Bab 9 - Cuek

82 8 0
                                    

Jalu tak pernah bisa menyelinap masuk ke kamar Lily lagi setelah kejadian lamarannya pada Alma di pesta beberapa hari yang lalu. Lily mengunci pintu kamarnya juga pintu penghubung di antara kamarnya dengan Jalu dan Taji. Pintu penghubung di kamar Taji memang sudah di tutup sejak lama. Baik di kamar Lily atau Taji sama-sama di tutup dengan lemari sejak taji masuk SMP dan pisah kamar dari Jalu. Tapi pintu penghubung antara kamar Jalu dan Lily sebelumnya tak pernah di tutup. Tapi sehari setelah acara sepulangnya Jalu dari kantor, pintu penghubung itu sudah tidak bisa di buka.

Tak ada celah bagi Jalu untuk menemui Lily lagi secara leboh intim dan privat. Jalu tetap merasa perlu menjelaskan segalanya pada Lily. Tapi Lily juga tampak menghindarinya. Bahkan setelah makan malam Lily juga langsung pergi ke kamarnya atau ikut Taji dan papanya ke gym sebentar. Ketika ada momen berdua di waktu yang pas, Lily malah dengan sengaja ikut pergi keluar dengan mamanya. Sengaja agar ia tak perlu bicara dengan Jalu.

Apalahi dari kedua belah pihak keluarga juga langsung menentukan tanggal dan hari baik pernikahannya dengan Alma. Rasanya makin sulit bagi jalu untuk bisa punya kesempatan untuk bicara berdua dengan Lily dan menjelaskan semuanya. Tiap hari persiapannya menikah makin serius di siapkan. Dari gedung, dekor, WO yang akan bertugas, berkas-berkas yang harus diserahkan ke KUA, poto-poto mulai formal untuk catatan sipil hingga prewedding. Nyaris tak tersisa waktu untuk bisa bersama Lily.

Lily juga sibuk dengan sekolahnya dan makin padat karena ia ikut tambahan belajar dengan jadwal yang padat. Entah karena memang sebentar lagi akan ujian kelulusan atau memang sengaja mencari kesibukan untuk menghindari Jalu.

"Mama pengen pakek seragam warna merah, kata papa mama keliatan cantik pakek baju warna merah," ucap Naila memilih warna seragam keluarga untuk acara pernikahan Jalu nanti.

Lily terdiam memandang desainer yang datang kerumah sambil membawa banyak contoh kain sebagai sampel.

"Kamu cantik pakek baju apa aja, tapi merah favoritku. Sexy! Menantang!" ucap Robi yang ikut memilih warna kain yang di rasa akan paling menonjolkan istrinya.

"A-aku pengen warna merah, aku pengen keliatan sexy," ucap Lily dengan pandangan kosong lalu tersenyum sumringah. "Boleh kan?" tanya Lily yang kembali tersadar dari lamunannya sambil menatap Robi dan Naila.

"No, I think that's bad for you Lily," tolak Naila yang tak mau memberi ijin.

"Ada cowok yang ajak kenalan aku kemarin waktu pesta, aku pengen jadi sedikit lebih memukau," ucap Lily memberi tahu alasannya dengan sedikit sedih.

"Ow, boleh lah Ma kalo gitu. Lily perlu menikmati masa remajanya juga," ucap Robi yang setuju sambil membujuk istrinya.

Naila menghela nafas, lalu diam sejenak. "Tapi janji jangan lebih dari memukau itu saja ya?" tawar Naila yang langsung di setujui Lily.

Lily tak sabar melihat bagaimana reaksi Jalu saat melihatnya nanti. Lily tak sabar untuk menunjukkan pesona terbaiknya di hari pernikahan Jalu dan Alma nanti. Lily ingin menunjukkan pada semua orang kalau ia jauh lebih baik dari Alma yang culun dengan bodynya yang rata itu.

●●●

"Lily," panggil Jalu begitu ia berpapasan dengan Lily yang baru pulang sekolah.

Lily terus melangkah tanpa mempedulikan Jalu dan melenggang masuk ke kamarnya begitu saja berharap Jalu akan segera pergi dan tak mengejarnya.

Jalu tak mau kehilangan kesempatannya bicara dengan Lily. Taji sudah kembali ke Australia melanjutkan studinya, orang tuanya pergi keluar berdua. Hanya ada ia dan Lily di rumah, ini waktu yang sudah lama Jalu tunggu-tunggu dan ia tak mau kehilangan kesempatan lagi. Ia langsung menahan pintu kamar Lily dan memaksa masuk ke dalam.

"Kamu kenapa? Kamu ga bisa mengabaikan aku terus, Lily!" bentak Jalu begitu masuk ke dalam kamar Lily.

Lily mengerlingkan matanya jengah pada Jalu sambil menghela nafas panjang dan bertingkah seolah-olah tak melihat Jalu.

Lily melepaskan tasnya, melepaskan jilbabnya, lalu masuk ke kamar mandi untuk cuci muka tanpa mempedulikan Jalu yang terus mengawasinya. Lily kembali keluar dari kamar mandi setelah urusannya di kamar mandi selesai. Lily langsung mengambil baju ganti dan kembali ke kamar mandi.

"Lily, I'm talk to you!" bentak Jalu sekali lagi dan tetap di abaikan oleh Lily yang kembali ke kamar mandi untuk ganti baju. "Mau kemana?" tanya Jalu yang melihat Lily tampil rapi.

Suara ponsel Lily yang menerima panggilan telefon dari temannya terdengar begitu nyaring. Lily hendak mengangkatnya namun Jalu lebih cepat menyautnya dan rasanya itu sukses membuat Lily mau memperhatikan Jalu setelah sekian lama mengabaikannya.

"Damian? Siapa Damian?" tanya Jalu yang melihat siapa yang menghubungi Lily.

"Kak Damian, temenmu waktu itu," jawab Lily sambil berusaha menyaut ponselnya dari Jalu tapi Jalu segera menghindar.

"Halo?!" Jalu mengangkat telfon dari Damian dengan ketus.

"Lily? Halo? Ini siapa?" tanya Damian bingung karena bukan Lily yang mengangkat telfonnya.

"Jalu, Jalu Suandakni. Kakaknya. Mau apa kamu telfon adikku?"

"M-mau nonton lah, kan udah janjian," jawab Damian yang membuat Jalu marah dan langsung membanting ponsel Lily hingga remuk dalam sekali bantingan kuat.

"Kakak!!!" pekik Lily kesal. "Kamu kenapa sih? Aku dah gede, aku berhak buat pergi sama siapapun yang aku mau. Kakak kenapa marah sih? Aku udah bilang sama papa, aku dah minta ijin. Kakak ga berhak larang aku!" kesal Lily yang pertama kalinya melawan dan meluapkan emosinya pada Jalu.

"Kamu yang kenapa bukan aku!" Jalu meninggikan suaranya pada Lily.

Para pelayan di rumah yang sempat berseliweran di rumah perlahan menjauh dari kamar Lily. Antara takut kena omel juga dari Jalu dan tak mau terkena masalah bila terseret dalam masalah keluarga ini. Semua lebih memilih cari aman dan menghindar perlahan.

Bad Brother ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang