Kelana baru saja selesai membaca salah satu buku karya Will Durant ketika mama masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu nggak nengok Tante Margaret, Nak?" tanya mama dengan suara lembut.
"Tante Margaret sakit apa, Ma?" Kelana baru tahu kalau ibunya Kalandra sakit.
"Kata Jesi, Tante Margaret sakit karena Landra nggak mau bekerja di perusahaan papanya. Dia lebih memilih bekerjasama dengan temannya membangun bisnis Star Up. Landra berantem sama papanya, dan Tante Margaret kepikiran, lalu jatuh sakit."
"Oh," respon Kelana singkat.
"Coba kamu tengokin Tante Margaret, Nak, beliau pasti senang melihat kedatangan kamu ke sana. Selama ini beliau kan, sangat baik sama keluarga kita."
Kelana tidak menjawab. Ia mau saja menengok Tante Margaret, tapi ia enggan bertemu dengan Kalandra. Kelana masih ingat detik-detik terakhir perpisahan mereka, Kalandra menyatakan perasaannya, mengatakan dengan jujur bahwa dia sudah lama menyukai Kelana. Perasaan yang tidak mungkin bersambut, selain beda keyakinan, Kelana juga tidak tertarik untuk pacaran. Respon Kalandra saat itu terlihat kecewa dan sedih dengan penolakan Kelana.
"Mama sudah nengokin Tante Margaret?" tanya Kelana.
"Dua hari yang lalu Mama nengok Tante Margaret sama Papa. Beliau ditemani Jesi karena Om Irfan sibuk."
"Ya udah nanti sore aja Kelana nengokin Tante Margaret." Kelana berharap tidak bertemu dengan Kalandra.
Sore harinya, Kelana pergi ke rumah sakit tempat Tante Margaret dirawat. Ia berangkat sendiri, mama tidak bisa mengantarnya karena ada rapat sama ibu-ibu PKK yang ada di komplek perumahannya.
Tante Margaret terlihat senang dengan kedatangan Kelana. Perempuan yang masih terbaring lemah itu, berusaha untuk bangun dibantu oleh Jesi, adiknya Kalandra.
"Kapan kamu pulang, Nak? Tante kangen banget, lama sekali rasanya nggak melihat kamu."
"Baru pulang kemarin, Tante." Kelana mencium tangan Tante Margaret.
"Kamu sekarang benar-benar berubah ya, nggak tomboy kayak dulu lagi. Sekarang terlihat lebih anggun." Tante Kalandra mengusap kepala Kelana yang tertutup jilbab.
Kelana hanya tersenyum. Memang waktu telah banyak merubah penampilannya.
"Sekarang bagaimana kondisi, Tante?"
"Sudah agak mendingan, Lan, Tante sebenarnya sudah nggak sabar pingin pulang, tapi sama Dokter belum diperbolehkan."
"Mama juga susah makan dan minum obatnya Kak, jadi gimana mau sembuh kalau makan dikit dan nggak mau minum obat." Jesi yang dari tadi diam ikut berbicara.
"Makanan rumah sakit nggak ada yang enak, hambar semua, gimana Mama mau nafsu makan," keluh Tante Margaret.
"Memangnya Tante pingin makan apa?"
"Tante pingin makan bakso atau mie ayam yang pedas."
"Nanti asam lambung Mama malah naik lagi, kalau Mama tetap bandel makan makanan itu. Kata Dokter, kan jangan dulu makan makanan yang pedes," jelas Jesi sedikit kesal.
Tante Margaret cemberut.
Kelana menyentuh tangan Tante Margaret dengan lembut. "Sabar dulu ya, Tante. Nanti kalau sudah membaik baru makan makanan kesukaan Tante. Kelana tadi bawa bubur buat Tante, mau, ya, makan bubur buatan Lana? Dijamin rasanya enak."
Mata Tante Margaret berkaca. Ia terharu dengan perhatian Kelana.
Tanpa menunggu waktu lama, Kelana pun mengeluarkan bubur dari goodi bag yang ia bawa, lengkap dengan mangkok dan sendoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merajut Cahaya
Любовные романыKalandra mencintai sahabatnya Kelana, namun sayangnya karena perbedaan keyakinan, sangat sulit menyatukan cinta mereka. Jalan hijrah yang ditempuh Kelana pun, membuat ia menjauh dari sahabatnya. Mampukah takdir menyatukan cinta mereka?