakaknya mengira ia terkena pinjol ya?

Padahal lebih dari itu. Ia telah menjadi buronan Putra Mahkota, dan ia butuh mengubah identitasnya segera.

"Tidak." Haechan memainkan makanannya jenuh. Bingung ingin mencari alasan. "Tapi mirip."

"Hm??"

"Aku menjadi buronan, Kak."

BRUSH!

Efek dari kalimat adiknya, Taeil menyemburkan kunyahan nasi yang nyaris ia telan. Ia tersedak, karena terkejut mendengar perkataan Haechan.

"UHUK UHUK!"

"KAK!" Haechan memekik terkejut. "Ini minum dulu."

"Hah! Gila, bagaimana ceritanya kau menjadi buronan? Kau bekerja sebagai teroris?" sembur Taeil menatap Haechan marah.

"Tidak. Aku hanya ... 'sedikit' mencuri."

"SEDIKIT MENCURI?!"

Haechan meringis. Taeil benar-benar marah.

"Wah, gila. Jantungku rasanya ingin terjun sampai kaki." Taeil memegang dadanya. Kepalanya kini berdenyut mendengar penuturan Haechan. Tanpa disuruh Haechan melanjutkan bercerita dengan wajah murung dan bibir melengkung ke bawah, sedih.

"Jadi begitu, aku mencuri barang di suatu toko, dan mereka memergokiku. Lalu, aku pun kabur, namun sempat tertangkap dan sekarang aku menjadi buronan para polisi." Haechan bercerita sedikit berbelok dari yang aslinya. Ia tak mungkin berkata sejujur-jujurnya jika sudah merampok keluarga pejabat korup dan mencuri kalung milik putra mahkota.

Bisa-bisanya dirinya dilempar panci oleh kakak tersayangnya itu. Taeil menunjukkan wajah tak percayanya dengan sedikit mulut menganga.

"Aku tau otak kecilmu yang penuh keiminalitas itu, Haechan. Tapi bermasalah dengan pihak kerajaan itu sungguh ... berbahaya."

Taeil terdiam. Ia bingung harus bagaimana. Seketika pikirannya tertuju pada seseorang yang telah lama pergi jauh darinya karena berkedudukan penting di istana.

PETERPAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang