prolog

114 3 0
                                    


Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Aku awali kisah ini dengan pepatah yang mematahkan hati, salah satu kalimat yang kugumamkan hampir setiap pagi sebelum aku memulai hari. Pepatah yang menjadi hanya pepatah karena sama sekali tak bekerja dalam kehidupanku, padahal aku memercayai bahwa setidaknya akan ada sedikit manis yang tak sampai menyentuh legi. Akan tetapi, itu sekadar harapku.

Ada teramat sangat banyak hal yang sudah kukumpulkan, rencana demi rencana kumatangkan. Sangatlah banyak sesuatu yang kususun dengan embel-embel bekal untuk nanti, sebanyak itu pula keyakinan bahwa perjalananku masih panjang, masih berdaftar-daftar hal yang seharusnya kulakukan di dunia, keyakinan yang membuatku berpikir bahwa masih ada hari esok, lagi, dan lagi.

Teringat pula tentang bagaimana aku bertahan dalam hidup, memperjuangkan segala hak yang kupunya, melawan ego yang membayang, tersayat dalam cabik-cabikkan cobaan, hingga sampai pada waktu di mana aku tidak tahu harus melakukan apa, kejadian yang sama sekali tak pernah tebersit dalam pemikiran orang sepertiku, orang yang senantiasa berambisi menyambut hari untuk melaksanakan sederet rencana.

Hidup memang selucu itu, susah payah aku lalui dengan perjuangan mati-matian yang malah berakhir pula dengan kematian, ya aku mati, kenyataannya sekarang aku benar-benar sudah mati, walau setengah aku bersyukur karena kematianku bukan disebabkan karena bunuh diri, setidaknya aku punya kesempatan untuk masuk Surga. Ah Surga, pepatahku saja patah dalam sekejap mata, masih bisakah aku mengharap Surga?

Aku mati dikarenakan kecelakaan, benar-benar tidak ada persiapan untuk menyambut kematian di kala itu, yang kuingat hanya aku tengah diam, duduk di ambang mengantuk kemudian kaget karena sang supir membanting stir dan berakhir..., ya you know what i mean.

Kecelakaan, entah kenapa aku tidak membenci kata itu, mungkin karena semua bukan sepenuhnya salahku, mentok aku yang salah memilih kendaraan, atau malah aku salah dalam memilih waktu pulang. Haha, sialnya aku sedikit lega sebab paling tidak semua penderitaan yang kulalui telah berakhir. Tidak, aku sama sekali tidak putus asa, aku marah dengan kematianku diiringi aku juga tenang untuk tidak merasakan sakit lagi setelah ini.

Untung aku bukan anak yang suka berbohong dan menyimpan rahasia, baik itu ponsel, laptop, dompet atau buku catatanku, semua dalam kadar aman-aman saja, aku juga tidak menggunakan sandi untuk mengakses semua itu, orang tuaku pun tahu berapa PIN ATM ku, setidaknya mereka bisa menggunakan uang yang kukumpulkan selama ini untuk bekal ditinggal mati anak sulungnya.

Untuk kalian yang masih hidup, bersemangatlah, lakukan apapun yang kalian ingin lakukan, jadilah versi terbaik dari diri kalian semampu yang kalian bisa, kalian layak mendapat kebahagiaan pada saat ini juga.

Bertahanlah, dunia memang lucu tapi tertawakan saja, sebab normalnya hal lucu memang diketawakan, bukan malah dipikirkan.







******

Maaf banget aku baru nyapa, emang gini kadang kalau pikiran lagi entah tuh haha
Makasih buat yang mau baca cerita baruku kali ini hehe

Story by me
Cover by me
Pict from dokumentasi pribadi
Cover by picsart

AMETHYST (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang