Hal 4 | Menjerat

183 21 3
                                    

Jatuh cinta adalah pilihan
Terjatuh dan bercinta
Atau
Hanya jatuh tanpa dicinta

***

Menjadi cantik adalah keinginan semua orang. Beauty privilege masihlah pemenang di bawah kekuasaan uang. Haechan terlahir dengan visual yang indah. Ia cantik.

Sekali tatap pada matanya, Haechan akan menyihir dengan keterpanaan keindahan ilahi. Ia pandai merayu, sebab tatapannya mengandung racun. Ia bisa mengendalikan dan Haechan suka memiliki kontrol atas orang lain. Mengajaknya untuk bersenang-senang bersama dalam kegilaan.

Uang dan emas adalah hal yang paling Haechan suka. Menarik mata yang sama-sama gemerlapnya, ketika cahaya menerpa memantulkan refleksi dari kemewahan.

Haechan jatuh cinta hanya kepada kebebasan dan kemewahan. Ia benci miskin. Sebab, Haechan pernah merasakan jatuh untuk sekalinya dan takan pernah jatuh kedua kali dalam lumpur yang sama.

Kini, kebebasannya yang terancam. Ia masih ingin bermain-main, bersembunyi kucing-kucingan dengan Mark yang mengincarnya. Ia tidak yakin, tapi sepertinya Mark tahu ia bersinggah di SM Town.

"Jadi? Kau akan meninggalkan semuanya dan lari ke ujung negeri? Meskipun kau tahu, Mark tidak akan melepaskanmu begitu saja?" tanya Chenle. Ia bersandar di atas kasur sembari membersihkan kuku, mengikirnya untuk menciptakan cantik yang haqiqi.

Haechan yang berada di meja belajarnya sendiri hanya menatap layar laptop dalam lamunan. Entah pikirannya sekarang seberat apa. Ia sudah memikirkan ribuan cara, tapi sepertinya ia masih kalah jauh dari Mark.

"Kurasa dia sengaja membiarkanku untuk sementara ini," gumamnya, "kau tahu, Le, aku memang bermain-main dengan iblis."

Chenle memutar bola matanya malas. "Kau memang nekat. Padahal sudah kuperingatkan."

Haechan mendengus, tak butuh kata penyalahan. Ia tahu pilihannya bermain-main dengan Mark sangatlah berisiko.

"Aku bahkan berpikir untuk menyewa mafia agar para tikus itu tidak bisa menyentuhku," ucap Haechan menghela napas berat. Ia menyandarkan punggungnya dan memijat pangkal hidungnya sebab nyeri mendera.

"Kau kan penyihir, pakai saja sihir-sihirmu. Kau disebut Peterpan bukan karena alasan lain selain menyebalkan dan ajaib."

Haechan mendesis sebal. Untung sedang tidak berhadap-hadapan dengan Chenle. Jika tidak, mungkin ia akan melempar pemuda berisik itu dengan Laptop spek dewanya.

"Aku benci mendengarnya. Aku sudah berhenti dengan hal-hal semacam itu, kau tahu!" seru Haechan sebal. Ia putar kursi belajarnya hingga menatap Chenle yang kini memotong kuku kaki. Pemuda yang ditatap mendongak balas menatap Haechan.

"Lantas, bandul kalungmu itu? Aku bisa tahu ada sihir di dalamnya dan bukan hanya sekadar hiasan semata. Aura yang terpancar terlihat berbeda jika itu bukan benda biasa."

Haechan mengeluarkan bandul kalungnya, yang merupakan botol ramuan berwarna pink yang ia ambil dari toko aneh waktu itu. Bukan berbentuk seperti botol betulan, benda itu seperti berbentuk tabung kecil dengan cairan berwarna pink cerah di dalamnya. Disertai aura yang melingkupinya.

Dengan mata orang biasa, botol itu hanya terlihat seperti replika atau buatan. Namun, di mata orang yang istimewa, botol itu mengeluarkan aura di sekitarnya, sehingga terkadang Haechan juga akan beraura sama seperti botol itu.

"Ini ... sepertinya ramuan cinta. Aku tidak bermaksud menggunakannya, namun pertama kali melihat ini aku langsung jatuh cinta dan ingin memilikinya," ucap Haechan masih bermain-main dengan kalungnya.

PETERPAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang