Teori Rindu 1 Detik

190 15 14
                                    

Aku masih buta soal perasaan. Aku pun tak mengerti soal cinta. Jadi jika jalanku salah, beri tahu saja aku jalan pulang.

♡♡♡

Tepatnya kapan semua ini dimulai, aku tidak ingat. Tapi aku akan menyelami waktu lagi untuk dua tahun kebelakang. Yang tanpa sengaja aku bertemu dia. Atau tepatnya, dia menemukanku.

Kami bertemu di sebuah tempat, tanpa sengaja. Saat itu hanya satu hal yang ingin kupertanyakan, bagaimana caranya dia menemukanku? Datangnya saja tak dinantikan. Perginya pun tanpa aba-aba. Tapi sialnya, semua itu jadi candu. Hingga kami selalu bertemu dalam klausa waktu.

"Semangat."

Dia menuliskan komentar itu pada satu judul ceritaku. Yang saat itu masih sepi. Pembacanya pun masih bisa di hitung jari. Dan cuma komentar dia yang memenuhi setiap bab ceritaku. Itu menakjubkan.

Terkadang, kami larut dalam suasana. Saling bertukar balasan komentar, meski pembahasannya pun random. Yang paling kuingat, dia sempat mengaku sebagai wujud nyata dari tokoh utama yang aku tulis. Menurutku itu gila.

"Tuh gue aslinya."

"Kamu tuh, ya, ngaku-ngaku aja."

Awalnya memang sekaku itu. Tapi lama-lama jadi suka kebablasan. Kami sok kenal sok dekat.

Dan sekarang, sebagai bentuk terima kasih. Aku benar-benar membuat dia menjadi salah satu tokoh utamaku. Dalam cerita ini.

"Mbak, cepat tehnya di minum!"

Itu suara adikku. Pagi-pagi sudah menggembor sambil sesekali menghirup aroma teh melati yang selalu kusebut aroma rindu.

"Iya bentar, pakai sepatu dulu."

Rupanya aku terlalu senang. Aku sangat menyukai aroma rindu ini. Aku ibaratkan, aroma ini adalah aroma dia. Meski sejujurnya aku tidak tahu apakah dia juga beraroma melati?

"Bu, salim." Aku mengulurkan tangan di depan ibuku.

"Eh udah mau berangkat. Katanya mau minum tehnya dulu?"

"Nggak jadi. Udah jam setengah tujuh. Nanti telat. Lagian kalau minum teh pas udah mau berangkat gini, bibirnya jadi lengket. Masa nanti di kelas harus jilat-jilat bibir. Ibu, sih, kenapa juga selalu bikin teh melati?"

"Ini aromanya enak. Aroma candu."

"Aroma rindu kali," sahutku yang buru-buru lalang menemui bapak yang duduk di ruang tamu. Aku beralih menyalaminya. Lalu bergegas mengambil sepeda dan berangkat sekolah.

Jangan tanyakan kenapa aku terlalu setia dengan sepeda ontelku dari SD hingga sekarang SMA. Masalahnya aku nggak bisa naik motor. Dan satu-satunya cara supaya aku bisa sampai ke sekolah, ya harus mau naik sepeda. Meskipun kadang paling lama butuh waktu setengah jam buat sampai. Suka ngos-ngosan. Apalagi kalau pelajaran olahraga, capeknya bisa dobel.

Dan nyatanya aku bisa bertahan dengan sepeda ontel itu sampai aku lulus SMA. Tapi ini bukan waktunya bercerita tentang masa SMAku. Karena ini sepenuhnya tentang dia.

Cuma dia.

( t e o r i r i n d u )

Bab 1
Klausa Waktu


Siapa yang mengajari manusia perihal cinta? Siapa yang mengatakan bahwa cinta itu datangnya dari dua arah? Tapi jika cinta ditemukan hanya dari satu arah, apa masih layak disebut jatuh cinta?

Aku bukan seorang remaja yang sedang tergila-gila dengan cinta. Apalagi sedang dimabuk asmara. Boro-boro jatuh cinta, mengenal lawan jenis saja aku ketakutan.

Teori RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang